Pada tahun 1953, Syekh Muhammad Taqiyyuddin an-Nabhani (w. 1398 H) mendirikan Hizbut-Tahrîr (Partai Pembebasan) di al-Quds, Palestina. Hizbut-Tahrîr pada awalnya adalah sebuah gerakan politik yang bertujuan untuk menyatukan seluruh negara-negara Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Tapi seiring perkembangan-nya, Hizbut-Tahrîr mengeluarkan beberapa fatwa yang berbeda, bahkan keluar dari mayoritas ulama Ahlusunah wal Jamaah. Fatwa-fatwa tersebut keluar dari sang pendiri Hizbut-Tahrîr sendiri, Syekh Muhammad Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah. Berikut antara lain fatwa Hizbut-Tahrîr yang perlu penulis :
Qadhâ’-Qadar dari Filsafat Yunani
Pertama; menganggap teori qadhâ’ dan qadar Ahlusunah wal Jamaah mengadopsi dari para filsuf Yunani. “Semua persoalan ilmu kalam diadopsi dari para filsuf Yunani, termasuk masalah qadhâ’ dan qadar.” (Lihat: asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, I/66)
Bantahan: Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani (w. 973 H) menegaskan bahwa konsep qadhâ’ dan qadar diambil dari al-Qur’an (QS. al-Qamar [54]: 47-49) dan hadis (HR. Muslim, no. 102), bukan dari filsafat Yunani. (Lihat: Mukhtasharul-I’tiqâd lil-Baihaqî, hlm. 231)
Manusia Lebih Berkuasa daripada Tuhan
Kedua; meyakini semua perbuatan murni dari ikhtiar manusia, tidak ada campur tangan Allah I, dan ketetapan Allah I tidak ada kaitan dengannya. (Lihat: asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, I/94)
Bantahan: Imam Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi (w. 458 H) menegaskan bahwa semua perbuatan manusia pada hakikatnya adalah ciptaan Allah I dan terjadi sesuai dengan keputusan-Nya (tanpa menafikan ikhtiar manusia). (Lihat: al-I’tiqâd ‘alâ Madzhabis-Salaf Ahlis-Sunnah wal-Jamâ’ah, hlm. 53-54)
Para Nabi Tidak Maksum
Ketiga; para nabi tidak maksum sebelum diangkat menjadi nabi. “Para nabi dan rasul itu maksum setelah menjadi nabi dan rasul. Sedangkan sebelum menjadi nabi dan rasul, mereka tidak maksum.” (Lihat: asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, I/136)
Baca Juga: Nabi Ibrahim Pernah Syirik?
Bantahan: Imam Muhammad bin Ahmad ad-Dusuqi (w. 1230 H) berkata “Para nabi itu terjaga dari dosa besar dan kecil, sengaja dan tidak sengaja, sebelum dan ketika menjadi nabi.” (Lihat: Hâsyiyatud-Dusûqî ‘alâ Ummil-Barâhîn, hlm. 163)
Khilafah Harga Mati
Keempat; ekstrem dalam menyikapi khilafah, sampai-sampai menganggap semua orang Muslim dosa besar karena tidak menegakkan khilafah. “Berpangku tangan dari menegakkan khilafah termasuk dosa besar dan menghentikan eksistensi Islam dalam ranah kehidupan. Semua orang Muslim dosa besar karenanya.” (Lihat: asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/19)
Baca Juga: Haruskah Berteriak Khilafah?
Bantahan: Imam al-Haramain (w. 478 H) berkata, “Mengangkat pemimpin itu wajib ketika kita mampu.” (Lihat: Ghiyâtsul-Umam fi Iltiyâtsizh-Zhulam, hlm. 55). Hujjatul-Islâm al-Ghazali (w. 505 H) juga berkata, “Kajian tentang khilafah tidak begitu penting, sebab persoalan ini adalah persoalan fikih (ranah ijtihad), bukan persoalan yang secara tegas disampaikan oleh al-Quran dan hadis. Selain itu, kajian khilafah juga mengakibatkan fanatisme kepemimpinan yang jelas berdampak buruk dan lebih selamat tidak mengkajinya.” (lihat: al-Iqtishâd fil-I’tiqâd, hlm. 200)
Lalu Bagaimana Sikap Kita?
Secara umum kelompok Hizbut-Tahrîr bisa dikategorikan sebagai kelompok yang menyimpang. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah; pertama, menjaga diri dari kebatilan paham tersebut, kedua, melindungi masyarakat sekitar kita agar terhindar dari kesesatan paham tersebut. Wallâhu a’lam.
Achmad Arief|Annajahsidogiri.id