Sahabat #serial aqidatul awwam! Di edisi sebelumnya kita telah membahas tentang sifat wajib bagi Rasul, kali ini kita akan mengupas tuntas tentang sifat jaiz(boleh terjadi) bagi Rasul.
Sifat jaiz bagi rasul yaitu sifat kemanusiaan (اعراض البشريه) yang terjadi pada mereka dan tidak sampai mengurangi derajat mereka yang luhur. Kemudian sifat-sifat kemanusiaan tersebut tidak menghilangkan kewajiban kita untuk meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang disampaikan mereka dari Allah ﷻ , yaitu dengan menjalankan perintah para utusan, menjauhi larangannya dan mempercayai segala berita yang mereka bawa, sebab sejatinya itu berasal dari Allah ﷻ. Adapun sifat kemanusiaan (اعراض البشريه) itu seperti halnya makan, minum, berdagang, tidur (hanya mata beliau saja bukan hatinya), menikah dan lain-lain. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا
“Dan Muhammad hanyalah seorang utusan, sebelumnya telah berlalu beberapa utusn. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu akan berbalik kebelakang(murtad)? Barang siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikitpun.” (QS. Ali imrân:144)
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً
“Dan sungguh kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau(muhammad) dan kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d:38)
وَقَالُوْا مَالِ هٰذَا الرَّسُوْلِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِيْ فِى الْاَسْوَاقِۗ لَوْلَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُوْنَ مَعَهٗ نَذِيْرًا
“Mereka berkata, “Mengapa Rasul (Nabi Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia,” (QS. Al–furqân:7)
Adapun sifat-sifat yang dapat mengurangi derajat para utusan maka itu dianggap mustahil, seperti penyakit yang dapat merusak anggota badan, gila, atau jeleknya budi pekerti. Sebagian ulama menyatakan bahwa Nabi Syu’aib itu buta, maka itu tidak benar. Begitu juga dengan Nabi Ya’kub yang mengalami penyakit buta, itu hanyalah hijab/penghalang bagi penglihatan beliau dikarenakan tangisan air mata beliau yang terus bercucuran tanpa henti saat berpisah dengan putranya yaitu Nabi Yusuf. Penglihatan beliau kembali seperti semula, ketika seseorang mengabarkan kedatangan Nabi Yusuf yang telah kembali[1].
Cerita yang sering kita dengar tentang Nabi Ayyub yang terkena penyakit parah, hal itu tidaklah benar, karena penyakit beliau hanya penyakit kulit dan tulang yang tidak sampai mengurangi derajat kenabian beliau.
Sedangkan sifat lupa itu hanya pada pekerjaan saja, bukan lupa kepada Allah. Disisi lain juga perintah langsung dari Allah bukan godaan setan. Mengapa demikian? Sebab setan tidak punya cara untuk menggodanya[2].
Adapun perkataan Nabi Yusya’ dalam surah Al-kahf : 63
وَمَآ اَنْسٰىنِيْهُ اِلَّا الشَّيْطٰنُ اَنْ اَذْكُرَهُ ۚ
“dan tidak ada yang membuatku lupa untuk mengingatnya, kecuali setan.”
Maka itu merupakan sifat tawadhu’nya beliau atau perkataan itu terjadi sebelum diangkatnya beliau menjadi nabi.
Dimas Aji Negara | Annajahsidogiri.ID
(1) Syekh Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba’athiah ad-Dhau’ani, Kitâb Mûjazul Kalâm hlm. 94
(2) Syekh muhammad bin Ali bin Muhammad Ba’athiah ad-Dhau’ani, Kitâb Mûjazul Kalâm hlm. 95