Mati suri termasuk salah satu peristiwa yang dialami oleh sebagian manusia. Kejadian tersebut sering membikin setiap orang yang mendengarnya terkejut dan keheranan. Malah, ada segelintir orang awam yang menyatakan bahwa fitrah orang yang mati suri akan sama seperti fitrah manusia saat pertama kali lahir di bumi. Menanggapi pernyataan tersebut, simak penjelasan KH. Abdullah Munawwir Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jabon, Sidoarjo kepada M. Roviul Bada dari Buletin Tauiyah beberapa waktu lalu.
Bagaimana pandangan Kiai mengenai mati suri?
Menurut pemahaman kami mati suri itu memang ada. Hal ini sesuai dengan keterangan dari Syekh Abdur Rahim asy-Syarwani dalam karyanya yang berjudul Hâsyiyah asy-Syarwani. Dalam kitab tersebut terdapat sebuah pembahasan jika ada seseorang mati secara hakiki, lalu hidup lagi, maka harus dimandikan ketika mati untuk yang kedua kali.
Terlepas dari apakah ada ulama yang mengkritik keberadaan mati suri, melihat penjelasan di atas sudah terjawab bahwa mati suri benar benar terjadi. Karena, keterangan di atas seseorang tersebut bukan hanya mengalami mati lalu hidup kembali, tapi Imam asy-Syarwani juga menerangkan tata cara merawat jenazah jika orang tersebut mati kedua kalinya.
Apakah mati suri bertentangan dengan ajal yang telah Allah ﷻ tentukan?
Sejatinya, peristiwa mati suri ini sudah tergambar dalam al-Quran sebagai berikut:
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِۖ فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْا ۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُوْنَ
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang jumlah mereka ribuan karena takut mati? Lalu Allah ﷻ berfirman kepada mereka, ‘Matilah kamu!’ Kemudian Allah ﷻ menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah ﷻ memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS: al-Baqarah [02]: 243)
Mengenai ayat tersebut, Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir Munîr-nya menerangkan bahwa Allah ﷻ menghendaki kaum Bani Israil mati kemudian hidup lagi dalam ayat tersebut hanyalah untuk menunjukkan kalau kematian ada pada kekuasaan Allah ﷻ, bukan ada pada selain-Nya. Oleh karenanya, mati suri dalam anggapan orang mati lalu hidup kembali tidaklah bertentangan dengan ajal yang telah Allah ﷻ tentukan.
Apakah mati suri juga sesuai dengan kehendak Allah ﷻ?
Tentu sesuai dengan kehendak Allah ﷻ. Mengenai hal ini, Imam Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan dalam salah satu karyanya, Fatâwa al-Hâdisiyyah, bahwa firman Allah ﷻ dalam surah al-Baqarah ayat 243 tadi menandakan mati suri itu terjadi sesuai dengan kehendak Allah ﷻ dan perintah-Nya, sehingga, sudah tidak diragukan lagi mati suri tersebut sudah sesuai dengan kehendak Allah ﷻ.
Senada dengan hal ini, dalam kitab Bughyatul Musytarsyidîn dijelaskan bahwa mati suri merupakan kejadian yang keluar dari kebiasaan. Tergantung siapa yang mengalami hal itu, bila dialami oleh para wali berarti karamah, tapi jika yang mengalami termasuk orang yang fasik, maka bisa jadi cobaan dari Allah ﷻ.
Jika seseorang mengalami mati suri, akankah fitrahnya ketika ia hidup kembali sebagaimana fitrah manusia pertama kali lahir di muka bumi?
Kalau mengenai apakah dia kembali fitrah sebagaimana baru lahir di dunia, kami tidak pernah menemukan dalil tersebut. Ini juga akan terjadi problem bila nanti kita kaitkan dengan hukum balig ataukah belum balig. Sebab, hal itu akan merepotkan dalam permasalahan fikih. Akan tetapi, yang jelas di sini seperti yang telah tertuang dalam kitab Hâsyiyah asy-Syarwani bahwa orang yang mati suri akan terputus hukum pernikahan yang telah dilakukan, serta warisan yang sudah dibagikan. Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.
Mohammad Roviul Bada | Annajahsidogiri.id