Agama Islam adalah satu-satunya agama yang diridai oleh Allah Melalui surat Ali Imran ayat ke 19, Allah berfirman bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Dengan demikian, teranglah kepada kita bahwa agama yang benar adalah agama Islam. Bukan yang lain.
Ketika menafsiri ayat di atas, Imam Ismail bin Umar bin Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Islam adalah mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sehingga siapapun yang tidak mengikuti ajarannya maka orang tersebut tidak bisa disebut seorang Muslim. (Tafsîr Ibnu Katsîr, II/25).
Baca Juga: Hakikat Ahlussunnah wal Jamaah
Adapun ajaran pertama agama Islam yang wajib dipelajari dan diikuti adalah ajaran berakidah dengan benar. Sebab jika sejak awal seseorang sudah salah dalam berakidah maka ke belakangnya ia akan menemui banyak masalah. (Syarh Ushûli I’tiqâdi Ahlis-Sunnah Wal- Jamâ’ah, I/08).
Kemudian, terkait dengan pembahasan akidah, ada pertanyaan begini, apakah setiap perbedaan yang menyangkut akidah bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir? Atau kah hanya sampai pada batas fasik dan ahli bidah? Nah, untuk mengidentifikasi pertanyaan ini, perlu digarisbawahi bahwa akidah itu terbagi menjadi dua. Yakni pokok akidah (ushulul-akidah) dan cabang akidah (furu’ul-akidah). Kemudian, pokok akidah ini terbagi lagi menjadi dua. Yakni pokok agama (ushulud-din) dan pokok Aswaja (ushulu madzhabi Ahlissunah wal-Jamaah). (Ahlus-sunnah al-‘Asyâ’irah Syahâdatu ‘Ulamâ’ al-Ummah wa Adillatuhum¸ I/120).
Menurut Imam an-Nawawi seseorang yang menyalahi pokok agama (ushulud-din) seperti menyembah kepada selain Allah, meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang baru, menghalalkan perkara haram, mengharamkan perkara halal, mengingkari terutusnya para nabi, atau berpendapat bahwa akan ada nabi setelah Nabi Muhammad ﷺ, dan lain sebagainya dari hal-hal yang masuk dalam cakupan ma’lûm minad-din bid-darûrah, maka seketika itu pula orang tersebut dihukumi kafir. (Raudlatut-Thâlibîn 10/63).
Berbeda dengan status di atas adalah orang yang menyalahi ajaran pokok Ahlusunah wal Jamaah. Dalam kitab-kitab akidah, ulama menjelaskan bahwa status seseorang yang akidahnya berbeda dengan ajaran pokok Ahlusunah wal Jamaah adalah Islam. Dengan kata lain, perbedaan akidahnya tersebut tidak sampai mengantarkan pelakunya menjadi kafir, akan tetapi hanya sampai batas fasik, ahli bidah dan keluar dari ajaran Ahlusunah wal Jamaah. Adapun di antara ajaran-ajaran pokok Ahlusunah wal Jamaah adalah meyakini adanya alam barzakh, mengimani adanya alam kubur, tidak mengkafirkan pelaku dosa besar, menghormati seluruh shahabat Nabi, dan lain sebagainya dari ajaran pokok Ahlusunah Wal Jamaah. Oleh sebab itu, jika ada seseorang yang tingkat perbedaan akidahnya hanya sampai pada batas ini, kita tidak boleh langsung mengkafirkannya.
Terakhir adalah cabang akidah (furu’ul-akidah), seperti khilaf yang terjadi antara para shahabat apakah Nabi Muhammad melihat Allah ketika mikraj atau tidak melihat. Dalam hal ini, Sayidah Aisyah berpendapat bahwa Baginda Nabi tidak melihat Allah. Sementara Abdullah bin Abbas berpendapat bahwa Rasulullah melihat Allah juga perbedaan yang terjadi antara ulama salaf dan ulama khalaf terkait ayat-ayat mutasyâbihât. Ulama salaf lebih memilih tafwîdh, sedang ulama khalaf memilih ta’wîl. Dan perbedaan-perbedaan lain antara pendapat mazhab Asy’ari dan mazhab Maturidi. Untuk kasus perbedaan akidah yang terakhir ini, ulama ahli kalam bersepakat, bahwa hukumnya boleh-boleh saja.
Walhasil, dengan mengetahui identifikasi pembagian akidah ini, kita bisa mengetahui dengan bijak kapan seseorang itu keluar dari agama Islam, atau hanya disebut sebagai pelaku bidah dan lain-lain.
Khoiron Abdullah | Annajahsidogiri.id