Iman kepada Rasul Allah
Meyakini rasul berarti meyakini bahwa mereka adalah utusan Allah. Derajat mereka paling tinggi, melebihi malaikat. Karena malaikat-yang derajatnya dibawah rasul–ma’shum, alias terjaga dari kesalahan, maka Rasul Allah pun demikian.
Kita harus percaya bahwa Allah menitipkan mukjizat kepada Rasul, serta percaya bahwa Rasul itu jujur, amanah, cerdas, serta menyampaikan semua yang Allah perintahkan untuk disampaikan.
Juga, kita harus yakin bahwa Rasul itu manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan, selagi sifat itu tidak menurunkan derajat kenabian.
Iman kepada Kitab Allah.
Maksud dari iman kepada kitab Allah ialah meyakininya bahwa hal itu memang benar-benar wahyu yang datang dari Allah kepada nabi-Nya. Dalam kitab Fathul-Mubin (hal. 160), kitab Allah diartikan sebagai: Kalam Allah yang azali dan qadim. Suci dari suara dan huruf. Diturunkan kepada rasul-Nya memakai lafal hadis (baru) yang baru tercipta di Lauh Mahfuz, atau menggunakan lisan malaikat. Apa yang tertera di dalamnya pasti benar dan jujur.
Baca Juga: Enam Pilar Rukun Iman (1)
Imam Zamakhsyari dalam kitab al-Kasyaf jilid 4 halaman 742 menerangkan bahwa kitab Allah dalam keseluruhan ada 104. Nabi Syits mendapat 50 kitab. 30-nya nabi Idris. 10-nya nabi Adam. 10-nya lagi nabi Ibrahim. Empatnya ialah: Taurat, Injil, Zabur, dan al-Quran.
Namun, kita cukup mengetahuinya secara ijmal saja, bilamana tidak dirinci atau tidak disebutkan nama. Jika disebutkan, seperti mushafnya Nabi Ibrahim, Taurat, Injil, Zabur, dan al-Quran, maka kita harus iman secara tafshil. (Lihat: ‘Aqidah Ahlis-Sunnah wal-Jamaah, karya Syekh Ali Jum’ah hal. 166)
Yang tidak kalah penting, kita harus yakin bahwa semua kitab itu sudah terkena tahrif, kecuali al-Quran. Sesuai nash al-Quran sendiri, kita harus yakin bahwa al-Quran terjaga.
Iman kepada Hari Akhir
Hari akhir–sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab Fathul-Mubin (hal. 161)–ialah: mulai dari kematian hingga fase akhir hari kiamat. Bila mengikuti pengertian semacam ini, maka iman kepada hari akhir adalah iman kepada pertanyaan kedua malaikat, nikmat dan azab kubur, jaza’ (balasan), hari kebangkitan, hisab (penghitungan amal), shirath, surga, neraka dan semacamnya.
Namun, sebagian riwayat ada yang menggunakan kata ba’tsul-akhir, bukan yaumul-akhir. Dengan lafal semacam ini, memiliki arti bahwa iman kepada ba’tsul akhir ialah iman kepada kebangkitan yang terakhir. Kebangkitan sendiri, bagi manusia, normalnya ada tiga kebangkitan.
Pertama, saat roh ditiupkan kepada kita di dalam kandungan. Itu adalah kebangkitan pertama kita, sekaligus kehidupan pertama.
Kedua, setelah kita hidup, pasti kita mati. Nah, selepas mati, kita dibangkitkan lagi untuk menjawab pertanyaan kedua malaikat. Setelah menjawab, kita dimatikan kembali.
Ketiga, kebangkitan pada hari pengumpulan (hasyri). Kebangkitan inilah yang menjadi pilar kelima dalam rukun iman. Selengkapnya bisa kalian lihat di kitab Fathul-Mubin.
Iman kepada Takdir
Masih dalam kitab yang sama, Fathul-Mubin (hal. 163) di sana dijelaskan bahwa ada dua bagian perihal iman terhadap takdir Allah:
Pertama, pengetahuan Allah terhadap makhluknya, jauh lebih awal daripada penciptaan alam. Penciptaan alam sendiri, mengikuti alur Dan ukuran dari pengetahuan Allah. Dalam al-Quran dijelaskan:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
(QS. al-Qamar[45]: 49)
Kedua, iman terhadap takdir memiliki arti meyakini bahwa satu-satunya pencipta semua benda dan pekerjaan ialah Allah. Allah berfirman:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan”
(QS. ash-Shaffat[37]: 49)
Penulis: Muhammad Ibnu Romli | Aktivis ACS Semester II