Memasuki tahun baru hijriah. Tentu, seperti tahun-tahun sebelumnya, tradisi yang sering dilakukan adalah mengucapkan tahniah (baca: ucapan selamat) satu sama lain dan berdoa awal dan akhir tahun hijriah.
Dua hal itu sudah menjadi tradisi yang melekat di kalangan kita. Dan juga melekat, bagi kalangan Wahabi, untuk membidahkannya.
Nah, karena itu, penulis ingin membahas keduanya pada kali ini, mencocoki momen tahun baru hijriah. Apakah tahniah benar berhukum bidah, sebagaimana pandangan Wahabi, sehingga tidak boleh dilakukan, ataukah mubah, bahkan mungkin sunah?
Jika menengok pendapat mayoritas Ahlusunah wal Jamaah, hukum tahniah tahun baru hijriah adalah mubah, tidak sunah apalagi bidah. Misalnya Imam asy-Syarbini dalam kitab Mughnil-Muhtâj berujar:
خَاتِمَةٌ: قَالَ الْقَمُولِيُّ: لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ، لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيِّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ، وَاَلَّذِي أَرَاهُ أَنَّهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ
“Penutup: Imam al-Qammuli berkata, ‘Saya tidak menemukan pendapat dari kalangan ulama kita yang membahas tentang tahniah hari raya, tahun baru, ataupun bulan baru, sebagaimana yang orang-orang lakukan. Imam al-Mundziri mengutip al-Hafiz al-Maqdisi bahwa hal itu masih ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Untuk pendapat saya pribadi, tahniah berhukum mubah, tidak sunah dan juga bidah.” (hal. 470-471)
Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Hawi juga mengutip pendapat Imam al-Qammuli di atas (1/83).
Syekh Wahbah az-Zuhaili turut mendukung pernyataan beliau dalam kitabnya; Fiqhul-Islamî wa Adillatuhu:
وَالتَهْنِئَةُ بِاْلعِيْدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ مَشْرُوْعِةٌ مُبَاحَةٌ، لَا سُنَّةَ فِيْهَا وَلَا بِدْعَةَ
“Mengucapkan tahniah hari raya, awal tahun, dan awal bulan hukumnya mubah, tidak sunah dan juga bidah.”
Kiranya sudah jelas pandangan beberapa ulama di atas perihal tahniah tahun baru, bahwasannya berhukum mubah. Bedahalnya dengan Wahabi yang menganggap hal itu bidah.
Salah satu website Wahabi, dakwahmanhajsalaf.com, mengutip pernyataan ulama mereka; Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, terkait tahniah berikut:
فَالتَهْنِئَةُ بِاْلعَامِ الجَدِيْدِ لَا نَعْلَمُ لَهَا أَصْلاً عَنِ السَلَفِ الصَالِحِ، وَلَا أَعْلَمُ شَيْئاً مِنَ السُنَّةِ أَوْ مِنَ الْكِتَابِ العَزِيْزِ يَدُلُّ عَلَى شَرْعِيَتِهَا
“Ucapan tahniah saat tahun baru sama sekali tidak berdasar. Bahkan tak ada pendapat ulama salaf, Qur.an dan hadis yang megalkannya.”
Mungkin, jika mencari dalil al-Qur’an dan hadis yang secara khusus menyebutkan legalitas tahniah tahun baru, tidak akan ditemukan. Hanya saja, ada ulama salaf yang meriwayatkan terkait tahniah ini, yaitu Imam al-Baihaqi (jika mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa ulama salaf sampai abad ke-4).
Asy-Syihab Ibnu Hajar berpandangan akan legalitas tahniah, berlandaskan bahwa Imam al-Baihaqi meriwayatkan bab khusus tentang hal ini dalam kitabnya. Sebagaimana kutipan Imam asy-Syarbini dalam kitab Mughnil-Muhtâj:
وَأَجَابَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ، وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَدَ لِذَلِكَ بَابًا، فَقَالَ: بَابُ مَا رُوِيَ فِي قَوْلِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِي الْعِيدِ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك، وَسَاقَ مَا ذُكِرَ مِنْ أَخْبَارٍ وَآثَارٍ ضَعِيفَةٍ لَكِنَّ مَجْمُوعَهَا يُحْتَجُّ بِهِ فِي مِثْلِ ذَلِكَ. ثُمَّ قَالَ: وَيُحْتَجُّ لِعُمُومِ التَّهْنِئَةِ لِمَا يَحْدُثُ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ يَنْدَفِعُ مِنْ نِقْمَةٍ
“Asy-Syihab Ibnu Hajar menjawab bahwa tahniah memiliki legalitas syarak. Landasannya adalah, bahwa Imam al-Baihaqi meletakkan satu bab khusus tentang hal itu; ‘Bab Ucapan selamat dari sebagian orang pada lainnya saat hari raya: Semoga Allah menerima amal kita dan kalian.’ Hanya saja, dalam riwayat tersebut lebih condong pada hadis dan atsar yang lemah. Namun meski begitu, jika semua riwayat itu dikumpulkan, juga bisa dijadikan hujah akan legalitasnya. Selain itu, legalitas tahniah juga dilandaskan pada keumuman bersyukur saat mendapat nikmat ataupun menolak penyakit.” (hal. 471)
Ghazali | Annajahsidogiri.id