Sahabat setia #SerialAkidahAwam, saat ini kita membahas sifat qidam Allah. Syekh Ahmad al-Marzuki, pengarang kitab Aqîdatul-Awam mengatakan:
فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي ۞ مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ
“Allah itu wajib ada, qadîm, kekal, serta berbeda dengan makhluk secara mutlak”
Maksud Allah qidam adalah keberadaan Allah tidak berawal, alias tidak muncul dari ketiadaan layaknya segala sesuatu selain-Nya. Kelaziman sifat ini ialah tuhan tidak dilahirkan. Karena bila terlahir, keberadaan-Nya berawal. Allah berfirman:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlash: 3)
Mengapa keberadaan Allah mustahil berawal?
Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam Kubrâl-Yaqînîyât al-Kauniyah (113) menjelaskan bahwa segala makhluk muncul dari ketiadaan, dan butuh kepada pencipta. Nah, pencipta itu sendiri tentu tidak diciptakan, alias tidak muncul dari ketiadaan. Karena bila diciptakan, berarti bukan pencipta, alias ciptaan. Dalam surah az-Zumar ayat 62 Allah berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.. (QS. Az-Zumar : 62)
Dalam Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah (118) Syekh Ali Jumah menyamakan antara makna al-Awwal dengan sifat qidam, yakni keberadaan Allah tidak berawal. Wallahu a’lam!
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id