Pemikiran kaum liberalis telah memasuki sistem berbagai kelompok, begitu pula agama Islam. Sangat disayangkan, jika pemikiran kaum ini tetap meracuni tatanan agama Islam, dengan mempertimbangkan berbagai fakta yang telah nampak dikalangan masyarakat umum, seperti yang menimpa agama sebelah (Kristen). Berbagi upaya telah mereka kerahkan demi menghancurkan sistem mapan dalam agama Islam, salah satunya ialah menyuarakan asumsi bahwa syariat Islam tidak lagi relevan di zaman yang telah mengalami banyak perkembangan.
Bahkan, mereka juga berinisiatif untuk melakukan penafsiran ulang terhadap al-Quran, dengan mengatakan penafsiran ulama di masa lampau terlalu kuno dan tidak lagi layak untuk menjawab permasalahan di masa milenial. Akan tetapi, mereka juga memberikan solusi untuk masalah tersebut, yaitu menerapkan hermeneutika dalam memahami ayat suci al-Quran.
Namun, hal ini bukanlah sebuah solusi yang memecahkan sebuah masalah, melainkan sebuah tindakan yang akan memperkeruh keadaan dan memperbesar masalah tersebut. Hal ini dapat diketahui dengan meilhat sistem hermeneutika sendiri yang mengunggulkan posisi penafsiran daripada teks aslinya, sehingga apabila metode hermeneutika diapliksikan dalam memahami ayat suci al-Quran akan menghilangkan nilai otoritas dari al-Quran itu sendiri, dan ini merupakan sebuah kesalahan tiada bandingan.
Kemudian, eksistensi metode hermeneutika sendiri pernah tersinggung dalam firman Allah ﷻ:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ اَهْوَاۤءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ
“ Seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, niscaya binasalah langit dan bumi” (QS. al-Mukmin [71]: 23).
Sebagaimana keterangan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas menjelaskan tentang sifat lemah yang dimiliki oleh seorang hamba, serta kesalahan pemikiran yang berasal dari hawa nafsu belaka. Hal ini mirip sekali dengan hermeneutika, di mana sumber pondasi yang mendasari berasal dari hawa nafsu kaum liberalis.
Berbeda dengan para ulama ahli tafsir, yang sanad keilmuannya sambung dengan Nabi Muhammad ﷺ dan steril dari campur aduk hawa nafsu. Mengenai tuduhan miring liberalis yang memvonis hilangnya nilai relevansi Islam di masa sekarang, disebabkan kebodohan mereka terhadap ajaran Islam secara keseluruhan. Karena jika seseorang memahami ajaran Islam secara maksimal, maka akan mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap ajarannya. Semisal, perintah untuk menunaikan zakat yang memiliki nilai kepedulian antar sesama kaum muslim, larangan mengonsumsi khamar (dan minuman yang dapat memabukkan), karena dianggap dapat membahayakan kesehatan.
Jika liberalis hendak mempermasalahkan perkara yang tidak dapat dinalar oleh akal, maka ia telah berusaha untuk melampaui batas yang dimiliki oleh akalnya, dan hal yang memaksakan hanya akan menghasilkan sebuah kehancuran semata. Hal ini melihat adanya nilai hikmah yang tidak diketahui oleh para manusia, sebagaimana perkataan Syekh Ibnu Qayyim al-Jauzi dalam salah satu kitabnya yang berjudul I’lam al-Muwaqi’in:
فَإِنَّ الشَرِعَةَ مَبْنَهَا وَأَسَاسُهَاعَلَى الحِكَمِ َومَصَالِحِ العِبَادِ فِيْ المَعَاشِ وَالمَعَادِ
“Syariat Islam dibagung atas pondasi hikmah dan kemaslahatan manusiadi dunia dan diakhirat.”
Cahya Nurul Laka | AnnajahSidogiri.id