Ahlusunah wal-Jamaah merupakan sebuah ajaran yang diajarkan secara langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada umat Islam, sehingga ajaran tersebut merupakan ajaran yang benar. Di Indonesia, begitu banyak ormas agama Islam, seperti Muhammadiyah, HTI, dan semacamnya, sampai terlihat seakan sulit bagi kita memberitahukan kepada masyarakat awam bahwa ajaran yang sebenarnya dalam Islam adalah Ahlusunah wal-Jamaah. Lantas bagaimana cara kita membumikan akidah Aswaja di Indonesia? Berikut adalah wawancara Ach. Salim dari Buletin Tauiyah dengan KH. Ma’ruf Khozin, selaku Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Bagaimana kita mengenalkan akidah Ahlusunah wal-Jamaah kepada masyarakat awam?
Para kiai kita sudah menerapkan hal itu dengan cara yang sangat bijak, sampai menyentuh ke lapisan masyarakat. Cara yang mereka lakukan di antaranya, pertama, pembacaan wirid menjelang ikamah yang biasanya dilaksanakan di kampung-kampung, surau, dan tempat-tempat lainnya. Kedua, melalui pertemuan di berbagai acara, seperti tahlilan, pembacaan maulid Nabi, dan lain sebagainya. Di sana, para kiai mengajarkan akidah-akidah Islam yang mendasar. Ketiga, membentuk majelis-majelis salawat yang di dalamnya ada pengenalan sifat wajib Allah ﷻ yang berjumlah 20, sifat wajib yang harus dimiliki para rasul, hingga pengenalan para ahli bait Nabi.
Apa solusi agar masyarakat muslim di Indonesia mengenal akidah Ahlusunah wal-Jamaahsejak dini?
Alhamdulillah, di taman pendidikan Al-Qur‘an dan taman kanak-kanak Islam biasanya tidak murni mengajarkan Al-Qur‘an dan mata pelajaran saja, tetapi juga mengajarkan tentang sejarah para nabi, rukun-rukun Islam, dan sesamanya. Akan tetapi, kita tidak bisa mencukupkan dengan hal itu saja. Justru kita harus memondokkan anak-anak kita ke pesantren, karena bagaimanapun kekokohan pendidikan yang ada di pesantren tidak mudah digoyahkan. Dengan artian, seorang anak yang mendapatkan ajaran yang berbeda dengan yang ada di pesantrennya, dia tidak akan mudah menerima begitu saja karena dia beranggapan apa-apa yang diajarkan di pesantren itu paling benar menurutnya.
Bagaimana kita menyikapi kaum sempalan tanpa merusak Ukhuwah Islamiyah?
Cara kita membentengi masyarakat kita adalah dengan cara menguatkan pengajian-pengajian dan pengajaran di pesantren, serta memberitahu mereka tentang kesesatan-kesesatan ajaran kaum sempalan, karena cara paling ampuh adalah ilmu, karena kalau kita hanya mengedepankan saling mengejek satu sama lain, hal itu akan menimbulkan sebuah masalah, kendatipun dalam realitasnya mereka terlebih dahulu yang mencela ajaran kita.
Apa saja tantangan yang akan kita dapati ketika membumikan akidah Aswaja?
Pertama, apa yang ditakuti para ulama NU dulu, sekarang sudah berada di tengah-tengah kita. Kedua, mereka ada yang mendanai, sedangkan kita tidak. Saya mengetahui dengan diri saya sendiri tentang hal itu. Ketiga, dari pihak kaum sempalan itu, pasti ada tokoh-tokoh yang mereka bangga-banggakan.
Bagaimana cara kita menghadapi tantangan yang telah ada di Indonesia ini?
Pertama, kita harus lebih gigih karena apa yang ditakuti para ulama NU dulu, sekarang sudah berada di tengah-tengah kita. Kedua, kita harus melatih diri kita untuk ikhlas, karena mereka kaum yang sedikit, makanya mereka ada yang mendanai, sedangkan dari pihak kita tidak . Oleh karenanya, kita harus ikhlas berkorban dalam menguatkan ajaran kita di Indonesia. Ketiga, kita tidak boleh mencukupkan para tokoh kita sebagai pahlawan tanpa adanya persiapan dari diri kita, tetapi kita juga harus mempersiapkan diri kita dengan cara mendalami ilmu hadis dan sesamanya.