Entah sudah berapa banyak artikel, buku dan kitab yang sudah membahas firkah Khawarij, mulai dari sejarah, pemikiran serta pecahan-pecahanya. Nah, kebetulan dalam tulisan kali ini, kami akan membahas salah satu pecahan sekte Khawarij, yakni Ibadiyah.
Ibadiyah merupakan suatu golongan yang dirintis oleh Abdullah bin Ibadh al-Maqa’isi al-Tamimi. Kelompok ini juga dikenal sebagai kelompok Khawarij yang moderat. Karena banyak dari pemikirannya yang tidak selaras dengan pemikiran Khawarij secara keseluruhannya, seperti mengkafirkan orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
Berbeda dengan paham kebanyakan kelompok Khawarij lainnya, kelompok Ibadiyah tidak menganggap orang Islam di luar paham mereka sebagai orang kafir, melainkan hanya sebatas kufur nikmat. Kelompok Ibadiyah juga mengaku bahwa mereka bukanlah pecahan Khawarij. Lantas, benarkah klaim kelompok Ibadiyah tersebut? Berikut akan kami ulas sekelumit perihal sekte Ibadiyah.
Ibadiyah dalam Pandangan Ulama
Mengenai Ibadiyah ini, al-Imam Abu Bakar Muhammad Zakariya dalam kitabnya yang berjudul asy-Syirku fil-Qadîm wal-Hâdis berkata:
هِيَ إِحْدَى الْفِرَقِ الْأَرْبَعِ الْكُبْرَى مِنْ فِرْقَةِ الْخَوَارِجِ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ نِسْبَةً إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبَاضٍ أَحَدِ بَنِي مُرَّةَ بْنِ عُبَيْدٍ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ، يُعَدُّ مِنْ طَبَقَةِ التّابِعِينَ، وَلَمْ تَذْكُرْ الْمَصَادِرُ الْمَوْثُوقَةُ تَارِيخَ وَفَاتِهِ وَوِلَادَتِهِ، لَكِنَّهَا تَكَادُ تَجَمَّعَ عَلَى أَنَّهُ عَاصَرَ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ مَرْوَانَ الْخَلِيفَةَ الْأُمَوِيُّ الْمُتَوَفَّى سَنَةَ ٨٦ ه. وَأَنَّهُ أَحَدُ رُؤُوسِ الْخَوَارِجِ، وَقَدْ أَجْمَعَتْ الْإِبَاضِيَّةُ قَدِيمًا وَحَدِيثًاً عَلَى إِمَامَتِهِ فِيهِمْ، وَانْتِسَابِهِمْ إِلَيْهِ
“Ini merupakan salah satu dari empat kelompok utama dalam kelompok Khawarij, dinamakan demikian berdasarkan nama Abdullah bin Ibadh, salah satu keturunan dari Bani Mura bin Ubaid dari Bani Tamim. Dia dianggap sebagai salah satu dari para sahabat generasi tabi’in. Meskipun sumber-sumber terpercaya tidak mencantumkan tanggal kematian dan kelahirannya secara pasti, hampir semuanya setuju bahwa dia hidup pada masa Khalifah Umayyah Abdul Malik bin Marwan yang wafat pada tahun 86 Hijriah. Dia adalah salah satu pemimpin Khawarij, dan para pengikut Ibadhiyah sepakat menganggapnya sebagai imam mereka dan mengklaim keturunan darinya.”[1]
Masih dalam kitab yang sama, al-Imam Abu Bakar Muhammad Zakariya juga menerangkan bagaimana awal kemunculan, perkembangan, sampai dengan penyebaran faham dari Ibadiyah ini.
أَوَّلُ مَا نَشَأَتْ الْإِبَاضِيَّةُ بِصِفَتِهَا فِرْقَةً مُتَمَيِّزَةً فِي عَمَّانَ وَمَا حَوْلَهَا وَذَلِكَ فِي النِّصْفِ الثَّانِي مِنْ الْقَرْنِ الْأَوَّلِ الْهِجْرِيِّ، بَعْدَ سَنَةِ ٦٤ ه، وَمُنْذُ ذَلِكَ التَّارِيخِ وَحَتَّى الْيَوْمِ تُعَدُّ عُمَّانُ مِنْ مَعَاقِلِ الْإِبَاضِيَّةِ ؛ يَحْكُمُهَا حُكَّامٌ أَوْ سَلَاطِينُ أَوْ وُلَاةٌ إِبَاضِيُّونَ، وَلَا يَزَالُ لَهُمْ وُجُودٌ فِي حَضْرَمَوْتَ وَالْيَمَنِ، وَلِإِبَاضِيَّةِ عُمَانَ اِمْتِدَادٌ فِي السَّاحِلِ الشَّرْقِيِّ لِلْخَلِيجِ (جِهَةِ إِيرَانَ حَالِيًا)، وَالسَّاحِلُ الشَّرْقِيُّ لِأَفْرِيقْيَا فِي زَنْجِبَارَ أَوْ تَنْزَانْيَا كَمَا تُسَمَّى حَالِيًا، حَيْثُ إِنَّ سَلَاطِينَهَا إِبَاضِيُّونَ
“Ibadiyah pertama kali muncul sebagai sekte tersendiri di oman dan sekitarnya, pada paruh kedua abad pertama H, setelah 64 H, dan sejak saat itu hingga saat ini, Oman dianggap sebagai salah satu benteng pertahanan Ibadiyah. Wilayah ini diperintah oleh para penguasa, sultan, atau gubernur Ibadiyah, dan Ibadiyah juga ada di Hadhramaut dan Yaman. Sedangkan sekte Ibadiyah di Oman meluas hingga ke pantai timur, hingga ke Teluk (saat ini menuju Iran), dan pantai timur Oman. Afrika di Zanzibar atau Tanzania, demikian sebutannya saat ini, sebagaimana sultannya adalah Ibadiyah.”
