Tabaruk adalah istilah yang digunakan seseorang mengambil berkah, baik secara personal ataupun berkelompok. Ulama, sahabat, bahkan Rasulullah ﷺ juga bertabaruk. Imam besar kita, Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab al-Asybâh Wan-Nadhâ’ir menceritakan pribadi beliau bahwa kecerdasan yang ia peroleh sebab berkah dari tabaruk pada air zamzam. Rasulullah pun bertabaruk menggunakan doa sebagaimana dikutip dalam hadis riwayat Sayidah Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهَا اَنَّ النَّبِيَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي المَرَضِ الذِي مَاتَ فِيْهِ بِالمَعُوذَاتِ فَلَمَّا ثَقَلَ كُنْتُ اَنْفُثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ وَاَمْسَحُ بِهِ لِبَرَكَتِهِ
“Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah ﷺ meniup dirinya sendiri sewaktu menderita sakit yang menyebabkan beliau meninggal, dengan surat Muawwidzatain (an-Nas dan al-Falaq). Ketika sakit Rasulullah ﷺ semakin berat, maka akulah yang meniupnya dengan bacaan ayat tersebut dan mengusapnya karena keberkahannya.” (HR. Muslim).
Tidak berhenti di sini saja, tabaruk juga terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab, yaitu ketika beliau mencium batu Hajar Aswad karena mengikuti tindakan Rasulullah ﷺ. Pernyataan demikian dapat ditilik pada perkataan Sayidina Umar:
لَقَدْ عَلِمْتُ اَنَّكَ حَجَرٌ لَا َتضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْ اَنِّي لَا رَاَيْتُ رَسُولُ الله ﷺ قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Sungguh aku tahu bahwa kamu batu, tidak memberi dampak bahaya dan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasul menciummu maka aku tidak menciummu”.
Baca juga : Hukum Bertabarruk (Ngalap Berkah)
Perkataan ini diucapkan kepada Hajar Aswad. Karena Nabi ﷺ memuliakan Hajar Aswad, maka Sayidina Umar juga ikut mengagungkannya. Penghormatan Nabi ﷺ terhadap Hajar Aswad tidaklah semerta-merta memuliakan tanpa ada maksud. Hal ini diketahui melalui sabda beliau dari Abdullah bin Umar dalam kitab Ummul-Barâhin (hal. 181).
اَنَّ لِهَذَا اْلحَجَرِ لِلِسِانٍ وَ شَفَتَيْنِ يَشْهَدُ لِمَنْ اِسْتَلَمَهُ يَومَ اْلقِيَامَةِ
“Sesungguhnya batu ini memiliki lisan dan dua bibir yang akan bersaksi kepada orang yang mengusapnya di hari Kiamat.”
Rasulullah ﷺ tidak hanya mengusap batu mulia itu, tapi beliau mencium batu mulia tersebut sebagai bentuk penghormatan. Secara zahir memang Nabi ﷺ tidak mengatakan bolehnya tabaruk, tapi perilaku beliau ini memberi pelajaran kepada umat Islam bahwa perbuatan ini boleh dilakukan. Dan tabaruk itu dapat dihasilkan dengan mengagungkan benda atau orang yang diyakini akan kemuliannya. Karena memuliakan merupakan kunci utama meraih berkah. Tanpa adanya sifat mengagungkan, berkah pun tak digapai. Lebih-lebih berkah adalah hal yang tak kasat mata. Namun pemaparan ulama menjelaskan, berkah adalah bertambahnya kebaikan. Oleh sebab itu, berkah hanya bisa dirasakan tanpa mampu dibuktikan oleh yang bersangkutan.
Aris Daniyal | Annajahsidogiri.id