Perdebatan bidah dan tidaknya perayaan maulid Nabi sudah banyak yang telah menulis dari para pemikir Islam. Bahkan, sahabat-sahabat yang aktif kajian Annajah Center Sidogiri (ACS) sudah banyak yang menulisnya. Pembaca bisa langsung berkunjung ke situs resmi ACS, annajahsidogiri.id, untuk membaca dalil-dalil keutamaan perayaan maulid Nabi.
Baca Juga: Memahami Hukum dan Sejarah Maulid Nabi
Kali ini penulis akan lebih konsentrasi membahas model perayaan maulid Nabi yang diingkari dan dipuji founding father Nahdlatul Ulama, KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Kita lebih sering menyebut beliau “Hadratusy-Syaikh”.
Hadratusy-Syaikh sendiri sangat serius mengingkari perayaan maulid Nabi yang tidak sesuai protokol syariat. Beliau sampai menulis sebuah kitab berjudul ‘At-Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat‘. Artinya, beberapa peringatan penting bagi orang yang merayakan maulid Nabi dengan kemungkaran.
Sebelumnya, Hadratusy-Syaikh bukanlah tipe ulama yang anti-maulid. Kitab tersebut, beliau tulis bukan untuk mengharamkan maulid Nabi. Namun untuk mengingkari kemungkaran yang biasa terselundupkan saat perayaan maulid Nabi. Terbukti, beliau menyebut bahwa maulid Nabi adalah perayaan mulia yang tidak pantas jika dengan kemaksiatan.
Awal kegelisahan Hadratusy-Syaikh adalah ketika ada seseorang yang menginformasikan kepada beliau, bahwa sekitar desa Sewulan, sebuah desa yang terletak kecamatan Dagangan kabupaten Madiun, terdapat perayaan kelahiran Nabi yang tercampur dengan perilaku haram, seperti campur baur laki-laki dan perempuan, pentas seni dengan alat musik yang haram, joget, permainan yang hampir menyerupai judi -bukan judi- dan laki-laki yang masih kanak-kanak berdandan menyerupai wanita.
Bagi Hadratusy-Syaikh, aktivitas semacam ini adalah perbuatan haram yang tidak bisa ditoleransi. Sangat tidak pantas bila dilakukan bersamaan dengan acara mulia, seperti maulid Nabi ini. Bagi Hadratusy-Syaikh, perbuatan hina seperti di atas yang dilakukan saat maulid Nabi adalah bentuk penghinaan kepada Nabi Muhammad dan merendahkan derajat agung Rasulullah. Karena cara tepat memuliakan Nabi adalah dengan adab yang pantas, bukan dengan perbuatan yang diharamkan Islam.
Baca Juga: Cinta dan Bahagia dalam Maulid Nabi Muhammad
Selanjutnya, ada dua sifat buruk yang Hadratusy-Syaikh sandarkankepada pelaku yang merayakan kelahiran Nabi dengan cara-cara yang Allah murkai:
Pertama, orang tersebut termasuk orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Beliau mengutip Hadis Nabi, “Semua umatku akan selamat, kecuali mujahirun“. Mujahirun adalah orang-orang yang terang-terangan melakukan maksiat dan mereka terancam tidak akan mendapat ampunan.
Kedua, mereka adalah orang munafik, karena tampaknya mereka merayakan kelahiran Nabi karena cinta dan memuliakan Nabi. Namun pada saat yang bersamaan mereka malah melakukan maksiat yang mengundang murka Allah.
Hadratusy-Syaikh juga mewanti-wanti agar hal sacam itu tidak dilakukan oleh para ulama, santri dan pelajar agama. Sebab, jika mereka latah ikut melakukan hal semacam itu, maka orang awam akan menduga bahwa merayakan maulid dengan perkara yang haram adalah perbuatan terpuji. Beliau juga meminta agar ulama terus aktif menegurnya.
Kegelisahan yang mendorong Hadratusy-Syaikh menulis kitab itu adalah hawatir perayaan maulid yang tercampur dengan kemaksiatan ini akan terus semakin luas. Bahkan, bisa jadi akan manjadi parah sebab generasi berikutnya dengan berbagai kemaksiatan yang lain.
Hadratusy-Syaikh juga menyarankan agar tetap merayakan kelahiran Nabi dengan tepat. Sesuai ajaran para ulama. Perayaan kelahiran Nabi yang tepat menurut beliau adalah berkumpul bersama, dengan mengisi pembacaan al-Qur’an secukupnya, membaca kisah hidup Nabi Muhammad, membaca maulid, lalu makan bersama. Jika perlu iringi tabuhan rebana, maka boleh saja kita lakukan. Namun dengan tetap sesuai norma-norma syariat.
Akhiran, pembaca bisa membaca argumen lengkap Hadratusy-Syaikh Hasyim Asy’ari tentang hal ini dalam kitab yang kami sebutkan. Wallahu a’alam.
Luthfi Abdoellah Tsani|Peneliti Annajah Center Sidogiri