Akhir-akhir ini, negara kita ramai memperbincangkan isu radikalisme dalam balutan cadar dan celana cingkrang. Sehingga, ada pembatasan terkait pemakaian kedua atribut keagamaan tersebut. Terkait dengan pelarangan tersebut, pihak yang berwenang mengatakan cadar bukan ukuran ketakwaan seseorang kepada Allah Swt. Mereka melanjutkan, kalau sudah pakai cadar bukan berarti takwanya tinggi, dan tidak ada ayat al-Quran dan hadis yang mendasari pemakaiannya.
Dalam ayat yang lebih dikenal dengan nama ayat hijab, al-Quran telah mensyariatkan hijab (QS. Al-Ahzab:59)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Menurut Imam ath-Thabari, para ulama Tafsir masih silang pendapat berkaitan batas jilbab yang diperintahkan oleh Allah Swt dalam ayat di atas. Tetapi, sebagian ulama berpendapat wajib menjulurkan kerudung hingga ke bawah bagian dada (Tafsir ath-Thabari XX/324).
Salah satu dalil lain diwajibkan berhijab dalam al-Quran adalah QS. al-Ahzab: 53:
وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَاسْئَلُواهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.
Baca juga: Hijab Tidak untuk Lelaki
Pemahaman ayat di atas adalah semua lelaki yang memiliki keperluan dengan istri Rasulullah Saw tidak diperkenankan memandang wajah mereka. Hal inilah menunjukkan bahwa para istri Nabi Muhammad Saw harus menutup wajah mereka sebagai penghalang antara mereka dengan lelaki bukan mahram mereka. Hal tersebut semua ulama sepakat bahwa ayat di atas merupakan dalil diwajibkannya berhijab.
Selain itu, ada juga QS. an-Nur: 31 yang berbunyi:
وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya
Dalam Shahîh Bukhâri, Sayidah Aisyah Ra pernah berkata, bahwa setelah ayat di atas turun, para shahabat wanita mengambil kain, merobek ujungnya lalu membuatnya sebagai penutup wajah.
Tiga ayat di atas hanya sekelumit dari seabrek dalil wajibnya hijab bagi wanita. Hanya saja, ulama masih berselisih pendapat dalam menentukan batas bagian tubuh wanita yang harus ditutupi, namun jika menganut pendapat muktamad mazhab Syafii, seluruh tubuh wanita adalah aurat dan harus ditutup. Berbeda dengan mazhab Maliki yang mengatakan bahwa niqab (pakaian penutup seluruh tubuh) wanita hanya berhukum sunah. Yang perlu ditegaskan di sini adalah tidak satu pun ke empat mazhab yang mengingkari wajibnya hijab bagi wanita.
Jika hijab bukan tanda ketakwaan seseorang pada Allah Swt, lantas seperti apakah seorang hawa ditengarai lebih bertakwa? Bukankah seorang wanita berniqab dan berjaga diri jauh lebih baik dari pada wanita pengumbar aurat yang memakai rok mini? Meski secara batin ia memakai niqab dan atribut keislaman lain dengan tujuan riya dan sebagainya, bukankah hanya Allah Swt yang dapat menilai isi hati seseorang? Sebagai manusia, bukan wilayah kita mengetahui apa yang diniatkan oleh seorang hamba. Oleh karena kita sesama hamba, marilah menilai hamba seiman kita dengan bijak dan objektif dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi.
Abrari Ahmadi | Annajahsidogiri.id