Hujjat al-Islam Zain al-Din al-Imam al-Ghazali, seorang tokoh besar dalam sejarah Islam. Beliau dikenal sebagai seorang ulama intelektual dan filsuf yang memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang dari aqidah, filsafat, fikih hingga tasawuf.
Memiliki kecerdasan dan kedalaman spiritual, perjalanan hidup yang beliau tempuh, mencerminkan pencarian yang tak pernah berakhir. Kehidupannya merupakan contoh bagaimana iman dan akal budi dapat saling melengkapi dalam memahami kompleksitas kehidupan dan agama.
Dengan adanya biografi ini, penulis mengajak pembaca untuk lebih mengenal beliau, bermulai dari yang berkaitan dengan tempat beliau dilahirkan, rihlah ilmiahnya, dan hal lainnya.
Nama, Nasab, Kunyah, Lakab dan Kelahiran
Beliau bernama lengkap Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Thûsi al-Ghazâlî al-Syâfi‘i. Beliau dilahirkan di Tus pada tahun 450 H, meskipun Ibnu Khallikan menyebutkan bahwa beliau lahir pada tahun 451 H.[1]
Perdebatan menarik masih berlangsung mengenai arti lakab al-Ghazali yang beliau sandang. Banyak ulama yang menulis biografi beliau, men-tasydid huruf zai karena dinisbatkan kepada ayahnya yang bekerja sebagai pemintal wol. Ada juga yang mengatakan bahwa huruf tersebut direduksi menjadi zay tanpa tasydid.
Selain itu, ada pendapat yang menyebutkan bahwa nama beliau berasal dari Ghazala, salah satu desa di Tus.[2] Bahkan, ada pula yang mengaitkannya dengan putri Ka’ab al-Ahbar. Namun, dari semua pendapat tersebut, pandangan pertama adalah yang paling sering disebut di kalangan penulis sejarah.
Kehidupan dan Rihlah Ilmiah
Al-Imam al-Ghazali dibesarkan di bawah asuhan ayahnya. Ayah beliau merupakan orang miskin yang saleh. Dia memenuhi kebutuhan hidupnya hanya dari apa yang ia peroleh dari pekerjaan memintal wol.
Meskipun begitu, beliau kerap berkunjung ke ulama khususnya ahli fiqih, menghadiri dakwah mereka dan mempunyai kebiasaan berdoa kepada Allah untuk memberinya seorang putra yang menjadi fuqaha, maka Allah pun mengabulkan doa beliau.[3] Sehingga beliau mempunyai putra yang bernama Muhammad yaitu Imam al-Ghazali yang merupakan salah satu ulama yang terkenal dalam bidang fikih.
Kemudian beliau berangkat bersama rombongan santri ke Nishapur, dan ber-mulazamah dengan al-Imam Haramain al-Juwainy. Beliau bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu hingga beliau menguasai Madzhab Syafii, Ilmu Khilâf (perbedaan pendapat), Jidâl (perdebatan), Ushul, Manthiq dan Filsafat.
baca juga : Benarkah nabi wafat tanggal 12
Beliau mampu melampaui rekan-rekannya, dan menjadi orang yang paling berwawasan luas pada masanya dalam waktu singkat. Hal ini terjadi ketika di masa al-Imam al-Haramain al-Juwaini, bahkan sampai setelah gurunya meninggal.
Lalu, beliau meninggalkan Nishapur menuju kamp (al-maaskar) dan di sana bertemu dengan majelis dewan menteri Nidzam al-Mulk yang merupakan majelis perkumpulan ulama. Beliau mendapatkan penyambutan dan penghormatan dari sang menteri disana, sehingga beliau ditunjuk untuk mengajar di sekolah Nidzamiyah di Bagdad pada tahun 484 H.[4]
Beberapa tahun kemudian, beliau memutuskan untuk fokus pada uzlah dan pergi ke Baitullah untuk menunaikan haji. Hal ini terjadi pada bulan Dzul-Qa’dah tahun 488 H[5]. Setelah itu, beliau memasuki Damaskus dan tinggal di sana untuk sementara waktu sebelum pindah ke Baytulmaqdis. Beliau berdiam di Baytulmaqdis selama beberapa waktu, kemudian kembali ke Damaskus dan tinggal di sana selama kurang lebih sepuluh tahun. Selama periode ini, beliau menulis kitab Ihya’ Ulum al-Din dan karya-karya lainnya.
