Perayaan maulid Nabi merupakan salah satu ungkapan rasa syukur atas kelahiran manusia paling mulia, yaitu: Nabi Muhammmad ﷺ. Adapun orang yang pertama kali merayakan kelahiran Nabi Muhammmad ﷺ adalah penguasa Erbil di wilayah Irak bernama Raja Muzhaffar, Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali. Meski belum pernah dilaksanakan pada periode awal Islam, perayaan maulid mendapat respon yang baik dari mayoritas ulama, hal ini bisa kita lihat dari beberapa karya dan komentar para ulama yang menjelaskan tentang keagungan maulid Nabi Muhammmad ﷺ.
Kita menyelenggarakan perayaan maulid Nabi sebagai wujud rasa syukur kepada kelahiran Nabi Muhammmad ﷺ, yang mana beliau membawa rahmat untuk segenap penghuni alam ini, sebagaimana ayat:
وَما أَرْسَلْناكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau (Muhammmad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 107)
Al-Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya menyatakan bahwa rahmat kehadran Nabi Muhammmad ﷺ teruntuk semua orang, baik kafir atau mukmin. Jika ia kafir, maka siksa yang menimpanya sampai kelak di akhirat. Dan, jika ia mukmin, maka di dunia ia akan mendapat kebahagiaan plus syafaat dari baginda Nabi. (Tafsîrul-Quranil-‘Adzîm, hlm. 338 juz. 5).
Bahkan, menurut Syekh Muhammmad bin Alawi al-Maliki, memperingati kelahiran Nabi seharusnya tidak dibatasi dengan masa atau waktu, karena seandainya Nabi tidak lahir ke dunia, maka tidak ada utusan, al-Quran tidak ditemukan, penaklukan Islam tidak terealisasikan, kejadian isra’ dan mi’râj serta berbagai peristiwa-peristiwa besar Islam lainnya, tidak akan tercatat dalam sejarah Islam. Sebab, hal tersebut dapat terlaksana dengan kelahiran baginda Nabi Muhammmad ﷺ (Haulal-Ihtifâl bi Dzikri Maulidin-Nabi as-Syarîf, hlm.13).
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa rahmat Nabi kepada kita sangatlah terasa, baik ketika beliau diutus menjadi utusan atau ketika beliau masih dalam kandungan. Oleh karenanya, kita tidak boleh menyia-nyiakan nikmat ini guna selamat di dunia dan mendapat syafaat di akhirat. Wallâhu a’lâm Bis-Shawâb
Aris Daniyal | TAUIYAH