Beberapa waktu ini, medsos sedang diramaikan dengan perdebatan panas antara pesulap merah atau Marcel Radhival dengan Samsudin Jadab; salah seorang paranormal dan pengobatan supranatural serta pemimpin Padepokan Nur Dzat Sejati.
Pada kesempatan kali ini, tentu penulis tidak hendak membahas kronologi pertengkaran keduanya, melainkan hendak membahas ilmu Hikmah yang sering digaung-gaungkan oleh Samsudin untuk membenarkan perlakuannya.
Menurutnya, ilmu Hikmah termasuk perkara yang gaib dan tidak bisa diranah oleh akal. Sama halnya dengan surga dan neraka, keduanya tidak bisa diranah oleh akal. (podcast Denny Sumargo [13:37])
Dalam salah satu konten Youtube Denny Sumargo, Samsudin menyampaikan seperti ini:
“Jangan sampai ketika ada seorang pesulap lalu mengomentari ilmu al-Hikmah. Ini sama sekali gak nyambung. Kalau ilmu sulap itu berhubungan dengan fikiran, dengan trik. Tentunya dengan sains, ilmiah. Sedangkan ilmu al-Hikmah itu berhubungan dengan gaibiyah. Gaibiyah itu tentang keimanan, tentang kepercayaan, sesuatu hal yang dipercaya.” (09:14)
Sebelum membahas lebih dalam, kiranya perlu kita ketahui ilmu Hikmah yang dimaksud oleh Samsudin Jadab.
Dalam kitab Kasyfudz-Dzunûn ‘an Asâmîl-Kutub wal-Funun dijelaskan:
وَهُوَ عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ حَقَائِقِ الْأَشْيَاءِ عَلَى مَا هِيَ عَلَيْهِ فِيْ نَفْسِ اْلأَمْرِ بِقَدْرِ الطَاقَةِ البَشَرِيَّةِ … وَغَايَتُهُ هِيَ التَشَرُّفُ بِالْكَمَالَاتِ فِيْ العَاجِلِ وَالْفَوْزُ بِالسَعَادَةِ اْلأُخْرَوِيَّةِ فِي ْالآجَلِ
“Ilmu Hikmah adalah ilmu yang membahas realitas sesuatu sebagaimana asalnya sesuai kemampuan manusia … Sedangkan puncaknya adalah mencapai kemulian duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.”
Selanjutnya, Imam ar-Raghîb al-Asfahâni dalam Kitab al-Mufradât fî Gharîbil-Qur’an, menjelaskan cara meraih kemuliaan itu. Menurut beliau, cara meraihnya adalah dengan dua hal: Pertama dengan mengangan (nadhar) dan mencari dalil. Kedua dengan olahraga batin (riyadhah) dan mujahadah.
Jika melihat penjelasan di atas, tampak bahwa maksud Samsudin terkait ilmu hikmah adalah suatu kemuliaan dan keberhasilan duniawi dan ukhrawi yang dapat diraih dengan riyadhah dan mujahadah. Tentunya, riyadhah yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat, apalagi jika sampai menyekutukan Alah. Na’udzubillah.
Mungkin ada yang bertanya, apakah ilmu Hikmah itu mendapat legalitas syariat? Tentu jawabannya iya! Sebab isinya hanyalah riyadhah-riyadhah yang tentu tujuan utamanya adalah mendekatkan diri pada Allah. Begitupun dengan azimat. Sebab azimat hanyalah perantara belaka, sebagaiamana yang bisa Anda baca pada artikel Azimat Sebagai Bentuk Ikhtiar dan Hukum Jimat Pelancar Rezeki.
Dalam video lain, Samsudin menyebutkan bahwa ilmu hikmah yang beliau dapatkan diantaranya dari kitab, semisal kitab Syamsul-Ma’ârif al-Kubrâ karangan Syekh Ahmad bin Ali al-Buni.
Memang benar dalam kitab itu berisi pengamalan-pengamalan terhadap ilmu hikmah serta beberapa azimat yang tentu tidak keluar dari syariat. Hanya saja, perlu diperhatikan amanat beliau di mukadimah kitabnya.
Baca Juga: Wali Ataukah Dukun?
Amanat ini wajib dipahami dengan betul oleh para pengamalnya, bahkan termasuk oleh Samsudin sendiri. Berikut amanat beliau:
فَحَرَامٌ عَلَى مَنْ وَقَعَ كِتَابِيْ هَذَا فِيْ يَدَيْهِ أَنْ يُبْدِيَهُ لِغَيْرِ أَهْلِهِ أَوْ يُبَوِّحَ بِهِ فِيْ غَيْرِ مَحَلِّهِ فَإِنَّهُ مَهْمَا فَعَلَ ذَلِكَ أَحْرَمَهُ اللهُ تَعَالَى مَنَافِعَهُ وَمُنِعَتْ عَنْهُ فَوَائِدُهُ وَبَرَكَتُهُ
“Haram bagi orang yang mengamalkan kitab ini, memberitahu pada orang yang tidak memahami ilmu hikmah. Atau mentasarufkan pada hal yang bukan tempatnya. Sebab demikian itu mengakibatkan Allah menutup dan mencegah faidah-faidah dan keberkahannya.”
وَلَا تَمَسُّهُ إِلَّا وَأَنْتَ طَاهِرٌ وَلاَ تُقَرِّبهُ إِلَّا إِذَا كُنْتَ ذَاكِرًا لِتَفُوْزَ مِنْهُ بِمَا تُرِيْدُ وَلاَ تُصَرِّفهْ إِلَّا فِيْمَا يَرْضَى اللهُ تَعَالَى فَإِنَّهُ كِتَابُ اْلأَوْلِيَاءِ وَالصَالِحِيْنَ وَالتَابِعِيْنَ
“Jangan memegang kitab ini kecuali dalam keadaan suci. Pun, jangan mendekatinya kecuali engkau dalam keadaan mengingat Allah, agar engkau mendapatkan apa yang diharapkan. Dan juga jangan sampai mengamalkan kandungan kitab ini kecuali untuk hal-hal yang Allah ridai. Sebab kitab ini adalah kitab para wali, orang saleh, dan tabi’in.” (hlm. 06-07)
Amanat tersebut bisa kita simpulkan menjadi beberapa bagian: Pertama, haram memberitahu kitab ini berikut isinya pada orang yang tidak paham. Kedua, tidak diperkenankan memegang kitab ini kecuali dalam keadaan suci. Ketiga, selalu mengingat Allah saat hendak memakainya. Keempat, tidak boleh mengamalkan ilmu hikmah yang terkandung di dalamnya kecuali untuk hal yang Allah ridai.
Nah, sekarang kita lihat kasus yang terjadi pada Samsudin. Apakah sudah mencocoki empat amanat Syekh al-Buni?
Apakah menyebarkan ilmu Hikmah lewat akun Youtube, Instagram, Facebook, dan beberapa media padepokan Nur Dzat Sejati bisa dibenarkan? Apakah demikian itu masuk larangan untuk menyebarkan pada orang yang tidak tahu? Pastinya sudah maklum bahwa para pengguna medsos menyeluruh dari semua kalangan.
Pun, kiranya perlu diklarifikasi tujuan Samsudin menyebarkan ilmu Hikmah pada masyarakat luas. Apakah sekadar konten belaka, penarik pelanggan, ataukah tak lain hanya karena Allah?
Tentu pembaca lebih berhak menjawab!
Ghazali | Annajahsidogiri.id