Guru-gurunya
Berikut diantaran guru-guru beliau yang paling terkenal:
- Ahmad bin Muhammad al-Thusi Abu Hâmid al-Radzakani.
- Abu Sahl Muhammad bin Ahmad bin Ubaidillah Al-Marwazi Al-Hafsi, meninggal pada tahun 465 H.
- Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad Al-Farmidzi Al-Khorasani, wafat di Tus pada tahun 477 H.
- Abu Al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf Al-Juwayni, wafat pada tahun 478 H.
- Abu Al-Fath Nasr bin Ibrahim bin Nasr Al-Maqdisi Al-Dimashqi, meninggal pada tahun 490 H.
- Abu Al-Fatyan Omar bin Abdul Karim bin Sa’dawih Al-Dahistani Al-Rawasi, meninggal pada tahun 503 H.
- Abu Al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad bin Mansur bin Shadzawih Al-Tusi Al-Hakimi.
Karangannya
Imam al-Ghazali meninggalkan warisan yang kaya akan kitab-kitab dan tulisan-tulisannya. Sesungguhnya beliau termasuk salah satu ulama yang paling banyak mengarang dan menyusun. Kitab-kitab yang beliau karang sekitaran 457 kitab dan risalah.
Al-Imam al-Ghazali termasuk salah satu ulama yang paling produktif dalam mengarang dan menyusun karya tulis. Jumlah kitab dan risalah yang beliau karang perkiraan sekitar 457.
Diantara kitab-kitab beliau yang terkenal sebagaimana berikut ini:
- Ihyâ Ulûm al-Din
- Al-Iqtishâd fi al-I´tiqâd
- Al-Mushtashfa
- Al-Munqidz min ad-Dhalâl
- Al-Wasîth fi al-Madzhab
- Bidâyat al-Hidayah
- Tahafut al-Falasifah
- Kaimiya al-Sa´âdah
- Misykat al-Anwâr
- Mi´yar al-Ilmi fi Fan al-Manthiq
- Mizan al-Amal
Wafatnya
Beliau wafat pada hari Senin tanggal 14 Jumada al-Akhirah tahun 505 H. setelah menjalani kehidupan yang penuh ilmu dan amal, beliau dimakamkan di Tabaran, Qashbah Tus dan salah satu dari dua kota itu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau wafat pada tahun 550 dalam kitab Miratul jinan wa Ibratul yaqadzan.[6]
Beliau wafat pada hari Senin, tanggal 14 Jumada al-Akhirah tahun 505 H, setelah menjalani kehidupan yang penuh dengan ilmu dan amal. Beliau dimakamkan di Tabaran, Qashbah Tus, atau salah satu dari kedua kota tersebut[7]. Namun, ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 550 H, sebagaimana disebutkan dalam kitab Miratul Jinân wa Ibratul Yaqazân.
Ubaidullah | Annajahsidogiri.id
[1] Ibn Khallikan, Wafayat al-A’yan, Dar Shadir, Beirut, juz.3, hal.218.
[2] Al-Fayumi, Al-Mishbaẖ al-Munir fi Gharîb al-Syarh al-Kabîr, Al-Maktabah al-Ilmiyah, Beirut, juz.2, hal.466.
[3] As-Subky, Thabaqat as-Subki, juz. 6, hal. 193.
[4] Al-Yafi’i, Mirat Al-Jinan wa Ibrat Al-Yaqadzan, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, juz.3, hal. 171.
[5] Ibn Khallikan, Wafayat al-A’yan, Dar Shadir, Beirut, juz.3, hal218.
[6] Al-Yafi’i, Mirat Al-Jinan wa Ibrat Al-Yaqadzan, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, juz. 3, hal. 170.
[7] Ibn as-Shalah, Taqiyuddin, Syarah Masykil al-Wasith, Dar al-Kunuz Isybiliya, hal. 29.