Siapa yang tidak mau hidup panjang umur? Sebagian besar manusia di dunia ini berharap bisa menikmati hidup dengan umur yang panjang. Namun apalah daya, manusia tetaplah manusia, makhluk yang tak memiliki daya apa-apa tanpa kehendak Tuhan yang maha Esa, yakni Allah.
Setiap makhluk hidup termasuk manusia, pasti mempunyai ajal, yang mana jika ajal sudah menjemput, maka tak ada hal apapun yang dapat menghadang maut. Allah berfirman dalam kitab suci al-Quran :
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, maka mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. al-A’raf 34)
Lantas bagaimana dengan hadis Nabi yang menjelaskan bahwa seorang yang melakukan silaturrahim maka umurnya akan bertambah? Bukankah ajal sudah ditetapkan? Bunyi hadisnya begini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.
Rasulullah bersabda:“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya dia menyambungkan tali silaturrahim”. (HR. al-Bukhari)
Sekilas kita lihat seakan-akan terdapat benturan antara ayat al-Quran dan hadis Nabi barusan, sehingga tidak jarang dari masyarakat awam yang terjebak dan salah dalam memahaminya. Akan tetapi, sejatinya tidak ada gesekan pemahaman sama sekali bila kita cermati dan pelajari lebih mendalam. Sebab, maksud dari bertambahnya umur manusia tadi ialah umur yang bertambah berkah. Jadi, siapa yang menyambung tali silaturrahim kepada sanak famili, maka akan bertambah keberkahan dalam hidupnya, bukan bertambah jatah umurnya. Dengan arti orang tersebut akan senantiasa melakukan ketaatan terhadap sesuatu yang diperintah serta menjauhi segala perkara yang dilarang oleh Allah. Dan tentu, orang yang berumur berkah juga akan bermanfaat bagi orang lain. (‘Ainul-Murȋd Fȋ Jauharatut-Tauhȋd Hlm. 614)
Baca Juga: Ciri-Ciri Ulama Su’ (Jelek)
Contohnya adalah para ulama terdahulu; tidak sedikit dari mereka yang berumur relatif sebentar, tidak sampai 50 tahun. Di antaranya yaitu Imam Nawawi, beliau hanya berumur 45 tahun, tapi beliau berhasil melahirkan banyak karya yang begitu berpengaruh dan bermanfaat bagi manusia setelahnya. Hal itu tidak lain karena keberkahan umur disertai dengan kesungguhan mujahadah semasa hidupnya. Masih banyak lagi cendikiawan-cendikiawan muslim lain yang memiliki pengaruh besar dalam usia yang tidak begitu lama.
Maka dari itu, barangkali bisa dibilang cocok sekali bahwa maksud penambahan umur atau usia dalam hadis tadi adalah keberkahan umur. Sehingga, tidak menimbulkan paham yang berbenturan antara ayat al-Qur’an dan hadis Nabi tadi. Dalam hal ini, Imam Nawawi pernah berujar,”Bahwasannya ajal dan rezeki itu sudah digariskan, dan tidak bisa bertambah dan berkurang” (Syarhu Shahȋh Muslim Lin-Nawawȋ, dalam bab Silaturrahim)
Ismail | Annajahsidogiri.id
Comments 0