Pembagian tauhid menjadi tiga (Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma’ wash-Shifat), kerap menjadi perbincangan. Masalahnya, semua orang, bahkan yang kafir sekali pun dianggap bertauhid. Namun, pihak yang pro-trinitas tauhid ini masih mempertanyakan, letak kesalahan pembagian itu di mana?
Sebelum membahas, kita tampilkan dulu apa kehendak mereka membagi tauhid menjadi tiga. Ibnu Taimiyah dalam kitab Manhajus-Sunnah menanggapi akidah kebanyakan orang Islam. Beliau menyatakan:
BACA: Trilogi Tauhid Salafi Wahabi
وأخرجوا من التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله وصفاته ولم يعرفوا من التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وربه وهذا التوحيد كان يقر به المشركون الذين قال الله عنهم ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله (سورة لقمان) وقال تعالى قل من رب السموات السبع ورب العرش العظيم سيقولون الله الآيات ((سورة المؤمنون) وقال عنهم ومايؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون (سورة يوسف). قال طائفة من السلف يقول لهم من خلق السماوات والأرض فيقولون الله وهم مع هذا يعبدون غيره وإنما التوحيد الذي أمر الله به العباد هو توحيد الألوهية المتضمن لتوحيد الربوبية بأن يعبد الله وحده لا يشركون به شيئا
“Mereka telah mengeluarkan bagian dari tauhid seperti tauhid Ilahiyah dan menyatakan adanya hakikat nama-nama Allah dan sifat-Nya. Mereka tiada mengetahui tauhid kecuali hanya tauhid Rububiyyah saja yaitu pengakuan bahwa Allah Swt adalah Pencipta segala sesuatu. Tauhid ini juga diakui oleh kaum kafir dimana Allah Swt berfirman tentang mereka : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab “Allah” (QS. al-Ankabut: 61. Allah Swt juga berfirman “Katakanlah: “Siapakah Yang Mempunyai langit yang tujuh dan Yang Mempunyai ‘Arsy yang besar? Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah Swt”. (QS. al-Mukminun: 86-87) dan juga firman Allah Swt: “Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah Swt melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah Swt (QS. Yusuf : 106). Sekelompok ‘Ulama salaf berkata: “Allah Swt bertanya kepada mereka: “Siapa yang menciptakan langit dan bumi”. Mereka menjawab: “Allah Swt”, namun dalam keadaan demikian mereka juga masih menyembah selain Allah Swt dan tauhid yang Allah Swt perintahkan kepada hamba-Nya hanyalah tauhid Uluhiyyah yang juga mengandung tauhid Rububiyah dengan cara hanya menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun”
Beliau menegaskan akidah yang dianut mayoritas orang Islam selevel dengan tauhid orang kafir. Sama-sama meyakini tauhid rububiyah, tetapi tidak meyakini tauhid uluhiyah. Jelas dari sana, golongan pembagi tauhid menegaskan bahwa orang kafir juga meyakini tauhid. Meski pun tauhid rububiyah.
Bagaimana pun, orang kafir tetaplah kafir. Tidak bertauhid. Al-Quran mengisahkan, para rasul terdahulu mengingkari bahwa orang kafir bertauhid.
Ayat al-Quran
Tercatat, Nabi Ibrahim menentang rab yang diyakini orang kafir, dengan pernyataan:
قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنّ
“Nabi Ibrahim ‘as berkata : “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya” (QS. al-Anbiya: 56)
أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا
“Apakah kamu hendak membantah tentang Allah Swt padahal sesungguhnya Allah Swt telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah Swt kecuali di kala Tuhanku (Rabbi) menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu… ” (QS. al-An’am : 80)
Dari ayat tersebut, sangat jelas penentangan Nabi Ibrahim kepada rab-nya orang kafir. Jelas, orang kafir tidak bertauhid rububiyah.
Dalam al-Quran juga disebutkan pernyataan Fir’aun:
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
“Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (Q.S. an-Nazi’at : 24)
Pertanyaan besarnya, akankah pengikut Fir’aun bertauhid rububiyah, wong, di sana malah Fir’aun sendiri yang mengaku rab?
Memahami Rububiyah dengan Benar
Bila memaksakan rububiyah terpisah dari uluhiyah tidak bisa, maka teranglah permasalahan. Uluhiyah dengan rububiyah sama saja. Tidak ada perbedaan sama-sekali. Keduanya muradif.
Bukti jelas di sini ialah saat Allah membuat perjanjian di alam ruh. Allah tidak memakai kata ilah, melainakn memakai rab.
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذا غَافِلِينَ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan)” (QS. al-A’raf : 172)
BACA: Ust. Fauzan Imron; Membedah Pembagian Tauhid ala Wahabi
Begitupula saat pertanyaan malaikat di alam kubur. Mungkar-Nakir tidak memakai kata man ilahaka, melainkan menanyakan mar rabbuka. Andai berbeda, dan orang kafir bertauhid rububiyah, malaikat tidak akan menanyakan mar rabbuka. Bukankah Ibnu Taimiyah sendiri yang menyatakan bahwa tauhid rububiyah tidak mencukupi iman seseorang? Beliau dalam Risalah Ahlus-Suffah menyatakan:
توحيد الربوبية وحده لا ينفى الكفر ولا يكفى
“Tauhid Rububiyyah semata tidaklah menghilangkan kekufuran dan tidaklah memadai”
Kalau memang belum cukup, ngapain malaikat bertanya man rabbuka? Sia-sia, kan?
Pertanyaan malaikat itu berfungsi untuk membedakan mana orang beriman dan mana yang tidak. Pertanyaan man rabbuka menjadi bukti nyata, bahwa sebanarnya tauhid rububiyah itu sudah cukup, dan tidak ada bedanya dengan uluhiyah. Wallahua’lam!
Muhammad ibnu Romli | annajahsidogiri.id