“Jadilah engkau pemimpin yang di taati, dan rakyat yang mentaati”. Demikian pepatah mengatakan. Namun hal itu bukan hal yang mudah untuk diterapkan. Karena semakin tinggi pangkat seseorang akan semakin mudah baginya untuk melakukan hal semena-mena dan semaunya tanpa mempertimbangkan keadaan orang lain. Oleh karena itu, usaha untuk memperbaiki hubungan antara pemerintah dan rakyat harus tetap ditegakkan dengan cara saling mengingatkan bila ada kesalahan dan saling menerima dengan hati yang lapang.
Baca Juga: Taat Pada Pemerintah
Cara pemimpin mengingatkan rakyat, tentu tidak sama dengan cara rakyat mengingatkan pemerintah. Kalau pemerintah bisa melakukan kekerasan ketika mengingatkan rakyat selagi disana ada maslahat, maka rakyat tidak bisa seenakya melakukan kekerasan ketika mengingatkan pemimpin. Berikut penjelasannya dan anjuran yang ada dalam Islam baik dalam al-Quran maupun hadis, untuk saling mengingatkan kepada pemerintah;
Pertama, firman Allah Swt:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa u dan Nabi Harun u) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia (Firaun) ingat atau takut”. (QS. Taha[20]:44)
Ayat di atas mengandung perintah untuk tetap mengingatkan pemimpin yang bersalah, namun cara mengingatkannya dengan lemah lembut, bukan menggunakan kekerasan.
Kedua, hadis Nabi Muhammad :
أفضلُ الجهادِ كلمةُ عدلٍ عند سُلطانٍ جائرٍ
“Jihad yang paling utama adalah menyuarakan kebenaran dihadapan pemimpin yang kejam”. (HR.Thabrani)
Syekh Ramadhan al-Buthi dalam kitab al-Jihadu fil-Islam Kaifa Nafhamuhu wa Kaifa Numarisuhu menjelaskan bahwa sama sekali hadis tersebut tidak membenarkan kita untuk bersikap keras terhadap pemimpin. Sebaliknya malah hadis tersebut menekankan keharusan tabah dengan perkataan yang lemah lembut dihadapan pemimpin yang kejam.
Baca Juga: Etika Suara Rakyat kepada Pemerintah
Ketiga, kriteria perkataan baik, Allah Swt berfirman;
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْناً
“Bertuturkatalah yang baik kepada manusia”.(QS. al-Baqarah [2]:83)
Menurut al-Imam al-Qurthubi, termasuk kategori perkataan yang lemah lembut bila mana tidak ada perkataan yang kasar sama sekali. Dalam tafsirnya beliau mengatakan;
قلت: القول اللين هو القول الذي لاخشونة فيه
“saya(Imam al-Qurthubi) berkata: al-qaulul-layyin adalah perkataan yang tidak kasar sama sekali”.
Jadi, mengaca pada bimbingan Allah Swt kepada Nabi Musa dan Nabi Harun berkata lemah lembut dihadapan pemimpin yang bejat, maka kita yang derajatnya jelas jauh dibawah Nabi musa dan Nabi Harun tidak perlu merasa benar saat mencaci-maki pemerintah dan tidak perlu membela diri jika masih ada orang yang peduli menegur. Dengan memegang teguh prinsip diatas maka kita akan lebih mudah untuk menjadi “Pemimpin yang ditaati atau rakyat yang mentaati”.
Muhlasin Sofiyulloh | Annajahsidogiri.id