Seiring dengan kemerosotan umat Islam dalam berbagai sektor kehidupan, maka sering kita dengar dari sekalangan tokoh tentang seruan agar umat Islam bersatu di bawah Ukhuwah Islamiyah. Karena dengan Ukhuwah Islamiyah inilah umat Islam akan kuat. Dari berbagai macam aliran akidah di Indonesia, kita harus bersatu dan ‘mengabaikan’ aliran yang kita anut. Kita harus merangkul semua aliran dan bersatu dalam menumpas musuh abadi kita yaitu orang-orang di luar Islam. Namun, kadang kita bingung apa sebenarnya yang dimaksud Ukhuwah Islamiyah itu? Nuris Syamsi Redaksi AnnajahSidogiri.id berhasil mewawancarai Habib Muhammad Baharun salah satu Dosen di Universitas Pasim Bandung tentang masalah Ukhuwah Islamiyah ini;
Yang dimaksud Ukhuwah Islamiyah menurut Habib?
Yang dimaksud dengan Ukhuwah Islamiyah adalah bersatunya ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, FPI dan yang lain. Bersatu dalam artian, walau ormas-ormas Islam tersebut memiliki karakter tersendiri namun karakter tersebut tidak menjadikan ormas tersebut terkotak-kotak. Kita boleh berbeda dalam ormas, namun kita harus bersatu dalam bendera Islam.
Baca Juga: Dr. Adian Husaini: Tugas Perempuan dan Laki-laki Sama
Dalam ranah furuiyah, kita boleh-boleh saja berbeda pendapat, namun perbedaan pendapat tersebut tidak boleh kita bawa ke ranah usuliyah agama. Anehnya sekarang, masyarakat itu masih belum mengerti tentang masalah furuiyah dan usuliyah agama. Masih banyak dari mereka yang salah mengartikan keduanya, hingga tak jarang dari mereka yang malah membolak-balik keduanya, yang usuliyah dikatakan furu’, sedengkan yang furu’ malah dianggap usul. Maka dari itu, tugas ulama harus memberi pemahaman kepada masyarakat agar mereka tahu betul akan keduanya, sehingga tidak ditemukan kembali kesalah-pahaman tentang hal ini. Setelah mereka paham, maka ukhuwah akan gampang terjalin. Ukhuwah itu tidah hanya kita dalam ranah isu, namun harus diaplementasikan dalam bidang kerjasama ekonomi. Maka dengan inilah ukhuwah bisa dibilang konkret.
Umat Islam itu ciri khasnya jika dilihat dari realita yang ada terkesan pandai berkerumun namun tidak pandai berbaris. Kalau dalam masalah kumpul-kumpul untuk berdemo umat Islam banyak yang datang, namun setelah bubar, tidak ada hasilnya apa-apa. Nah, tindakan semacam itu sangatlah tidak produktif dan tidak ada gunanya. Sedangkan yang produktif ialah bagaimana kita bisa bersatu dalam memperjuangkan hak umat. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad pertama kali ke Madinah, yaitu menyatukan dan mempersaudarakan Shahabat Muhajirin dan Ansor dalam ikatan Ukhuwah Islamiyah. Dan pesantren-lah yang harus ada di garda terdepan dalam upaya menyatukan umat.
Baca Juga: Ilusi Persatuan Ahlusunah dan Syiah
Berarti juga merangkul aliran di luar Ahlussunnah Wal Jamaah?
Ya, bukan merangkul juga, tapi kita jalan sendiri-sendirilah. Kalau seumpama Syiah mau diterima, maka biarkan mereka dengan ke-syiah-an mereka, namun mereka tidak boleh melaknat para Shahabat Nabi. Karena adanya konfrontasi yang telah ada adalah disebabkan oleh pidato-pidato dan tulisan-tulisan mereka tentang cacian kepada para Shahabat yang dapat menyinggung Ahlussunnah wal Jamaah. Sama juga dengan Wahabi, biarlah mereka berbeda pendapat dengan kita, karena hal itu masih dalam ranah furu’. Ironinya kadang kita mempermasalahkan qunut, namun adanya orang yang tidak shalat kita malah tidak mempermasalahkannya. Dalam masalah furu’ kita rame, tapi dalam masalah usul kita malah diam.
Annajahsidogiri.id