Syekh Ahmad al-Marzuqi berpesan kepada kita, khususnya orang mukalaf, untuk makrifat terhadap akidah lima puluh. Akidah lima puluh meliputi: 20 sifat “wajib” kepada Allah, 20 sifat mustahil kepada Allah, 1 sifat jaiz kepada Allah, 4 sifat “wajib” kepada rasul-Nya, 4 sifat mustahil kepada rasul-Nya, 1 sifat jaiz kepada rasul-Nya. Beliau menekankan makrifat dengan dawuh-nya:
وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ ۞ مِنْ وَاجِـبٍ ِللهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـةْ
“Waba’du, ketahuilah bahwa (orang mukalaf) wajib mengetahui 20 sifat yang wajib kepada Allah.”
Beliau sangat mewanti-wanti kepada kita agar makrifat kepada sifat Allah dan rasul-Nya, sebab hanya dengan makrifatlah keimanan kita tidak diperselisihkan ulama. Imam al-Baijuri mengelompokkan keimanan seseorang menjadi enam kategori.
Tentu, dari keenam kategori di atas, hanya satu yang keabsahan imannya disepakati ulama, yakni makrifat. Sedangkan berikutnya, ialah taklid. Keimanan tanpa berpikir (nadzar) ini masih diperselisihkan ulama perihal keabsahan imannya. Jumhur berpendapat tidak cukup, sedangkan selain jumhur mengatakan cukup. Hal ini tertuang dalam Syarh Ummul-Barâhîn (57) Imam as-Sanusi:
وَذَهَبَ غَيْرُ الْجُمْهُوْرِ إِلَى أَنَّ النَّظْرَ لَيْسَ بِشَرْطٍ فِى صِحَّةِ الْاِيْمَانِ بَلْ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ أَصْلًا واِنَّمَا هُوَ مِنْ شُرُوْطِ الْكَمَالِ فَقَطْ
“Selainjumhur berpendapat bahwa nadzar bukanlah tergolong syarat keabsahan iman, melainkan syarat penyempurna saja.”
Syarh Ummul-Barâhîn (57)
Empat kelompok sisanya, ulama sepakat akan kekafirannya. Imam al-Baijuri dalam Tahqîqul-Maqam (37) menjelaskan:
هَذَا بَعْضُ مَفْهُوْمِ الْمَعْرِفَةِ وَبَقِيَ الظَّنُّ وَالشَّكُ وَالْوَهْمُ وَالْجَزْمُ الَّذِيْ لَمْ يُطَابِقْ الْوَاقِعَ وَحُكْمُهَا أَن َّ الْمُتَّصِفَ بِهَا كَافِرٌ إِجْمَاعًا فَيَخْلُدُ فِي النَّارِ
“Ini merupakan sebagian pengertian dari makrifat. Sisanya, dzan, syak, waham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ulama sepakat bahwa orang yang memiliki sifat seperti itu kafir, serta kekal dalam neraka.”
Tahqîqul-Maqam (37)
Bila kita perinci keenam tingkat keimanan seseorang, keenam keimanan tersebut terbagi menjadi dua. Ada orang yang yakin seratus persen, ada pula yang tidak.
Keyakinan seratus persen ini terbagi menjadi dua. Pertama, keyakinan mereka berdasarkan dalil, ini yang dengan makrifat. Kedua, keyakinan tanpa berdasarkan dalil, ini terbagi lagi menjadi dua:
Pertama, keyakinan mereka benar, atau yang kita kenal dengan taklid. Kedua, keyakinan mereka salah, orang semacam ini termasuk jahl murakkab. Sebagaimana tertuang dalam Fathul-‘Allam Syarh ‘Aqîdatul-Awam karya Syekh Dr. Hisyam Kamil Hamid Musa:
وَالْجَزْمُ الَّذِى لَا يُطَابِقُ الوَاقِعَ أَوْ لَا يُوَافِقُهُ يُسَمَّى جَهْلًا مُرَكَّبًا. كَمَنْ يَدَّعِي أَنَّ هُنَاكَ إِلَهًا غَيْرَ اللهِ
“Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan itu adalah jahl murakkab, seperti seseorang yang meyakini bahwa ada tuhan selain Allah”.
Fathul-‘Allam
Sedangkan kelompok yang keyakinannya tidak seratus persen, terbagi menjadi tiga: syak (ragu), wahm (dugaan lemah), dan dzan (dugaan kuat).
Imam al-Baijuri menerangkan tingkatan ini dalam Tahqîqul-Maqam (37)
وَالْحَاصِلُ أَنَّ الْأُمُوْرَ سِتَّةٌ: لِأَنَّ الشَّخْصَ إِمَّا أَنْ يَجِدَ فِي نَفْسِهِ الْجَزْمَ بِذَلِكَ الْحُكْمِ أَو غَيْرِهِ
وَالْأَوَّلُ: إِمَّا عَنْ دَلِيْلٍ وَيُسَمَّى مَعْرِفَةً أَوْ لَا وَيُسَمَّى اِعْتِقَادًا وَهُوَ إِمَّا صَحِيْحٌ وَيُسَمَّى تَقْلِيْدًا أَوْ فَاسِدًا وَيُسَمَّى جَهْلًا مُرَكَّبًا
وَالثَّانِي: إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ بِرَاجِحِيَّةٍ وَيُسَمَّى ظَنًّا أَوْ بِمَرْجُوْحِيَّةٍ وَيُسَمَّى وَهْمًا أَوْ بِمُسَاوَاةٍ وَيُسَمَّى شَكًّا
“Walhasil, bahwa tingkatan keyakinan itu ada enam, lantaran seseorang itu ada yang memiliki keyakinan 100% ada yang tidak.
Pertama (seseorang yang berkeyakinan penuh), adakala berdasarkan dalil, ini adalah makrifah. Apabila tidak berdasarkan dengan dalil itu adalah keyakinan, dan keyakinan ada yang benar ada yang tidak. Yang benar dinamakan dengan taklid. Ada pula keyakinan yang salah, ini dinamakan dengan jahl murakkab.
Kedua (mereka yang tidak memiliki keyakinan penuh), ada kala dia memiliki dugaan kuat, ini dinamakan dzan. Ada pula memikliki dugaan lemah, ini dikategorikan wahm. Ada yang berupa keraguan, ini dinamakan syak.”
Tahqîqul-Maqam (37)
Seyogyanya dalam urusan keimanan kita berada di posisi paling aman, agar terhindar dari klaim kekal di neraka. Imam as-Sanusi menjelaskan dalam mukadimah Syarah Ummul-Barâhîn (14):
وَبَعْدُ فَأَهَمُّ مَا يَشْتَغِلُ بِهِ الْعَاقِلُ الْلَبِيْبُ فِي هَذَا الزَّمَانِ الصَّعْبِ أَنْ يَسْعَى فِي مَا يُنْقِذُ بِهِ مَهْجَتَهُ مِنَ الْخُلُوْدِ فِى النَّارِ
“Waba’du, kesibukan yang paling penting dikerjakan oleh orang berakal dan bijak pada zaman yang kompleks ini ialah berusaha dalam perkara yang bisa menyelamatkan hati mereka dari kekal dalam neraka.”
Syarah Ummul-Barâhîn (14)
Empat golongan terakhir, ulama telah sepakat bahwa mereka kekal di neraka. Taklid, masih menjadi perselisihan ulama. Hanya satu yang paling aman, yakni makrifat.
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id