“Jika Imam Abu Hanifah seorang pionir penegak mazhab yang sesuai dengan metodologi Ahlusunah wal Jamaah, maka Imam Abu Mansur al-Maturidi adalah penegak mazhab akidah paling sempurna dengan argumentasi teologis dan logisnya, sebagai keyakinan sejati Ahlusunah wal Jamah.”
(al-Bayadhi)
Selain Imam Abu Hasan al-Asy’ari, Ahlusunah wal Jamaah juga memiliki tokoh panutan akidah yang tak kalah mumpuni. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Hanafi. Lahir di desa Samarkand pada tahun 228 H, bagian paling timur negara Transoxiana. Selain gelar al-Maturidi, beliau juga dijuluki al-Huda dan al-Anshari. Konon, embrio munculnya julukan Al-Anshari sebab penisbatan beliau kepada Abu Ayyub al-Anshari.
Baca Juga: Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari; Perumus Formula Akidah Aswaja
Sejak kecil, Imam al-Maturidi senantiasa memegang teguh akidah Ahlusunah wal Jamaah. Hal ini berbeda dengan sejarah Imam al-Asy’ari. Sebelum memeluk ideologi Ahlusunah wal Jamaah, Imam al-Asy’ari pernah mengikuti keyakinan Syekh Ali al-Jubai, Muktazilah. Namun karena pertanyaan seputar takdir yang tidak bisa dijawab oleh sang guru, ia berani meninggalkan Muktazilah lalu beralih ideologi Ahlusunah wal Jamaah.
Sosok al-Maturidi mulai ramai terkenal tatkala peristiwa bersejarah dalam peradaban Islam, yaitu ketika Mazhab Muktazilah berhasil mengusai kekhalifahan Abbasyiah. Perang ideologi pun tak terelakkan. Saat itu, ulama Muktazilah amat lembut menyuntikkan ideologi sesatnya ke dalam sendi-sendi umat Islam. Kegelisahan mulai merasuki hati para ulama Ahlusunah wal Jamaah yang konsinten dengan komitmennya; berpegang teguh kepada nash-nash shahih al-Quran dan Hadis. Pasukan Muktazilah memerangi ideologi kaum Ahlusunah dengan dalil-dalil rasional plus meminggirkan al-Quran dan Hadis.
Ketika kecamuk perang idoelogi sedang berkobar, muncullah cendekiawan tangguh Ahlusunah wal Jamaah. Ia adalah Imam al-Maturidi. Imam Abu Mansur al-Maturidi dikenal sangat piawai mematahkan argumentasi rasional yang diusung oleh kelompok Muktazilah. Beliau mendebat kebablasan nalar mereka baik dengan lisan ataupun tulisan. Berkat kredibilitas ilmunya, beliau dipercaya menjadi pionir utama akidah Ahlusunah wal Jamaah bersama Imam Abu Hasan Al-Asy’ari.
Karya Tulis Imam al-Maturidi
Syekh Thasy Kubra Zadah dalam kitab Miftâhus-Siyâdah wa Misbâhus-Siyâdah menyebutkan karya tulis Imam al-Maturidi. Di antara kitab karangannya adalah at-Tauhîd, al-Maqâlât, Takwilatul-Quran. Imam al-Maturidi juga sering menulis kitab bantahan terhadap ideologi Muktazilah, seperti kitab Qarâmithah, Rafîdhah dan al-Jidâl fi Ushûlil-Fiqhî. Dalam kitab Kasyfuz-Zunûn, Syekh Hajiy Khalifah juga menyebutkan karya Imam al-Maturidi. Di antaranya adalah kitab Takwîlat al-Imâm al-Matûridi fi bayâni Ushûli Ahlusunah wa Ushulit-Tauhîd. Konon, kitab ini dikompilasi oleh Imam A’la ad-Din Muhammad bin Ahmad bin Abi Ahmad as-Samarkandi menjadi delapan jilid.
Guru dan Murid Imam al-Maturidi
Beliau belajar Fikih dan Ushul Fikih kepada Abu Bakar al-Jauzani, Abu Nahr al-Iyadh, Muhammad bin Muqatil ar-Razi dan Nashir bin Yahya. Semua ulama ini bermazhab kepada Imam Abu Hanifah. Di antara sekian banyak murid Imam al-Maturidi, yang paling terkenal adalah Abu Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail yang dijuluki sebagai al-Hakim as-Samarqandi dan Abu Muhammad Abdul Karim yang dikenal sebagai al-Bazdawi.
Antara Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi
Menurut Dr. Abdul Fattah al-Maghribi, pengikut Imam al-Maturidi berusaha menjadikan imam mereka sebagai pionir pertama dari pada Imam al-Asy’ari. Klaim mereka ini didukung fakta bahwa masa yang ditempuh Imam al-Asy’ari dalam menganut Mazhab Muktazilah selama empat puluh tahun. Sedangkan sejak kecil, Imam al-Maturidi tidak pernah mengikuti ideologi siapapun selain Ahlusunah wal Jamaah.
Menurut Qaul Mu’tamad, kedua imam ini tidak pernah berjumpa. Imam al-Maturidi hidup di Samarkand. Ia tidak pernah hijrah dari tanah kelahirannya hingga meninggal dunia. Sedangkan Imam al-Asy’ari dilahirkan di kota Bashrah, kemudian hijrah ke Baghdad dan menetap di sana sampai wafat.
Pendapat dan pemikiran mereka berdua mulai tersebar pasca meninggal dunia. Para murid merekalah yang membumikan ideologi Ahlusunah wal Jamaah. Mazhab Imam al-Asy’ari menyebar di Iraq pada tahun 380 H, selisih lima puluh tahun sesudah wafatnya Imam al-Maturidi. Sedangkan mazhab Imam al-Maturidi hanya tersebar di tanah airnya, yaitu di negara Transoxiana dan Asia Tengah.
Dr. Abdul Fattah al-Maghribi dalam kitab Imam Ahlusunah wal Jamaah al-Imam Abu Mansur wa ara’ahu al-Kalamiyah menjelaskan jumlah sisi perbedaan antara Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. Syekh al-Maqrizi memaparkan bahwa perbedaan antara keduanya sebanyak dua belas. Pendapat ini senada dengan pendapat Imam as-Subki. Beda halnya Imam al-bayadhi, ia berpendapat bahwa perbedaan antara keduanya berkisar sebanyak lima puluh.
Ali Abdillah | Annajahsidogiri.id