Pemikiran-pemikiran Ibadiyah
Ibadiyah sebagai turunan dari Khawarij tidak lantas mewarisi peninggalan ideologi pendahulunya, Ibadiyah merupakan sebuah anomali yang bertransformasi, menjadi ideologi yang sangat bertolak belakang dengan Khawarij. Ibadiyah mengikis habis paham ekstrim yang mengakar pada Khawarij di masa lampau.
Secara teologi, Ibadiyah itu terbagi menjadi dua, ada golongan Ibadiyah yang secara tegas menafikan sifat-sifat Allah, karena takut terjadi tasybîh (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dalam faham mereka. Ibadiyah yang lain berpendapat bahwa semua sifat Allah itu kembali pada Dzat-Nya, Bahkan mereka sampai mengatakan:
فَقَالُوا: صِفَاتُ اللَّهِ هِيَ عَيْنُ ذَاتِهِ، وَأَنَّ الِاسْمَ وَالصِّفَةَ مَعْنًى وَاحِدٌ. قَالُوا: إِنَّ اللَّهَ عَالِمٌ بِذَاتِهِ وَقَادِرٌ بِذَاتِهِ وَسَمِيعٌ بِذَاتِهِ، فَالصِّفَاتُ عِنْدَهُمْ عَيْنُ الذَّاتِ.
“Mereka mengatakan bahwa sifat-sifat Allah adalah hakikat-Nya sendiri, dan nama dan sifat memiliki makna yang sama. Mereka mengatakan bahwa Allah mengetahui secara Diri-Nya sendiri, berkuasa secara Diri-Nya sendiri, dan mendengar secara Diri-Nya sendiri, oleh karena itu, sifat-sifat dalam pandangan mereka adalah hakikat dari Dzat-Nya sendiri.”[2]
Ibadiyah juga memiliki paham bahwa orang-orang yang tidak sefaham dengan Ibadiyah tidak boleh untuk diperangi atau dengan kata lain ‘darah-darah mereka tidak halal’ dan negaranya pun dihukumi sebagai dârul-Islâm kecuali tempatnya para pemerintah, maka Ibadiyah menganggap tempat tersebut sebagai tempatnya orang-orang yang lalai. Juga, persaksian orang diluar Ibadiyah tetap dianggap dan orang Ibadiyah boleh untuk menikahinya. Andaikan di antara pasutri itu ada yang wafat, maka bisa untuk saling mewarisi. Golongan Ibadiyah juga tidak boleh mengambil ghânimah kaum Muslim yang memerangi mereka, kecuali kuda, senjata, dan setiap sesuatu yang dapat untuk memperkuat dalam perang.[3]
Secara politik Ibadiyah sangat menekankan kepemimpinan yang berkualitas; harus adil, paham agama, dan bersikap dewasa. Ibadiyah juga menolak paham pemimpin (imam) adalah maksum atau terbebas dari dosa. Sebaliknya, bilamana ada pemimpin yang melenceng, maka berhak dilengserkan oleh kekuatan rakyat.
