Telah kita ketahui bersama bahwa diantara ajaran pokok salafi-wahabi ada yang berupa taqsim atau pembagian tauhid menjadi tiga; Rububiyah, uluhiyah, asma’ wa-sifat. Nah, pada tulisan kali kali ini kita akan fokus kajian seputar ilahiyah-rububiyah. Sebab, dua tauhid ini kerap kali dijadikan peluru tembak untuk mengklaim sesat, bahkan kafir kepada lawan mereka, lebih-lebih kelompok ahlus-sunah.
Disamping itu, ada juga beberapa konsekuensi fatal yang muncul disebabkan pemahaman mereka terkait pembagian tauhid uluhiyah-rubuiyah tersebut. Misalnya, pandangan bahwa orang-orang kafir sebetulnya juga mengimani tauhid rububiyah. Mereka inkar hanya pada uluhiyah saja. Mereka percaya bahwa Dzat yang menciptakan, mengatur, dan mengurusi segala aktifitas makhluk di muka bumi ini adalah Allah SWT. Mereka hanya tidak mau dan tidak sudi menyembah Allah SWT. Persepsi ini didasarkan pada ayat
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ ۗقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’. Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah,’ tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (al-Luqman ayat 25)
Memang sekilas ayat di atas tampak megisyaratkan bahwa orang-orang musyrik mengimani bahwa Dzat pencipta serta pengatur alam dunia ini adalah Allah SWT. Namun, apakah benar demikian? Mari kita diskusikan!
Jika diamati secara cermat, setidaknya terdapat dua alasan mengapa pandangan bahwa orang-orang musyrik mengimani bahwa Dzat pencipta, serta pengatur alam dunia ini adalah Allah SWT (rububiyah) adalah tidak dapat dibenarkan:
Pertama, menyalahi ayat-ayat al-Qur’an yang lain. Banyak sekali ayat yang bertentangan dengan klaim tersebut. Diantaranya terkait pertanyan firaun kepada Nabi Musa yang termaktub jelas di dalam al-Qur’an. Ia bertanya:
قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ
“Fir‘aun bertanya, ‘Siapa Tuhan seluruh alam itu?’ (asy-Syu’ara’ ayat 23)
Lalu dijawab oleh Nabi Musa;
قَالَ رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَاۗ اِنْ كُنْتُمْ مُّوْقِنِيْنَ
“Dia (Musa) menjawab, ‘Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayai-Nya.”
Bukankah ini pertanyaan seputar rububiyah. Tidakkah ini menunjukkan bahwa firaun benar-benar absen dari pengetahuan tentang demikian itu. Dan lagi, bila saja memang orang-orang kafir percaya dengan rububiyah, bagaimana dengan realitas kehidupan, status orang ateis yang jangankan percaya tentang siapa yang mengatur dan yang menciptakan dunia ini, bahkan lebih ekstrem lagi, mereka meninkari eksistensi Tuhan. Misalnya, Nietzsche yang memproklamirkan “Tuhan telah mati”. Bagaimana mau percaya dengan rububiyah? Ini sungguh absurd dan fatal.
Kedua, mengglobalkan perkara yang khusus. Kesalahan kedua yang dibuat oleh orang-orang wahabi adalah mengglobalkan sesuatu yang sebenarnya adalah tertentu atau khusus. Ayat yang mereka kutip turun tentang orang musyrik Arab saja, tidak yang lain. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh Umar Abdillah Kamil dalam salah satu kitabnya, al-Inshaf.
Walhasil, pendapat yang benar adalah pendapat Ahlsunah, yaitu tidak ada pembagian di dalam masalah tauhid, baik itu uluhiyah maupun rububiyah. Sekali lagi tidak ada pengkotakan antara keduanya, uluhiyah adalah rububiyah, begitupun sebaliknya.
Abdul Jalil | Annajahsidogiri.id