Dalam sebuah hadis riwayat Sayyidah Aisyah tentang sihir, beliau menceritakan:
سُحِرَ رَسُوْلُ الله حَتَّي اِنَّهُ لَيَخَيَّلُ اِلَيْهِ اِنَهٌ فَعَلَ الشَّيْىء وَمَا فعَلَهُ
“Nabi tersihir hingga berkhayal seakan dia melakukan apa yang belum dia lakukan.” (HR. Bukhori,)
Dari hadis tersebut, sebagian ulama, termasuk Imam Qodi Iyadh dalam kitabnya as-Syifa’ berpendapat bahwa Nabi Muhammad terkena sihir dan berpengaruh pada psikologisnya, sehingga fisik beliau lemah, begitu juga kehilangan daya ingat. Oleh karenanya, beliau melanturkan perkataan yang salah dan tidak rasional. Apakah tragedi demikian dapat dibenarkan? Lantas, bagaimana dengan kemaksuman para nabi? Kita sudah tahu, nabi sudah dapat jaminan kemaksuman dari Allah yaitu terjaga zahir dan batin mereka dari perkara yang dilarang walaupun hanya makruh atau khilaful aula, terkadang terlanjur melakukan dosa kecil seperti lupa atau keliru tapi pasti Allah langsung meluruskan mereka sebagaimana termaktub dalam kitab Tuhfatul-Murid. Lantas, bagaimana dengan sihir?
Baca Juga: Hakikat Sifat Kemanusiaan Nabi Ayyub
Bahwa sihir yang berpengaruh pada nabi adalah satu penyakit biasa yang maklum terjadi pada manusia. Kejadian tersebut tidak merusak label kemaksuman yang telah terjamin apalagi sampai hilang, yang pada akhirnya sulit diterima dakwah mereka jika tidak maksum. Syaikh Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Zaad al-Maad mengatakan:
قاَلَ اِبْنُ القَيِّم: السِّحْرُ الَذِّي أَصَابَهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وسلم كَانَ مَرَضًا مِنَ الأَمْرَاضِ عَارِضًا شَفَاهُ الله مِنْهُ، وَلَا نَقْص فِيْ ذَلِكَ وَلَا عَيْب بِوَجْهٍ مَا، فَإِنَّ المَرَضَ يَجُوْزُ عَلَى الأَنْبِيَاء، وَكَذَلِكَ الإِغْمَاء، فَقَدْ أُغْمِيَ عليه صلى الله عليه وسلم فِيْ مَرَضِهِ (متفق عليه،
Ibnu Al-Qayyim mengatakan, “Sihir yang menimpa Nabi SAW adalah bentuk dari sakit-sakit pada umumnya yang Allah sembuhkan, tidak mengurangi dan membuat cacat kemuliaannya, karena pada dasarnya sakit boleh saja menimpa para nabi termasuk pingsan, Nabi SAW pernah pingsan ketika sakit.”
Penyakit yang menyerang baginda nabi itu sudah hal lumrah yang terjadi pada nabi karena beliau juga manusia tidak sampai mencacatkan kebenaran beliau, itu hanya penghalang bagi beliau berupa kelemahan fisik sebagaimana manusia yang tertera dalam kitab al-Insân Bainas-Sihr wal-Ain wal-Jan karangan Imam Zuhairi.
Ulama lain berpendapat (qila) bahwa hadis tersebut hanya sebatas halangan biasa yang tidak melemahkan kesehatan beliau. Begitu juga lisan dan anggota tubuh yang lain, tidak mencacatkan jati diri beliau, apalagi sampai mengenai batin atau hatinya. Hal itu mustahil terjadi. Kejadian ini sifatnya yaitu sakit atau sihirnya adalah termasuk perkara dunia tidak menyinggung pada perkara agama yakni dalam menyampaikan risalahnya sebagaiaman perkataan Syaikh Abu Umar Muhammad bin Abdul Malik dalam kitab Mausûatu-Raddil-‘Ulamâ ‘alal-Malâhidati wal-Juhalâ’ dijelaskan bahwa penjagaan ini dari sisi penjagaan terhadap risalah sebagaimana firman Allah :
( يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ )
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. al Maidah: 67)
Walhasil, sihir yang berpengaruh pada jiwa beliau secara zahir batin tidak mencacatkan kemaksuman yang terjamin oleh Allah. Akibatnya jika tidak maksum risalah yang dibawa olehnya masih diragukan. Beliau terkena demikian karena beliau juga manusia.
Abil Mohammad | Annajahsidogiri.id