Ada 14 pembahasan terkait persoalan akidah dalam kitab karya Hadratus-syaikh K.H. Ahmad Nawawi bin Abdul Jalil; al-Ma’man minadh-Dhalalah. Pada bab ke-12, beliau membahas tentang dosa yang sebagiannya, dalam al-Qur’an dan hadis disebut sebagai kekufuran.
Ada beberapa ayat dan hadis yang seolah memberi pemahaman demikian, misalnya dalam surah Al-Maidah berikut ini:
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Al-Maidah [05]: 44)
Ataupun hadis berikut:
سِبابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela orang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari no. 48).
Juga hadis ini:
لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
“Janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, sehingga sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 4053)
Di atas adalah beberapa contoh penyebutan dosa sebagai kufur dalam al-Qur’an dah hadis. Melihat hal itu, apakah berarti pelaku dosa besar masuk pada kategori orang kafir sehingga kekal dalam neraka? Simak jawaban K.H. Ahmad Nawawi bin Abdul Jalil dalam kitab al-Ma’man minadh-Dhalalah berikut:
Jawaban K.H. Ahmad Nawawi bin Abdul Jalil
Pertama. Ahlusunah waljamaah sepakat bahwa pelaku dosa besar tidaklah kufur sehingga keluar dari Agamanya. Bedahalnya dengan kelompok Khawarij, mereka mengkufurkan pelaku dosa besar.
Tentu keyakinan khawarij ini sangat jelas kesalahannya. Sebab, jika pelaku dosa besar berstatus kafir maka harusnya syari’ tidak perlu memberi had (sanksi) pada pelaku dosa besar; pezina, pencuri, pemabuk, dll, melainkan langsung dibunuh saja. (hal. 106)
Kedua. Muktazilah sejatinya juga berkeyakinan sama dengan Khawarij, hanya saja, Muktazilah menganggap pelaku dosa besar sebagai fasik sedangkan Khawarij menganggapnya kafir. Namun perbedaan keduanya hanya dalam lafaz saja. Sebab keduanya sama-sama berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar kekal di neraka layaknya orang kafir. (hal. 108-109)
Ketiga. Jawaban atas hal ini; penyebutan kufur terhadap sebagian dosa, tergantung khilaf antara ulama yang berpendapat bahwa iman adalah ucapan (qaul) dan pekerjaan (‘amal), dengan ulama yang berpendapat bahwa iman adalah pembenaran (tashdiq).
Jika mengikuti ulama yang berpendapat bahwa iman adalah ucapan dan pekerjaan maka maksud syari’ dengan kufur adalah kufur ‘amali (pekerjaan) bukan i’tiqadi (keyakinan.)
مَنْ قَالَ أَنَّ الْإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ قَالَ هُوَ كُفْرٌ عَمَلِيٌ لَا إِعْتِقَادِيٌ
“Ulama yang berpendapat bahwa iman adalah ucapan dan pekerjaan, pun bertambah dan berkurang, maka maksudnya adalah kufur ‘amali bukan i’tiqadi.” (hal. 110)
Sedangkan jika mengikuti ulama yang berpendapat bahwa iman adalah pembenaran maka maksudnya adalah kufur majazi bukan hakiki.
وَمَنْ قَالَ إِنَّ اْلِإيْمَانَ هُوَ التَصْدِيْقُ وَلاَ يَدْخُلُ العَمَلُ فِيْ مُسَمَّى الإِيْمَانِ وَاْلكُفْرُ هُوَ الجُهُوْدُ وَلَا يَزِيْدَانِ وَلَا يَنْقُصَانِ هُوَ كُفْرٌ مَجَازِيٌ غَيْرُ حَقِيْقِيٌ إِذْ الكُفْرُ الحَقِيْقِيُ هُوَ الذِيْ يَنْقُلُ عَنْ المِلَّةِ
“Ulama yang berpendapat bahwa iman adalah pembenaran, pun amal tidak masuk pada bagian dari iman, begitupula kufur adalah inkar, serta iman dan kufur tidaklah berkurang dan bertambah, maka yang dimaksud adalah kufur majazi bukan hakiki. Sebab kufur hakiki adalah kufur yang mengeluarkan diri dari Agama.” (hal. 110)
Ghazali | Annajahsidogiri.id
Comments 0