Pertanyaan
Saat sedang membahas wahdaniyat, sering kita jumpai istilah kam muttashil dan kam munfashil. Sebenarnya, apa perbedaan dari keduanya?
Jawaban
Pembaca yang budiman, perbedaannya simple. Keduanya sama-sama banyak yang dinafikan wahdaniyah. Dengan arti, Allah itu Maha Esa; tidak banyak. Tidak banyak di sini ada dua macam: ada banyak, lantaran sebuah zat terbentuk dari banyak bagian (kam muttashil). Ada juga, banyak, lantaran banyak zat yang serupa (kam munfashil).
Saat belajar wahdaniyah, kita akan sering berhadapan dengan dua istilah berikut: ta’ddud (berbilangan/lebih dari satu) dan tarkib (tersusun). Nah, keduanya sama-sama dinafikan oleh sifat wahdaniyah.
Tarkib adalah ungkapan bahwa zat Allah tersusun dari beberapa bagian. Ini merupakan nama lain dari kam muttashil. Jadi, jika Anda mengenal tarkib, secara otomatis Anda juga telah mengetahui kam muttashil.
Syekh Muhammad al-Fudhali al-Azhari dalam Kifayatul-Awam (hlm. 97) menjelaskan:
وَالتَّرِكِيْبُ يُسَمَّى كَمًّا مُتَّصِلًا
“Tarkib itu dinamakan dengan kam muttashil”
Sedangkan kata ta’addud merupakan istilah dari zat Allah lebih dari satu, atau ada tuhan selain zat Allah. Ta’addud inilah yang yang dimaksud dengan kam munfashil. Imam al-Baijuri dalam Tahqiqul-Maqam Syarah Kifayatul-Awam (hlm. 98) mengatakan:
الكَمُّ المُنْفَصِلُ اسْمٌ لِلمِقْدَارِ القَائِمِ بِاْلمُتَعَدَّدِ لَا لِلْمُشَابَهَةِ
“Kam munfashil adalah sebuah nama dari ukuran sesuatu yang berbilangan, bukan penyerupaan.”
Bila ada zat yang berbilangan, maka itulah yang dimaksud kam munfashil. Jika, istilah kam munfashil dikaitkan dengan selain definisi tersebut, maka tergolong tasamuh; bukan istilah yang semestinya.
Baca Juga: Pembahasan Paling Penting dalam Ilmu Tauhid
Alhasil, untuk membedakan keduanya, perlu ditinjau dulu, apabila berkaitan dengan internal zat, maka tergolong kam muttashil. Beda halnya, jika berkaitan dengan eksternal zat, maka tergolong kam munfashil.
Penjelasannya sebagaimana berikut. Bila ada zat lain yang memiliki sifat ketuhanan selain Allah, maka itu tergolong kam muttashil. Jika zat Allah tersusun dari beberapa bagian, maka itu termasuk kam muttashil.
Jikalau Allah memiliki dua kodrat, hal ini tergolong kam muttashil dalam urusan sifat. Juga, bila ada zat lain yang memiliki sifat kodrat ketuhanan, maka ini termasuk kam munfashil dalam urusan sifat.
Penjelasan seperti ini, dalam Tahqiqul-Maqam Syarah Kifayatul-Awam (hlm. 98), diistilahkan dengan ajza’ dan juziyat. Ajza’ untuk kam muttashil. Juziyat untuk kam munfashil. Syekh Sa’duddinat-Taftazani menjelaskan:
قَالَ السَعْدُ التِفْتَازَانِي وَحْدَانِيَّةُ الذَّاتِ هِيَ عَدَمُ الكَثْرَةِ بِحَسَبِ الأَجْزَاءِ وَاْلجُزْئِيَاتِ فَاْلكَثْرَةُ بِحَسَبِ الأَجْزَاءِ هِيَ المُرَادَةُ بِالْكَمِّ المُتَّصِلِ وَالْكَثْرَةُ بِحَسَبِ الجُزْئِيَاتِ هِيَ المُرَادُ بِاْلكَمِّ المُنْفَصِلِ.
“Syekh Sa’duddin at-Taftazani menjelaskan: maksud dari wahdaniyah fidz-dzat ialah tidak berbilangan dari segi ajza’ dan juz’iyat. Dari sisi ajza’ itu adalah maksud dari kam muttashil. Sedangkan banyak dari sisi juziyat itu adalah maksud dari kam munfashil.”
Dengan menafikan kedua kam tersebut, sifat wahdaniyah setidaknya menafikan lima poin, yakni:
- Keberadaan zat selain Allah yang memiliki sifat ketuhanan (kam munfashil)
- Zat Allah terdiri dari beberapa bagian (kam muttashill)
- Ada makhluk yang memiliki sifat yang sama persis dengan Allah (kam munfashil)
- Satu jenis sifat Allah berbilangan, seperti dua qudrah (kam muttashill)
- Selain Allah memiliki pekerjaan yang terlepas dari pekerjaan Allah (kam munfashil)
Dari penjelasan singkat itu,saya kira sudah cukup untuk memahami perbedaan antara kam muttashil dan kam munfashil. Selebihnya, bisa Anda membaca #SerialAkidahAwam yang berjudul Pembahasan Paling Penting dalam Ilmu Tauhid, yang membahas khusus tentang wahdaniyah. Juga, Anda dapat membaca tulisan saya, beberapa tahun yang lalu yang berjudul Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengupas satu-persatu dari sifat wahdaniyah, baik yang menafikan kam muttashil maupun kam munfashil. Semoga bermanfaat!
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id