“Pada hari itu mereka saling menerima takziyah (ucapan bela sungkawa) dalam rangka mengenang terbunuhnya Husain di padang Karbala, mereka memakai pakaian serba hitam, mengiringi dengan isak tangis dan ratapan, meyobek serta menarik-narik baju dan menampari pipi. Mereka turun kejalan-jalan dalam sebuah pawai yang disebut Manakib Husainiyah, seraya meyakini arak-arakan tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kemudian berteriak histeris dengan suara melengking: “Ya Husain…Ya Husain..” sambil menggotong Kubah Husain yang terbuat dari kayu. Mereka menarik boneka kuda yang dihiasi, serta memeragakan kondisi Husain di Karbala. Sedangkan disela-saela acara ritual ini mereka memaki-maki Khulafaur rasyidin dan para sahabat.”
Penganut Agama Syiah yang lain mencambuki diri mereka dengan cambuk pisau, mereka mengklaim bahwa tradisi ini dilakukan untuk merasakan kepedihan yang diderita Husain bin Ali bin Abi Thalib, lalu apakah Rasulullah pernah mengajarkan demikian?
Dari Abdullah bin Masud, ia berkata, Rasulullah bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة
“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jahiliyah.” (HR. Bukhari Muslim).
Ketika kita melihat apa yang dilakukan oleh Rafidhah di hari Asyura, Tentu kita akan mendapati bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah ajaran Islam. Nabi begitu juga para sahabat tidak pernah mengajarkan meratap dan menyiksa diri ketika ada yang meninggal dunia seperti yang mereka lakukan untuk mengenang kewafatan Husain di padang Karbala. Padahal wafat Nabi harusnya lebih dihayati ketimbang kewafatan Husain.
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Setiap Muslim seharusnya bersedih atas terbunuhnya Husain karena ia adalah sayyid-nya (penghulunya) kaum muslimin, ulamanya para sahabat dan anak dari putri Rasulullah, yaitu Fathimah yang merupakan putri terbaik beliau. Husain adalah seorang ahli ibadah, pemberani dan orang yang murah hati. Akan tetapi, kesedihan yang ada janganlah dipertontokan seperti yang dilakukan oleh Syiah dengan tidak sabar dan bersedih yang dibuat-buat dan dengan tujuan riya. Padahal Ali bin Abi Thalib lebih utama dari Husain. Ali pun mati terbunuh, namun ia tidak diperlakukan dengan dibuatkan ma’tam (hari duka) sebagaimana hari kematian Husain.
Baca Juga: Tragedi Karbala Versi Sunni
Apalagi, kata Ibnu Katsir, beliau adalah sayyid (penghulu) cucu Adam di dunia dan akhirat. Allah telah mencabut nyawa beliau sebagaimana para nabi sebelumnya. Namun tidak ada satupun yang menjadikan hari kematian beliau sebagaimana ma’tam (hari kesedihan). Kematian beliau tidaklah pernah dirayakan sebagaimana yang dirayakan pada kematin Husain oleh kaum Syiah yang jahil”. Sedangkan menurut Ahlusunah, hal terbaik yang hendaknya diucapkan ketika terjadi musibah semacam ini adalah sebagaimana diriwayatkan dari Ali bin Al Husain, dari kakeknya Rasulullah, beliau bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَابُ بِمُصِيبَةٍ فَيَذْكُرُ مصيبته بَعْدَ أَرْبَعِينَ سَنَةٍ فَيُحْدِثُ لَهَا اسْتِرْجَاعًا إِلاَّ أَعْطَاهُ الله -عَزَّ وَجَلَّ- مِنَ الأَجْرِ عِنْدَ ذَلِكَ مِثْلَ مَا أُعْطِيَ يَوْمَ أُصِيبَ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah, lalu ia mengenangnya dan mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi rooji’un) melainkan Allah akan memberinya pahala semisal hari ia tertimpa musibah” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Demikian tercantum dalam kitab al-Bidayah wan-Nihayah.
Demikian kesesatan Syiah pada hari Asyura yang mereka lakukan untuk mengenang kewafatan Husain di padang Karbala . Kematian seseorang tidaklah diperingati dengan perayaan sesat seperti yang dilakukan oleh orang Syiah. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan Syiah.
Ulin Nuha | Annajahsidogiri.id