Selain terkenal sebagai sekte yang selalu ber-taqiyah, menyembunyikan ideologi aslinya demi tujuan tertentu, bahkan menuduh Sayidina Umar bin Khaththab sebagai shahabat yang ber-taqiyah saat memeluk agama Islam dengan tetap menyembah berhala, Syiah juga kerap dikenal sebagai sekte yang sampai saat ini masih menghalalkan nikah mut’ah, nikah yang menurut Shahabat Ibnu Abbas adalah pernikahan yang dalam akadnya disertakan penyebutan limit waktu keberlangs ungan nikah antara dua mempelai pasutri, tanpa wali dan saksi.
Baca juga: Kelicikan Tokoh Syiah dalam Nikah Mutah (#1)
Pada zaman ini, marak terjadi legalisasi zina yang dibingkai dengan jihad nikah mut’ah. Para pemeluk ajaran Syiah saat ini masih percaya bahwa nikah mut’ah adalah syariat Nabi yang tetap eksis hingga saat ini, tanpa menghiraukan sejarah legal dan masa berlakunya yang sudah ditetapkan oleh Nabi sendiri. Mereka mengamini bahwa kaum hawa yang rela untuk dinikah dengan nikah mut’ah berarti telah melakukan sebuah jihad yang pahalanya sangat besar.
Dalam kitab Syarî’atullâh al-Khâlidah dijelaskan bahwa legalitas nikah mut’ah berasal dari urgensi yang ditimbulkan lewat peperangan. Pada zaman dahulu, Shahabat pergi berperang bersama Nabi dan meninggalkan sanak keluarga dengan menempuh jarak yang jauh dan waktu yang tidak sebentar, bahkan bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. Kebutuhan insani yang mendesak ini membuat Shahabat mengadukan apa yang mereka keluhkan, mereka bahkan sampai menawarkan untuk mengebiri kelamin mereka sendiri dari saking enggannya mereka melepaskan sesuatu tidak pada tempatnya. Dengan urgensi inilah akhirnya Nabi melegalkan nikah mut’ah dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Taqiyyah, Antara Syiah dan Ahlusunah
Namun, legalitas nikah mut’ah ini tidak berlangsung lama dan ada di setiap peperangan. Sejarah mencatat bahwa legalitas nikah mut’ah telah berakhir sejak rampungnya perang Authâs hingga hari Kiamat. Hadis yang menjelaskan tentang hal ini termaktub dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Shahabat Sabrah al-Juhanî.
Dari sini, kita tahu bahwa nikah mut’ah sudah tidak relevan lagi untuk dilegalkan di masa kini, selain karena sudah dihentikan oleh Nabi legalitasnya, urgensi yang ada saat Nabi melegalkan nikah mut’ah pun sudah sukar untuk kita temukan kembali saat ini. Wallâhu a’lam bis-Shawâb.
Ahmad Kholil | TAUIYAH