Ibadiyah Adalah Pecahan Khawarij
Di samping itu, Ibadiyah mengaku bahwa dirinya itu bukanlah golongan dari khawarij, bahkan mereka sampai menafikan nisbat (khawarij) ini dari diri mereka sendiri. Klaim Ibadiyah tersebut telah dibantah oleh Syekh Ahmad bin Ali az-zamili dalam kitabnya yang berjudul, Manhaj Syekh Abdur Razaq Afifi wa Juhuduhu fi Taqriril-Aqidah war-Raddi ‘alal-Mukhalifin. Hlm. 531. Sebab menurut para sejarawan, realitanya ada beberapa paham Ibadiyah yang sama dengan paham Khawarij. Hanya saja bukan Khawarij yang ekstrem sebagaimana golongan ‘Azariqah. Perhatikan redaksi berikut:
الإبَاضِيَّةُ بَيْنَ فِرَقِ الْخَوَارِجِ : يَدَّعِي الْأَبَاضِيُّونَ أَنَّهُمْ لَيْسُوا خَوَارِجَ، وَيَنْفُونَ عَنْ أَنْفُسِهِمْ هَذِهِ النِّسْبَةَ، وَالْحَقِيقَةُ أَنَّهُمْ لَيْسُوا مِنْ غُلَاةِ الْخَوَارِجِ كَالْأَزَارِقَةِ، مَثَلًاً، لَكِنَّهُمْ يَتَّفِقُونَ مَعَ الْخَوَارِجِ فِي مَسَائِلَ عَدِيدَةٍ مِنْهَا:
١ – أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ إِبَاضٍ يَعْتَبِرُ نَفْسَهُ امْتِدَادًاً لِلْمَحْكَمَةِ الْأُولَى مِنْ الْخَوَارِجِ.
٢ – كَمَا يَتَّفِقُونَ مَعَ الْخَوَارِجِ فِي تَعْطِيلِ الصِّفَاتِ.
٣ – وَالْقَوْلُ بِخَلْقِ الْقُرْآنِ.
٤ – وَتَجْوِيزُ الْخُرُوجِ عَلَى أَئِمَّةِ الْجَوْرِ
إِذَا عَرَفْنَا أَنَّ الْأَبَاضِيَّةَ فَرْقٌ مِنْ فِرَقِ الْخَوَارِجِ الْكُبْرَى، بِإِجْمَاعِ الْمُؤَرِّخِينَ الَّذِينَ عَاصَرُوهُمْ وَمَنْ بَعْدَهُمْ، فَإِنَّهُ مِنْ الضَّرُورِيِّ أَنْ نَتَعَرَّفَ عَلَى مَوْقِعِ الْأَبَاضِيَّةِ بَيْنَ فِرَقِ الْخَوَارِجِ ؛ فَالْأَبَاضِيَّةُ لَا تُخَالِفُ سَائِرَ الْخَوَارِجِ فِي غَالِبِ أُصُولِهِمْ، وَأَشْهَرُ مَسْأَلَةٍ اخْتَلَفُوا فِيهَا مَعَ غَيْرِهِمْ مِنْ فَرَقِ الْخَوَارِجِ بَعْدَ أَنْ فَارَقُوا ابْنَ الزُّبَيْرِ، حَيْثُ لَمْ يَبْرَأْ مِنْ عُثْمَانَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
“Ibadiyah di kalangan sekte Khawarij: Ibadiyah mengklaim bahwa mereka bukan dari golongan sekte Khawarij dan mereka juga telah menafikan nisbat khawarij darinya. Namun faktanya mereka tidak termasuk golongan ekstrem kaum Khawarij seperti kaum ‘Azariqah, hanya saja mereka sependapat dengan kaum Khawarij dalam banyak hal, antara lain:
1. Abdullah bin Ibad menganggap dirinya sebagai perpanjangan dari pengadilan pertama Khawarij
2. Mereka juga sependapat dengan kaum Khawarij dalam menta’til (mentiadakan sifat ma`aninya Allah) pada sifat-sifatnya Allah
3. Menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluqnya Allah.
4. Memperbolehkan pemberontakan terhadap para imam atau pemerintah yang zhalim.
Jika kita mengetahui bahwa Ibadiyah merupakan salah satu sekte Khawarij, menurut kesepakatan para sejarawan yang sezaman dan sesudahnya. Maka sudah menjadi kepastian dan kelaziman untuk mengetahui kedudukan Ibadiyah di antara sekte-sekte khawarij tersebut; sekte Ibadiyah ini tidak terlalu jauh berbeda dengan kaum Khawarij lainnya dalam sebagian besar usul (pokok pemikiran) mereka, dan masalah yang paling menonjol di mana mereka berbeda dengan sekte Khawarij lainnya setelah mereka berpisah dari Ibnu Zubair, ketika mereka tidak bisa terbebas dari kepemimpinan Khalifah Utsman pada saat itu.”
وَهِيَ :مَسْأَلَةُ الْمَوْقِفِ مِنْ الْمُخَالِفِينَ، أَيْ حُكْمُهُمْ عَلَى بَقِيَّةِ الْمُسْلِمِينَ، فَأَغْلَبُ الْخَوَارِجِ يَرَوْنَ مَا عَدَاهُمْ مِنْ الْمُسْلِمِينَ كُفَّارًاً مُشْرِكِينَ، يَجِبُ قِتَالُهُمْ وَلَا يَجُوزُ مُنَاكَحَتُهُمْ وَلَا إرْثُهُمْ وَلَا أَكْلُ ذَبَائِحِهِمْ، وَدَارُهُمْ دَارُ حَرْبٍ.
