Yatsrib (madinah) pra Islam adalah suatu tempat yang dihuni berbagai corak keyakinan, mulai dari Yahudi, Nasrani, dls. Pasca Islam pun, kaum yahudi tetap menjadi ancaman nyata bagi Nabi Muhammad di Madinah sehingga memaksa Nabi Muhammad ﷺ untuk membuat Piagam Madinah.
Sejarah ini yang kemudian oleh Geiger dibuat sebagai dalil bahwa Nabi Muhammad ﷺ meng-copy paste Taurat untuk menyusun Al-Quran yang ia tuangkan dalam buku yang berjudul “Apa yang Diambil Muhammad dari Yahudi”. Ia menambahkan, bahwa dalam Al-Quran secara literal banyak menggunakan bahasa Ibrani, seperti Tabut, Taurat, Jannatu ‘Adn (Eden), Jahannam (Gehinnom), Ahbar (habher), darasa, Rabbani, Sabt, Sakinat (Shekinah), Taghut, Furqan, Ma’un, Mathani (mishna), Malakut, dan lain sebagainya. Sehingga menurutnya, Al-Quran bukanlah kalam Tuhan, melainkan ciptaan Muhammad yang menjiplak Taurat. Hal ini juga ia coba buktikan dengan banyaknya cerita Bani Israil yang termuat dalam Al-Quran[1].
Baca Juga; Nabi Ibrahim; Sang Bapak Monoteisme
Maka jika kita simpulkan, Al-Quran bisa dikatakan tiruan taurat karena; pertama, Banyak menggunakan bahasa Ibrani yang merupakan bahasa taurat. Kedua, Banyak memuat kisah Bani Israil.
Lantas benarkah asumsi Geiger yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ menjiplak Taurat ?
Jelas asumsi ini salah besar. Hal itu sebab, catatan sejarah mengungkap, bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa yang bertahan hingga abad pertengahan sebagai bahasa liturgi Yahudi dan sastra rabinik. Selama hampir 2.000 tahun, bahasa ini punah. Namun, pada akhir abad ke-19 Masehi, para pegiat kebangkitan bahasa mulai menggunakan kembali bahasa Ibrani. Mereka mencapai hal ini dengan mengadaptasi bahasa kuno Taurat agar sesuai dengan kehidupan modern, dan akhirnya menjadi bahasa ibu semua orang Yahudi di negara Israel yang baru, yang didirikan pada tahun 1948 M[2].
Orang Yahudi menggunakan bahasa Ibrani Alkitab selama lebih dari 1.000 tahun hingga bangsa Romawi menghancurkan Bait Suci kedua mereka pada tahun 70 M. Setelah peristiwa itu, bahasa tersebut perlahan punah. Pada tahun 135—setelah kegagalan Pemberontakan Bar Kokhba—bahasa Ibrani pada dasarnya telah punah. Orang Yahudi yang tersisa di Israel terus menggunakan bahasa Ibrani dalam mempelajari Taurat, tetapi mereka hanya menggunakannya sebagai bahasa tertulis. Sehingga jika kita cermati pada zaman Nabi, bahasa ini tergolong sebagai bahasa yang punah. Maka tidak mungkin jika kemudian seorang Nabi menggunakan bahasa yang telah punah untuk kitab suci umatnya. Dari sini kita telah mencerna akan kerancuan dalil Geiger yang pertama yang mengatakan Al-Quran secara penulisan menggunakan bahasa Ibrani terlebih Allah ﷻ berfirman :
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ٢
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Kitab Suci) berupa Al-Quran berbahasa Arab agar kamu mengerti” (QS. Yusuf [12]: 2).
Baca Juga; Allah Bersumpah kepada Makhluknya
Sedangkan teks Al-Quran yang mirip dengan bahasa lain oleh ulama diarahkan kepada kesesuaian dua bahasa yang diistilahkan dengan muarrab.
Adapun dalil kedua Geiger juga rapuh. Sebab interaksi Nabi Muhammad ﷺ dengan orang Yahudi sangatlah singkat dan terbatas. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu Nabi Muhammad mampu menyerap kisah Bani Israil sedetail itu. Justru, narasi tersebut adalah wahyu ilahi yang diturunkan sebagai pelajaran bagi umat Islam, bukan hasil belajar atau tiruan.
Dengan demikian, klaim bahwa Al-Quran adalah tiruan Taurat sama sekali tidak berdasar. Sebaliknya, Al-Quran hadir sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, termasuk Taurat, sekaligus sebagai petunjuk yang universal bagi seluruh umat manusia.
Ahmadul Jawwad | Annajahsidogiri.id
[1] Abraham Geiger, Judaism and Islam, hal 41-72
[2] Wikipedia, Bahasa Ibrani































































