Iklan Youtube Merusak Akidah?, hal ini bukan perkara remeh. Kita perlu waspada kepada semua hal, yang bersinggungan langsung dengan keyakinan. Ideologi merupakan hal pokok dalam beragama. Sealim apa pun, dan sesufi apa pun orang itu, jika akidahnya salah, sangatlah berakibat fatal kepada status keagamaan seseorang. Termasuk pengaruh Iklan di Youtube. Kita tidak boleh menyepelekan hal ini. Terkadang, pada tahun politik, kita selalu membesar-besarkan masalah kepemimpinan, sehingga saling tikam satu-sama lain, padahal, dalam waktu yang sama, kita lengah, dan tidak tahu-menahu kepada masalah yang bisa merusak akidah, sehingga mereka beranggapan hal itu merupakan masalah kecil, padahal sebaliknya. Inilah yang membuat bencana datang bertubi-tubi menghantam negeri.
السكوت عند أول الفساد يعرو ما ما تعتنقه من العقائد، داع لسريان الفساد إلى سائره.
“Mendiamkan awal kerusakan yang berkaitan dengan akidah, akan mengundang kerusakan-kerusakan yang lain,” tulis Syekh Mushthafa al-Ghalayayni, dalam kitab ‘Idzâtun-Naâsyi’în.
Baca Juga: Mitoni; Antara Adat dan Syariat
Youtube merupakan media informasi yang bersifat universal. Tidak harus tua, bahkan keponakan saya yang masih berumur dua tahun, sangat gemar menonton tanyangan yang disajikan. Setiap lima detik, biasanya, sebuah channel Youtube menayangkan sponsor beberapa produk, yang menurut hemat saya, sangat rentan menumbuhkan keyakinan yang menyimpang.
Sering kita lihat, pasta gigi yang menggoda kita dengan tawaran langsung sembuh saat menggunakan. Juga tayangan wajah seseorang halus seketika setelah menggunakan sabun wajah. Ada juga—dan ini yang banyak—orang sakit kepala atau pilek, bisa langsung sembuh dengan sekali minum obat yang ditawarkan. Ini sangat berbahaya. Terlebih kepada anak dibawah umur, yang hidup di lingkungan jauh dari pendidikan agama.
Di pesantren, kita diajarkan akidah Ahlusunah Waljamaah yang benar. Kita meyakini, setiap sesuatu itu, murni atas kehendak Allah. Mâ syâal-Lâh kâna, wa mâ lam yasya’ lam yakun. Segala sesuatu yang dikehendadi Allah, maka tercipta. Begitupun, setiap sesuatu yang tidak dikehendaki Allah, tidak akan tercipta.
Baca Juga: Cadar; Bukti Takwa Bidadari Dunia
Jika Allah menghendaki mereka sakit kepala, sebanyak apa pun obat yang mereka konsumsi, tidak akan bisa menyembuhkan. Mereka akan sembuh, jika Allah menghendaki sembuh. Bukan obat itu, yang menyembuhkan. Bukan pula Allah memberikan kemampuan tersendiri pada obat itu agar bisa menyembuhkan. Hal itu murni atas kekuasaan Allah sendiri.
Sejak dulu, hal semacam ini sudah ditegor oleh Imam Muhammad bin Yusuf as-Sanusi dalam karyanya Ummul-Barâhîn:
والربط العادي، هو أصل كفر الطبائعين ومن تبعهم من جهلة المؤمنين قرؤوا ارتباط الشبع بالاكل والري بالماء وستر العورات بالثوب والضوء بالشمس ونحو ذلك مما لا ينحصر. ففهم من جهلهم أن تلك الأشياء هي المؤثرة في ما ارتبط وجوده معها. إما بطبعها، أو بقوة وضعها الله فيها. و أهل السنة –رضي الله تعالى عنهم نور الله تعالى بصائرهم– لم يفتتنوا بشيء من الاكوان.
“Kaitan adat, merupakan asal kekafiran dari kelompok Thabai’in dan para pengikutnya dari golongan orang mukmin yang bodoh. Mereka berpendapat ada hubungan antara kenyang dengan makan, segar dangan minum, menutup aurat dengan pakaian, terang dengan sinar matahari, dan lain semacamnya dari beberapa perkara yang tak terhitung.
Mereka berkeyakinan bahwa perkara itulah yang mengefek akan munculnya sesuatu terkait. Baik mereka berkeyakinan dangan perangai benda itu sendiri, atau pun kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada benda tersebut. Ahlusunnah Waljamaah—semoga diridai Allah, dan Allah menerangkan pandangannya—tidak terfitnah (dengan menganggap ada kaitan dangan kejadian) terhadap sesuatu apa pun.”
Pendapat Ahlusunnah Waljamaah yang benar, perihal segala yang terjadi adalah murni dari kehendak Allah, sebagaimana disinggung oleh Imam Sanusi dalam kitab yang sama,
والمؤمن المحقق الإيمان من لم يسند لها تأثيرا البتة لا بطبعها ولا بقوة وضعت فيها، وإنما يعتقد أن مولانا –جل وعلا– قد اجرى العداة بمحض اختياره.
“Mukmin yang jelas keyakinannya benar, adalah: orang yang tidak menyandarkan sesuatu dapat berpengaruh dengan tabiatnya, bukan pula dengan kekuatan yang diberikan Allah kepada sesuatu itu, melainkan mereka berkeyakinan semua yang berlaku ini, murni kehendak Allah.”
Hal yang Perlu Diingat.
Baca Juga: Waspada Hasil Ijtihad Kaum Liberal
Kebanyakan orang menyangka, dalam urusan pendidikan anak, gurulah yang bertanggung jawab, padahal, Imam al-Ghazali, telah mengingatkan kita, bahwa: anak merupakan titipan Allah kepada orangtua, termasuk dalam pendidikan. Balita itu bersih dan masih kosong, jika orangtua mengisinya dengan hal yang baik, maka kehidupan anak itu akan baik. Begitu pun sebaliknya. Selaras dengan bab Tarbiyah, dalam kitab yang sama, Syekh al-Ghalayayni menyatakan:
والطفل – كما قال الامام الغزالي – امانة عند والديه. وقلبه الطاهر جوهرة نفيسة خالية من كل نقس وصورة. فان عود الخير وعلمه نشا عليه وسعد في الدنيا والاخرة وشاركه في ثوابه ابواه وكل معلم ومؤدب. وان عود الشر واهمل شقي وهلك وكان الوزر في رقبة وليه والقيم عليه.
“Balita—sebagaimana menurut Imam al-Ghazali—adalah amanat kepada orangtua. Hatinya bersih, suci dari kosong dari apa pun. Jika orang tua mengisinya dengan kebaikan, anak itu akan hidup baik, dan selamat dunia akhirat. Orangtua pun mendapat aliran pahala dari anaknya. Begitupun guru dan setiap orang yang ikut mendidiknya. Jika orangtua mengisinya dengan hal yang buruk, maka hancurlah kehidupannya, dan orangtua dan yang mengurusi akan mendapatkan aliran dosa dari anaknya.”
Televisi tidak seutuhnya negatif, tetapi ayah-ibu memiliki kewajiban mengurusi anaknya. Jika ada tontonan yang tak layak dikonsumsi, peringatilah, biar mereka terisi dengan hal-hal positif; hidup dengan baik; dan bersantai-ria dengan orangtuanya, kelak di surga. Bukan malah, bersama-sama berenang di neraka. Na’ûdzubil-Lâh.
Penulis: Muhammad ibnu Romli |Aktivis ACS Semester II, Pemred Sidogiri.Net, CEO Tagtim Media,