أَمَّا الْأَبَاضِيَّةُ، فَإِنَّهَا وَإِنْ رَأَتْ جَوَازَ قِتَالِ الْمُسْلِمِينَ أَحْيَانًاً، إِلَّا أَنَّهَا تَقُولُ: بِأَنَّهُمْ كُفَّارُ نِعْمَةٍ، وَيَجُرُّونَ عَلَيْهِمْ أَحْكَامَ الْمُوَحِّدِينَ مِنْ حَيْثُ النِّكَاحُ وَالْإِرْثُ وَالسَّبْيُ وَالْغَنَائِمُ، وَجَوَازُ مُعَايَشَتِهِمْ وَالْإِقَامَةُ بَيْنَهُمْ.
وَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ مِنْ الْمَسَائِلِ الَّتِي أَجْمَعَ كِتَابَ الْفَرْقِ عَلَى أَنَّ الْأَبَاضِيَّةَ خَالَفَتْ فِيهَا سَائِرَ الْخَوَارِجِ، وَأَنَّهَا تُعَدُّ مِنْ الْفَوَارِقِ الرَّئِيسِيَّةِ، بَلْ هِيَ الْمِيزَةُ الَّتِي أَضْفَتْ عَلَى الْأَبَاضِيَّةِ سِمَةَ الِاعْتِدَالِ تُجَاهَ الْمُخَالِفِينَ ، وَالَّتِي جَعَلَتْ الْأَبَاضِيَّةَ تُعَايِشُ بَقِيَّةَ الْمُسْلِمِينَ وَتُسَالِمُهُمْ حَتَّى الْيَوْمِ[4].
“Yakni (perbedaan yang masyhur antara kalangan umum khawarij dengan ibadiyah), Masalah yang terkait dengan orang-orang yang tidak seideologi dengan khawarij, yaitu hukum mereka terhadap kaum muslimin lainnya. Kebanyakan kaum Khawarij memandang kaum muslimin selain mereka sebagai kafir dan musyrik, yang harus di perangi, dan tidak boleh dinikahkan dengan mereka, mewarisi mereka, memakan hewan hasil dari sembelihannya , dan kawasan mereka dianggap sebagai dar Al-harb
Sedangkan sekte Ibadiyah, meskipun mereka berpendapat boleh untuk memerangi umat Islam yang tidak seideologi dengan ibadiyah, sekte ibadiyah mengatakan bahwa mereka adalah kafir secara nikmat bukan secara keyakinan, sebab orang muslim tidak mensyukuri nikmat Allah dengan tidak masuk kedalam golongan ibadiyah. Oleh karenanya, ibadiyah masih memberlakukan hukum muwahhidin (orang-orang yang meng-esakan Allah) dalam hal perkawinan, warisan, tawanan, dan harta rampasan, serta boleh untuk bersosial bersama mereka dan tinggal di antara mereka.
Masalah ini adalah salah satu masalah yang telah disepakati oleh para pengamat sekte, bahwa Ibadiyah berbeda dari kaum Khawarij lainnya, dan ini dianggap sebagai salah satu perbedaan utama. sikap moderat terhadap orang-orang yang tidak sefaham dengan mereka, serta yang membuat Ibadiyah hidup berdampingan dengan umat Islam lainnya dalam keadaan damai hingga saat ini.”[5]
Dari beberapa pemaparan di atas, sudah sangat jelas bahwa sekte Ibadiyah merupakan salah satu pecahan sekte Khawarij. hanya saja, kalau ditinjau dari segi pemikirannya, lebih moderat jika dibandingkan dengan pecahan Khawarij lainnya dan belum memenuhi syarat untuk dikatakan golongan Ahlusunah.
M. Aghits Amta Maula | Annajahsidogiri.id
[1] Al-Imam Abu Bakar Muhammad Zakariya, asy-Syirku fil–Qadîm wal–Hâdis, hlm. 806.
[2] Syeikh Ahmad bin Nadhr. Kitab ad-Da`aim, hlm.34
[3] Asy-Syahrastani. Al-Milal wan-Nihal, hlm.134-135
[4] Imam Ahmad bin Ali Az-Zamili, kitab manhaj syeikh abdurrozaq afifi wa juhuduhu fi taqriri Al-aqidah wa raddi Ala mukhalifin hlm.531
[5] Imam Ahmad bin Ali Az-Zamili, kitab manhaj syeikh abdurrozaq afifi wa juhuduhu fi taqriri Al-aqidah wa raddi Ala mukhalifin hlm.532