Saya ingin bertanya mengenai ayat 07 surah al-Imran yang berbunyi:
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”
(QS. Ali Imran: 7)
Pemahaman saya dari ayat di atas bahwa tidak ada yang mengetahui takwil ayat mutasyabihat kecuali Allah. Lantas, bagaimana dengan ulama Ahlusunah wal Jamaah mentakwil ayat mutasyabihat seperti ‘Yadun’ dengan makna ‘kekuasaan’ dan lain-lain? Bukankah sudah ada nas bahwa tidak ada yang mengetahui dalilnya kecuali Allah. Sekian.
Ghazali, Situbondo
Saudara yang terhormat, perlu Anda ketahui bahwa maksud dari ayat tersebut, bukan berarti ar-rasikhun tidak bisa mengetahui maknanya. Syekh Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya Min Rawai’il-Quran (115) menjelaskan, bisa saja ar-rasikhun mengetahui makna dari ayat mutasyabihat. Jelasnya, beliau berpendapat:
وَاعْلَمْ أَنَّنَا إِنَّمَا نَصْدُرُ فِيْ هَذَا الَّذِيْ نَقُوْلُ؛ عَنِ الْمَذْهَبِ الَّذِيْ تَمَسَّكَ بِهِ جُمْهُوْرُ الْبَاحِثِيْنَ مِنْ أَنَّ مَا قَدْ يُوْجَدُ فِيْ الْقُرْآنِ مِنَ الْمُبْهَمِ أَوِ المُتَشَابَهِ يُمْكِنُ لِلرَّاسِخِيْنَ فِيْ الْعِلْمِ أَنْ يَفْهَمُوْا مِنْهُ فَهْمًا صَحِيْحاً وَيَقَعُوْا مِنْهُ عَلَى عِلْمٍ
“Ketahuilah, yang hendak saya sampaikan di sini, saya ambil dari mazhab yang menjadi pegangan mayoritas para pengkaji, bahwa sesunungguhnya ayat yang ada dalam al-Quran yang tergolong dari ayat mubham dan mutasyabihat, sangat mungkin bagi ar-rasikhun untuk memahaminya, dengan pemahaman yang benar, dan sampai kepada taraf pengetahuan.”
Baca Juga: Sikap Ulama Ahlusunah Terhadap Ayat Mutasyabihat
Pendapat ini, beliau mengambil dari penjelasan Imam Ibnu Qutaibah dalam kitabnya, Ta’wilu-Musykilil-Quran (73). Ibnu Qutaibah memiliki pandangan bahwa ar-rasikhun bisa mengetahui makna ayat mutasyabihat. Ulama yang beranggapan bahwa, ar-rasikhun tidak mengetahui maknanya merupakan sebuah kesalahan, kata beliau. Karena Allah menurunkan al-Quran untuk bermanfaat kepada hambanya, dan menunjukkan kepada arti yang dikehendaki oleh Allah. Lengkapnya sebagaimana berikut:
وَلَسْنَا مِمَّنْ يَزْعَمُ أَنَّ الْمُتَشَابِهَ فِي الْقُرْآنِ لَا يَعْلَمُهُ الرَّاسِخُوْنَ فِيْ الْعِلْمِ . وَهَذَا غَلَطٌ مِنْ مُتَأَوِّلِيْهِ عَلَى اللُّغَةِ وَالْمَعْنَى وَلم يُنْزِلْ اللهُ شَيْئاً مِنَ الْقُرْآنِ إِلَّا لِيَنْفَعَ بِهِ عِبَادُهُ وَيَدُلَّ بِهِ عَلَى مَعْنَى أَرَادَهُ
“Kita bukan golongan orang yang berpendapat bahwa ayat mutasyabihat tidak bisa diketahui maknanya oleh ar-rasikhun. Ini merupakan kesalahan bersifat bahasa dan makna bagi setiap pentakwilnya. Allah tidak menurunkan sesuatu apapun dari al-Quran kecuali untuk bermanfaat kepada manusia dan bisa menunjukkan kepada makna yang dikehendaki Allah.”
Imam Ibnu Qutaibah melanjutkan dengan argumen, jika para nabi mengetahui makna dari ayat mutasyabihat, tentu para sahabat juga bisa mengetahuinya.
وَهَلْ يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَقُوْلَ: رَسُوْلُ اللهِ لَمْ يَكُنْ يَعْرِفُ المُتَشَابِهَ وَإِذَا جَازَ أَنْ يَعْرِفَهُ مَعَ قَوْلِ اللهِ تَعَالَى وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ جَازَ أَنْ يَعْرِفَهُ الرَّبَّانِيُّوْنَ مِنَ الصَّحَابَةِ فَقَدْ عَلِمَ عَلِياً التَّفْسِيْر وَدَعَا لِابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ: اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ وَفَقِّهُّهُ فِي الدِّيْنِ
“Apakah boleh bagi seseorang mengatakan: Rasulullah tidak mengetahui ayat mutasyabihat?! Jika Rasulullah bisa mengetahuinya, sedangkan di lain sisi Allah berfirman, ‘tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah,’ maka jaiz pula para alim dari kalangan sahabat juga mengetahuinya. Sungguh Sayyidina Ali mengetahui tafsirnya dan mendoakan Sayyidina Abdullah bin Abbas seraya mengatkan, ‘Ya Allah berilah pengetahuan takwil dan pemahaman keagamaan kepada Ibnu Abbas,”
Baca Juga: Menilik Makna “Yadullah”
Dalam sebuah riwayat, Sayyidina Ali pernah menjelaskan, “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”.
Mengenai ayat yang saudara tanyakan, memang terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa ar-rasikhun awal pembahasan. Ada juga yang berpendapat bahwa wawu pada lafal war-rasikhun merupakan huruf athaf. Jadi, pemahaman pada pendapat yang kedua ialah, tidak ada yang dapat mengetahui ayat mutasyabihat kecuali Allah dan ar-rasikhun. Perbedaan pendapat ini termaktub dalam Tafsir al-Qurthubi:
اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي “وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ” هَلْ هُوَ ابْتِدَاءُ كَلَامٍ مَقْطُوعٍ مِمَّا قَبْلَهُ، أَوْ هُوَ مَعْطُوفٌ عَلَى مَا قَبْلَهُ فَتَكُونُ الْوَاوُ لِلْجَمْعِ.
“Terjadi perbedaan pendapat ulama perihal ayat war-rasikhuna fil-‘ilmi, apakah itu pembahasan baru, yang terlepas dari sebelumnya, atau malah menjadi ma’thuf dari sebelumnya, sehingga menjadikan wawu berfaedah jama’. “
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id