Salafi-Wahabi tidak henti-henti berusaha melarang sarana yang membantu orang-orang untuk memperbanyak zikir, termasuk biji tasbih yang biasa digunakan orang-orang sebagai alat berzikir. Mereka memvonis biji tasbih sebagai bidah dan stempel haram bin sesat kemudian dialamatkan pada penggunanya.
Biji tasbih adalah alat yang biasa digunakan umat muslim, khususnya di Indonesia untuk menghitung jumlah wirid yang telah dibacanya. Bagi banyak orang penggunaan biji tasbih lebih baik daripada menggunakan jari-jari tangan karena lebih mendatangkan rasa aman dari kesalahan, tasbih juga bisa membuat hati lebih kosentrasi saat berzikir.
Dalil yang membolehkan menggunakan biji tasbih adalah hadis sahih yang diriwayatkan dari Saad Bin Abi Waqqas, beliau bersama Rasulullah pernah masuk ke rumah seorang perempuan, di antara kedua tangan perempuan itu terdapat biji atau kerikil yang digunakan untuk bertasbih. Rasulullah pun bersabda kepada wanita itu:
فقالَ : ألا أخبرُكِ بما هوَ أيسَرُ علَيكِ من هذا أو أفضلُ ؟ فقال : سُبحانَ اللَّهِ عددَ ما خلقَ في السَّماءِ ، وسُبحانَ اللَّهِ عددَ ما خلقَ في الأرضِ ، وسُبحانَ اللَّهِ عددَ ما بينَ ذلِكَ ، وسبحانَ اللَّهِ عددَ ما هوَ خالقٌ ، واللَّهُ أَكْبرُ مثلَ ذلِكَ ، والحمدُ للَّهِ مثلَ ذلِكَ ، ولا إلهَ إلَّا اللَّهُ مثلَ ذلِكَ ولا حولَ ولا قوَّةَ إلَّا باللَّهِ مثلَ ذلِكَ
“Rasulullah berkata, maukah aku memberitahumu sesuatu yang lebih mudah bagimu daripada ini atau lebih baik? Beliau berkata, ‘Subhanallah ‘adada ma Khalaqa fis-Sama’ wa Subhanallah ‘adada ma Khalaqa fil-Ardh wa Subhanallah ‘adada ma baina zalik wa Subhanallah ‘adada ma huwa Khaliq Wallahu Akbar mitsla zalik Walhamdulillah mitsla zalik wa la Ilaha illa Allah mitsla zalik wa la Haula wa la Quwata illa bil-Allah mitsla zalik.”
Dalam hadis di atas Rasulullah tidak melarang perempuan itu menggunakan tasbih, malah beliau memberikan petunjuk kepada wanita tersebut bacaan zikir yang lebih mudah dan lebih utama. Andai kata biji atau kerikil itu tidak dibenarkan, niscaya beliau akan melarangnya.
Dari hadis ini para ahli Fikih mengambil hukum boleh bertasbih dengan memakai jari-jemari tangan, kerikil dan biji tasbih, juga dengan menghitung dalam hati maupun dengan menggerakkan jari-jari tangan. Dalam hal ini banyak hadis-hadis yang menjelaskan kebolehan dengan menggunakan biji tasbih diantaranya adalah,
Selain itu, juga diriwayatkan dari al-Qasim Bin Abdurrahman ia berkata, “Dulu, Abu Darda’ memiliki beberapa biji kurma dalam tas kantong. Ketika ia shalat pagi ia akan mengeluarkan biji-biji dan menggunakannya untuk bertasbih hingga biji-biji itu habis”[2]
Dari Yusairah, seorang wanita kaum muhajirin, dia berkata:
قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة
“Rasulullahﷺ berkata kepada kami, ‘Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (menyucikan Allah), dan hitunglah dengan ujung jari-jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara (pada hari kiamat), janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa pada rahmat Allah. [3]
Imam Ibnu Hajar al-Haitami pernah menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya: “Apakah menggunakan biji tasbih itu ada dalilnya di dalam sunah Nabi?”
Beliau menjawab, “Iya, dan dalil-dalilnya itu telah ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi, di antaranya adalah hadis shahih dari Ibnu Umar,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ بِيَمِينِهِ.
“Saya melihat Rasulullah ﷺ menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakan dengan tangan kanannya” [4]
Terakhir, sebagai recomeded akan pembahasan ini, penulis anjurkan untuk membaca karangan Imam suyuthi yang bertajuk al-Minhah fi Sibhah ataupun karangan Abu al-Hasanat al-Laknawi dalam risalahnya, Nuzhadul-Fikri fi Sibhati Zikri.
Dari semua pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa berzikir dengan menggunakan tasbih hukumnya adalah sunah dan termasuk bidah hasanah. Bahkan lebih utama daripada menggunakan jari tangan apabila dikhawatirkan terjadi kesulitan dalam menghitungnya. Dengan demikian, hatinya mudah untuk khusyuk berzikir dengan menghitung jumlah zikir.
Vikral Geovany | Annajahsidogiri.id
[1] Diriwayatkan dari Abu Daud, at-Tirmidzi dan al-Hakim
[2] Diriwayatkan dari ibnu abi ashim dalam az-zuhud 1/141
[3] (HR. Tirmidzi, no. 3583 dan Abu Daud, no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan dishahihkan oleh Imam Adz-Dzahabi. Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir)
[4] (Hadits riwayat Abu Dawud, Bab Tasbih bil hasha, no. 1502.)