Sebuah ideologi bisa diterapkan dalam suatu negara tidak akan lepas dari campur tangan pemerintah (penguasa) pada masa tersebut. Karena dengan adanya campur tangan penguasa ideologi bisa sukses mempengaruhi masyarakat yang ada di negara tersebut. Sebagaimana pada masa Khalifah Abasiyah yang bernama al-Manshur. Beliau menjadikan ideologi Muktazilah sebagai ideologi resmi negara dengan pokok ajaran menganggap al-Quran makhluk. Sehingga, Muktazilah lebih dominan dalam ranah dakwah daripada Ahlusunah wal Jamaah.
Baca Juga: Liberalisme Berkedok Kebebasan Berpikir
Begitu pula Indonesia. pada masa awal berdirinya negara ini, para ulama berjuang menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Hanya saja dari kalangan yang anti Islam tidak menghendakinya. Memang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini terdiri dari beberapa kalangan dari para ulama, kaum nasionalis sampai orang non-muslim. Dan akhirnya para ulama mengalah sebab mereka mengancam akan memisahkan diri. Lalu ditetapkan, bahwa negara Indonesia menggunakan sistem demokrasi.
Pada masa orde baru yang dimotori Presiden Soeharto tepatnya pada tahun 1970 M, Indonesia dikejutkan oleh celotah Nurcholis Madjid yang berbunyi, “Islam Yes, Partai Islam No?” Hal ini membuat para ulama banyak yang menanggapi perkataan tersebut. Nurcholis Madjid atau yang akrab dipanggil Cak Nur ketika itu baru datang dari menjalani studi doktoral di Universitas Chicago Amerika Serikat. Dia membawa ideologi baru yang bernama liberal yang memaksa dimasukkan ke dalam Islam. Cak Nur tidak sendirian, dibarengi beberapa rekannya dia memunculkan ide-ide pembaharuan pemikiran Islam dengan cara berpikir sebebas-bebasnya.
Harun Nasution juga termasuk pengusung Islam liberal pada masa orde baru. Sepulangnya ke Indonesia dia diangkat menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah oleh menteri agama pada masa itu Mukti Ali. Keduanya sama-sama lulusan Universitas McGiil, Kanada. Harun Nasution inilah yang meliberalkan IAIN yang pada mulanya berkurikulum sebagaimana pesantren, lalu dimasukkan paham-paham liberal. Setelah era reformasi Islam liberal semakin menjadi-jadi. Pada tahun 2001 Ulil Abshar Abdalla mendirikan Jaringan Islam Liberal (JIL). Dari sini muncul pemikir-pemikir liberal salah satunya Luthfy Assyaukani.
Baca Juga: Lima Karakteristik Islam Liberal
Fakta menunjukkan, sampai hari ini kaum liberalis kebanyakan jebolan dari IAIN. Karena setelah lulus dari IAIN dianjurkan untuk meneruskan studinya di Barat bukan di Timur-Tengah. Toh meskipun belajar di Timur-Tengah tidak pasti menjadi benar.
Masuknya Islam liberal memang tidak lepas dari sokongan pemerintah. Orde Baru yang bisa dikatakan anti Islam mencoba menghancurkan Islam dari dalam dengan perlahan. Apalagi ditambah era Reformasi yang memberikan undang-undang kebebasan berfikir.
M Nuril Ashabi Luthfi | Annajahsidogiri.id
Comments 0