Taklif dalam ushul fikih bermakna memberlakukan kewajiban dan larangan Allah kepada makhluk-Nya khususnya manusia dan jin, baik yang bersifat keyakinan (ushuli) ataupun pekerjaan (furu’i). Seseorang yang diberlakukan hukum taklif padanya diistilahkan dengan mukalaf. Imam Ibrahim bin Muhamad al-Bajuri dalam kitabnya memaparkan bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukalaf bila telah memenuhi empat syarat sebagaimana penjelelasan beliau;
وَشُرُوْطُ التَّكْلِيْفِ البُلُوْغُ وَاْلعَقْلُ وَبُلُوْغُ الدَّعْوَةِ وَسَلَامَةُ اْلحَوَاسِ فَاْلمُكَلَّفُ هُوَ البَالِغُ اْلعَاقِلُ الَّذِيْ بَلَغَهُ الدَّعْوَةُ سَلِيْمِ الْحَوَاسِ
‘’Syarat yang harus ada dalam taklif adalah sifat balig, berakal, dakwah nabi sampai padanya, dan panca indera yang normal. Jadi mukalaf itu adalah orang yang sudah balig, berakal, sampai dakwah Islam sampai padanya serta panca inderanya normal’’(Tukhfatul-Murid Syarh Jauhratut-Tauhid hal.21)
Dari ketentuan di atas kita bisa menarik benang merah bahwa orang yang tidak memenuhi empat unsur tadi belum dikatakan mukalaf, dengan artian dia tidak berkewajiban melaksanakan kewajiban syariat serta tidak berdosa jika melanggar larangan, misalnya anak kecil yang belum balig, orang gila karena tidak berakal, orang yang cacat penglihatan dan pendengarannya hingga tidak memungkinkan baginya untuk belajar agama, dan orang pedalaman asli yang tidak terjangkau dakwah Islam.
Baca Juga: Garis Pembeda Ahlusunah dengan Syiah
Ada perbedaan dalam memandang syarat taklif antara Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. Imam Asy’ari menjadikan empat hal di atas sebagai syarat taklif bisa berlaku secara mutlak, baik dalam hal ushuli (keyakinan) ataupun furu’i. Adapun Imam al-Maturidi dan ulama Hanafiyah memilah antara hukum yang bersifat keyakinan dan pekerjaan. Beliau meyatakan bahwa syarat berlakunya kewajiban ushuli seperti kewajiban beriman dan makrifat cukup dengan akal, maka dari situ ulama kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa anak kecil yang belum balig tertaklif untuk beriman karena sudah memiliki akal, sebagimana keterangan dalam kitab Tukhfatul-Murid Syarh Jauhratut-Tauhid:
وَمَذْهَبُ الْمَا تُرِيْدِيَّةِ كَمَا نَقَلَهُ الْمَصَنِّفُ فِيْ شَرْحِهِ عَنْهُمْ اَنَّ وُجُوْبَ المَعْرِفَةِ بِاْلعَقْلِ بِمَعْنَى اَنَّهُ لَوْلَمْ يَرِدْ الشَّرْعُ لَاَدْرَكَهُ الْعَقْلُ اِسْتِقْلَالاً
“Sebagaimana yang dikutip pengarang Syarh Jauharatut-Tauhid, madzhab Maturidiyah berpendapat bahwa wajibnya makrifat dengan akal, dengan artian akal bisa sampai pada makrifat meski belum ada syariat.”
Ulama kalangan Hanafiyah juga berpendapat bahwa anak kecil yang belum balig tertaklif untuk beriman karena sudah memiliki akal,
خِلَافًالِلْحَنَفِيَّةِحَيْثُ قَالُوْا بِتَكْلِيْفِ الصَّبِيِّ الْعَاقِلِ بِالْاِيْمَانِ لِوُجُوْبِ الْعَقْلِ وَهُوَ كَافٍ عِنْدَهُمْ
‘’Berbeda dengan Ulama Hanafiyah yang berpendapat bahwa anak kecil yang berakal ditaklif dengan iman karena akal sudah cukup menurut mereka’’(Tukhfatul-Murid Syarh Jauhratut-Tauhid hal.22).
Mengenai syarat berlakunya taklif dalam hukum syariat (furu’i) Imam al-Maturidi memiliki kesamaan dengan Imam al-Asy’ari, yaitu empat syarat tadi. Semoga bermanfaat.
Muhammad Nuruddin | Annajahsidogiri.id
Comments 0