Sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui bahwa para nabi sejak lahir sampai kewafatannya telah Allah sterilkan dari segala dosa dan maksiat, bahkan dari pekerjaan tercela. Allah berfirman:
وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَم (32)
“Sungguh telahku (Zulaikha) rayu dirinya, tapi Allah menjaganya”
Dari ayat di atas, menjelaskan cerita Nabi Yusuf u ketika dirayu oleh Zulaikha, ratu kerajaan Mesir kala itu. Akan tetapi, Allah menjaganya dari perbuatan yang tercela.
Syaikh Ibrahim al-Laqani, dalam kitab fenomenalnya; Tuhfatul-Murîd menyatakan bahwa kata ma’shûm diambil dari kata ‘ishmah yang secara bahasa bermakna perlindungan secara mutlak. Adapun secara syara’ adalah terjaganya orang mukalaf (nabi) dari kemaksiatan, bahkan mustahil melakukannya.
Baca Juga: Menemukan Tuhan ala Ummul-Barahin, Karya Imam Sanusi
Namun, banyak ayat-ayat al-Quran yang menceritakan sekilas bahwa nabi itu tidak maksum, bukan hanya satu dua ayat. Maka perlu kita bahas di sini agar tidak terjadi dalam diri kita ketidakmantapan diri dalam hal ini.
Di antaranya adalah ayat yang menceritakan ketika Nabi Ibrahim u menyikapi kaumnya yang menyembah matahari, binatang dan bulan. Yang berbunyi:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76)
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (78)
(سورة الأنعام)
“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata ‘Inilah Tuhanku’, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam (76) kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: ‘Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat’ (77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar’.
Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan’(78)
Ayat di atas jika kita pahami secara zahir, maka akan menimbulkan kesalahpahaman tentang kemaksuman para nabi, sebab Nabi Ibrahim u masih kebingungan tentang tuhan sebenarnya itu siapa.
Syekh Ali ash-Shabuni dalam kitabnya menyatakan bahwa, Nabi Ibrahim dalam ini bukan bingung mencari tuhannya, akan tetapi Nabi Ibrahim ingin menyatakan bahwa tuhan-tuhan yang disembah kaumnya itu salah.
Menurut beliau, perkataan ini merupakan hujah yang sangat kuat sebab bisa langsung membuat kaumnya berpikir bahwa tuhan-tuhan mereka itu lemah, hanya ada pada siang hari jika menyembah matahari, dan hanya ada pada malam hari jika menyembah bulan dan bintang.
Dalil
Bukti bahwa Nabi Ibrahim tidak syirik adalah ayat akhir di atas;
قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُون
“Dia berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan’(78)”
Kesimpulan dari keterangan di atas bahwa, Nabi Ibrahim u dijaga betul oleh Allah dari kesyirikan. Dan ayat di atas bukan berarti Nabi Ibrahim u itu syirik, tetapi itu bantahan yang sangat kuat dari Nabi ibrahim u untuk kaumnya.
Iszul Fahmi | Annajahsidogiri.id