Akhir-akhir ini, paham-paham sesat semakin pesat digulirkan oleh kalangan yang ingin merobohkan tatanan syariat. Mereka tiada henti-hentinya mencekoki masyarakat awam dengan ajaran-ajaran batil yang dipoles rapi, sehingga terkesan benar dan memikat hati.
Salah satu tema awal yang sering dijadikan jebakan Batman, adalah menggiring masyarakat memahami konsep kebebasan dengan pemahaman yang disalahartikan. Yakni kebebasan yang benar-benar bebas tanpa sekat dan aturan. Dengan konsep kebebasan semacam itu mereka dengan mudahnya akan membenarkan hal-hal yang secara nyata melabrak syariat. Seperti menikah lintas agama, LGBT, dan lain sebagainya.
Bagi masyarakat awam kemungkinan besar akan sangat mudah tenggelam dalam arus pemikiran semacam ini. Dengan penggiringan yang menarik dan polesan yang bernas, opini kebebasan seperti ini akan sangat berbahaya. Bahkan jika dipasarkan secara berkelanjutan, bukan tidak mungkin, banyak masyarakat akan terlena dan terbuai.
Untuk menjawab persoalan kita ini, Syekh Hasan Habannakah telah memberikan solusi yang tepat dalam bukunya, Kawâsyifuz-Zuyûf. Beliau menjelaskan panjang lebar tentang kebebasan abal-abal tersebut, dalam satu bab khusus dengan judul al-Hurriyah.
Dalam pembahasan tersebut, disebutkan bahwa gaungan kebebasan seperti di atas adalah konsep kebebasan yang dipahami dan dipromosikan oleh orang fasik. Mereka memahami istilah kebebasan, menyesuaikan dengan syahwat berahi dan selera mereka. Sehingga mereka akan menghalalkan semua hal yang menjadi nafsu, seperti menikah lintas agama, LGBT dan yang sejenis, dengan bertameng dan berdalih kebebasan yang mereka bawa.
Tentu kebebasan semacam ini sama sekali tidak masuk akal dan kita harus menampiknya, karena telah melanggar batasan-batasan Agama. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah [02]:229)
Syekh Mutawalli as-Sya’rawi dalam karyanya, al-Khawâthîr al-Imâniyah memberi penjelasan makna “hududullah” dalam ayat tersebut:
وَحُدوْدُ اللهِ هِيَ مَا شَرَعَهُ اللهُ لِعِبَادِهِ حَدًّا مَانِعًا بَيْنَ الْحِلِّ وَالْحُرْمَةِ
“Hukum-hukum Allah adalah syariat yang Allah tetapkan terhadap hambanya sebagai sekat pembatas antara sesuatu yang halal dan haram.”
Dari penjelasan Syekh Mutawalli as-Sya’rawi di atas, sudah dapat dipahami bahwa Allah sudah menetapkan batasan-batasan yang harus kita patuhi. Dalam literatur Fikih, batasan itu lebih dikenal dengan istilah halal-haram.
Dalam kasus LGBT misalnya, sebenarnya Allah telah menyediakan kita tempat untuk menyalurkan syahwat sesuai dengan tabiat manusia, yaitu kepada perempuan. Jika ada orang yang yang malah melampiaskan syahwatnya kepada sesama jenis, kata Syekh Mutawalli as-Syakrawi, berarti dia telah melampaui batas. Sebagaimana peristiwa yang menimpa kaum Nabi Luth, yang terekam dalam surah Al-A’raf:
اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf [07]:81)
Akibatnya, kaum Nabi Luth tengkarap di bawah bebatuan yang menghujani mereka habis habisan. Sebagaimana firman Allah:
وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِيْنَ
“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu”. (QS.Al- A’raf [07]:84)
Imam Abi Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi memberikan pesan penting terkait ayat ke 84 surah Al- A’raf tersebut, dalam karyanya yang berjudul Ta’wîlatu Ahlisunah (4/4917). Beliau menuturkan bahwa azab yang ditimpakan kepada suatu kaum, bukan hanya karena kekafiran mereka saja. Melainkan juga karena melakukan dosa-dosa besar setelah diperingati bahwa tindakan mereka batil.
Kesimpulan
Walhasil dari penjelasan diatas bisa disimpulkan, bahwa memang tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas di dunia ini. Jika berkendara saja kita harus diikat dengan seabrek undang-undang, apalagi dalam beragama! Tentu sangat lucu jika dilepas secara liar, tanpa adanya sekat dan aturan.
Ilwa Nafis Sadad | Annajahsidogiri.id