Definisi khalîfah jika dinisbatkan kepada Rasulullah adalah: pengganti Rasulullah setelah beliau wafat. Dengan dakwah yang bersemangat itu, sampai-sampai Indonesia ada yang ikut andil dalam meneriakkan khilafah.
Dalam kitab Târikhul-Madzâhib al-Islâmî, Imam Abû Zuhrah mengatakan:
وَ وُجُوبُ إِقَامَةِ خِلَافَة دِيْنِيَة مَصْلَحِيَة تقِيْمُ العَدْل تَمْنَعُ الظُلْمَ هُوَ أَمْرٌ اِتَّفَقَتْ عَلَيْهِ المَذَاهِبُ السِيَاسِيَة فِي الإِسْلَام.
Artinya: ”Kewajiban menegakkan khilafah keagamaan, yang menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh kelompok-kelompok politik Islam.”
BACA: NKRI Menurut Habib Mohammad Baharun
Sejenak kita angan-angan bersama, khilafah memang harus kita tegakkan, agar mendapatkan kemenangan Islam layaknya dinasti Umawiyah pada masa Umar bin Abdul Aziz dan Harun ar-Rasyid pada masa Abbasyiyah. Atau pada masa kejayaan Irak pada masa al-Mutawakil. Namun apakah benar Khilafah adalah solusinya? Ditambah lagi fase kehidupan menurut Islam ada 5 fase; Pertama, masa kenabian yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad (selama 23 Tahun). Kedua, fase khalifah yang sesuai dengan manhaj an-nabawiyah, yang dipimpin oleh Khulafâ’ ar-Râsyidûn (selama 30 Tahun). Ketiga, dan keempat, fase kerajaan yang diktator dan orator. Dan yang kelima, kembali pada fase pertama yaitu fase kenabian. Apakah kita harus mengangkat satu imam, untuk memimpin dunia ini, seperti di zaman Rasulullah?
Menurut pandangan kelompok khilafah, dalam pengangkatan imam, terlebih dahulu merebut kekuasaan, kemudian mengubah sistem kenegaraan dari sekuler menjadi khalifah, kemudian memperbaiki masyarakat melalui mesin kekuasaan. Dengan ini mereka memperbuat poeple power, dan menggulingkan pemimpin di daerah itu. Maka seakan-akan, kelompok khilafah keluar dan memberontak akan susunan yang telah diresmikan di suatu negara.
Ayat al-Quran
Allah berfirman dala Al-Qur’an yang berbunyi:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (الأنعام 129)
Artinya:” Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang dzalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”
Syekh Fahkhruddin ar-Razi, dalam tafsirnya mengatakan bahwa ketika rakyat berada dalam kezaliman, maka Allah akan menjadikan pemimpin yang zalim yang sama dengan rakyatnya. Maka menurut para ulama, perjuangan itu harus dimulai dari masyarakat dengan menyebarkan pendidikan keagamaan, baik secara ilmiah, maupun amaliah. Sehingga terbentuklah individu yang akan menciptakan kesalehan sosial.
BACA: Khilafah Tanpa Menafikan Eksistensi Negara Modern
Coba kita perhatikan pendapat Imam Abu Jakfar al-Thahawi dalam kitab aqidahnya mengatakan bahwa dilarang keras bagi penduduk daerah memisah diri atau keluar dari pimpinan yang telah diresmikan oleh masyarakat. Berlandaskan hadis Rasulullah yang berbunyi;
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Artinya; “Barangsiapa yang membenci terhadap pimpinannya, maka bersabarlah, sebab bila ia keluar dari pemimpin, lalu mati, maka dia mati dalam keadaan Jahiliyah” (H.R Muslim).
Lalu wajibkah kita berteriak khilafah sebagai sistem kenegaraan? Syekh al-Haramain menyebutkan dalam kitabnya “Giyatsul-Umam fit-Tiyah al-Dzulam”, bahwa mengangkat imam hukumnya wajib jika mampu. Bahkan ada yang mengatakan tidak wajib.
Iszul fahmi | Annajahsidogiri.id