Seandainya saja Nabi Adam tidak memakan buah terlarang ketika ada di surga, niscaya kita semua berada di surga saat ini. Ucapan ini sangat berbahaya kita lontarkan, karena akan mengurangi reputasi Nabi Adam sebagai Nabi Allah yang wajib dijaga dari dosa kecil maupun besar (maksum). Kita wajib meyakini bahwa semua nabi Allah adalah maksum.
Baca Juga: Nabi Ibrahim bukan Pembohong
Pada hakikatnya Nabi Adam tidak bermaksiat sebab memakan buah terlarang, karena waktu itu Nabi Adam dalam keadaan lupa. Sebagaimana ayat al-Quran:
[طه: 115] { وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا }
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (QS. Thaha [20]: 115)
Sebab lupa, maka kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Adam tidak dapat merusak reputasi beliau sebagai nabi yang terjaga dari dosa (maksum). Hal ini dapat kita perjelas dengan mengemukakan maksud dari kata “nasiya” pada ayat di atas. Namun, sebab Nabi Adam adalah seorang nabi yang luhur derajatnya dan agung martabatnya, maka hal itu dianggap sebagai sebuah kesalahan. Inilah yang dimaksud dengan konsep hasanatul-abrâr sayyi’atul muqarrabîn. (Lihat: Jâmi’ul-Ahkâm al-Qur’ân, XII/255).
Baca Juga: Malaikat Lebih Berhak Menjadi Nabi, Benarkah?
Sedangkan hikmah diturunkannya Nabi Adam ke bumi kemudian bertaubat adalah menambah beliau dalam makrifat kepada Allah, takut kepada-Nya, mendapat pahala dan derajat di sisi-Nya. (Lihat: Jauharatut-Tauhîd, hlm 153)
Adapun mengenai pernyataan orang yang mengatakan bahwa kita saat ini mestinya berada di dalam surga andai Nabi Adam tidak memakan buah terlarang, maka hal itu cukup kita jawab berdasarkan hadis berikut ini:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَّ آدَمُ وَمُوسَى فَقَالَ لَهُ مُوسَى يَا آدَمُ أَنْتَ أَبُونَا خَيَّبْتَنَا وَأَخْرَجْتَنَا مِنَ الْجَنَّةِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ يَا مُوسَى اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلَامِهِ وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ أَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي بِأَرْبَعِينَ سَنَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Musa berdebat dengan Adam. Musa berkata, ‘Engkau yang mengeluarkan kami dan keturunanmu dari suga!’. Nabi Adam menjawab, ‘Hai Musa! Engkau telah dipilih Allah dengan risalah serta kalam-Nya. Apakah engkau mencelaku atas perkara yang telah ditakdirkan Allah untukku, 40 tahun sebelum menciptakanku?’ Kemudian Nabi bersabda: “Nabi Adam pun (mengalahkan) Musa dalam debat, ”. (HR. Muslim)
Dari hadis ini, sudah sangat jelas bahwa Nabi Adam u dikeluarkan dari surga semata-mata karena keputusan yang telah ditakdirkan oleh Allah. Di samping itu, dalam surah al-Baqarah ayat 30 disebutkan:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [البقرة: 30]
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Sudah sangat jelas dari ayat ini bahwa tujuan Allah menciptakan Nabi Adam tiada lain sebagai khalifah di muka bumi ini. Wallâhu a’lam bish shawâb.
Bagus Zuhdi | Annajahsidogiri.id