Segala hal meliputi mahluk di bumi sudah ada catatannya jauh sebelum diciptakan. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Yunus ayat 61:
وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَّبِّكَ مِنْ مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ وَلَآ اَصْغَرَ مِنْ ذٰلِكَ وَلَآ اَكْبَرَ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di bumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam kitab yang nyata.” (QS: Yunus [10]: 61).
Namun, apakah dengan begitu dapat diartikan mahluk terlepas dari usaha dan ikhtiar sebagaimana golongan Jabariah yang mengatakan tidak ada pilihan bagi seorang hamba untuk menentukan jalan hidupnya? Lantas bagaimana pemahaman yang benar dalam memahami hakikat takdir menurut Ahlusunah Waljamaah?
Disinilah kiranya menelaah kitab-kitab Akidah dianggap penting guna menjelaskan secara utuh tentang dasar-dasar Akidah kepada umat Islam sehingga menjadi pondasi kuat untuk memahami qada dan qadar Allah secara benar. Di antaranya ialah Kitab Tabsîthul-‘Aqâid al-Islamiyah karya ulama kontemporer lulusan al-Azhar, Cairo, pada tahun 1949 M; Syekh Hasan Ayyub. Di dalamnya berisikan pemahaman dasar Akidah secara utuh guna meminimalisir kerancuan dalam memahami Akidah dan menangkal kesalahpahaman seperti yang terjadi pada golongan Jabariah dan Qadariah.
Dalam Islam, meyakini akan qada dan qadar Allah atas setiap mahluk-Nya termasuk hal wajib. Hal itu disebabkan adanya hubungan erat antara sifatullah berupa ilmu, iradat, dan kodrat yang kesemuanya wajib dimiliki oleh Allah. Qadar sendiri diartikan sebagai sifat ilmu bagi Allah atas setiap makhluk hidup. Sedangkan qada ialah bentuk perwujudan Allah setelah qadarkepada mahluk sesuai dengan sifat ilmu dan disertai iradat–Nya.
Dalam bab khusus yang membahas tuntas masalah takdir, Syekh Hasan Ayyub memaparkan dalil kebebasan atas setiap manusia dalam menentukan pilihannya. Dengan mengutip firman Allah:
فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ
“Barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” (QS. Al-Kahfi [18]: 29)
Dalil di atas seakan menjadi jawaban lugas bagi golongan yang menyatakan segala hal yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak lain sebagai bentuk pilihan Allah yang absolut dan terkesan memaksa. Padahal faktanya menunjukkan sebaliknya.
Adapun di dalam bab penutup, Syekh Hasan Ayub menambahkan semacam ensiklopedia mini firkah-firkah yang banyak tersebar di berbagai dunia Islam guna menjaga umat Islam secara global dari paham sesat yang kian marak membuat kegaduhan.
Moh. Irvan Rizki | Annajahsidogiri.id