Sahabat #SerialAkidahAwam, pada edisi kali ini mari kita lanjutkan pembahasan tentang kemustahilan sifat bagi Allah ﷻ.
Sifat Ajzun
Takdir dalam bahasa adalah ketetapan yang berhasil. Dikatakan bahwa Allah ﷻ telah menetapkannya sesuai dengan ketetapan-Nya. Jika sesuatu (takdir) itu selaras dengan sesuatu yang lain, maka ia ditakdirkan untuk itu, dan ia memenuhi takdirnya[1].
Sifat Qudrat berarti Allah ﷻ adalah pemilik dan pemegang kuasa atas segala sesuatu, dan tidak ada yang dapat menandingi kekuasaan-Nya. Kekuasaan-Nya tidak terbatas oleh waktu atau ruang, dan tidak ada yang bisa menghalangi pada kehendak-Nya. Seandainya Allah ﷻ itu bersifatan dengan Ajzun (tidak bisa apa-apa) pasti hingga saat ini tidak akan pernah ada ciptaan-Nya.
Ajzun artinya lemah. Allah ﷻ mustahil bersifatan ajzun, dengan artian tidak mungkin memiliki kelemahan sedikitpun atas apa-apa kehendak dan kekuasaannya. Sifat mustahil ajzun berkebalikan dengan sifat Allah ﷻ qudrat yang artinya Maha Kuasa atas segala kekuatannya yang sempurna. Qudrat Allah ﷻ mencakup segala penciptaan makhluk-Nya, dan kekuasaan Allah terhadap alam semesta sebab Qudrat Allah ﷻ berta’aluq dengan semua perkara yang mungkin. Karena semisal qudrat Allah ﷻ hanya berta’aluq pada sebagian perkara mungkin, niscaya Allah ﷻ butuh pada mukhosis dan Allah ﷻ itu pasti baru. Sedangkan tidak mungkin sifat qudrat dan ajzun berkumpul karena اجتماع الضدين (berkumpulnya dua sifat dalam satu Dzat yang saling bertolak belakang) itu muhal[2]. Allah ﷻ mudah melakukan apapun atas kehendak dan kebesarannya, sehingga mustahil baginya jika memiliki kelemahan dan kekurangan di luar akal manusia
Allah ﷻ berfirman:
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ اَبْصَارَهُمْ ۗ كُلَّمَآ اَضَاۤءَ لَهُمْ مَّشَوْا فِيْهِ ۙ وَاِذَآ اَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَاَبْصَارِهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu. Apabila gelap menerpa mereka, mereka berdiri (tidak bergerak). Sekiranya Allah ﷻ menghendaki, niscaya Dia menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah ﷻ Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]:20)
Sifat Karahah
Sifat Iradat memiliki keterkaitan dengan semua perkara yang mungkin, hal ini bisa disimpulkan bahwa kemustahilan terjadinya sesuatu yang ada tanpa didasari dengan Iradat-Nya Allah ﷻ, sedangkan Allah ﷻ Maha Tahu terhadap segala hal yang samar di mata ciptaan-Nya[3]. Seandainya Allah ﷻ bersiftan Karahah niscaya Allah ﷻ itu lemah, yakni kehendak-Nya masih bersandar pada hal lain selain Allah ﷻ.
Karahah merupakan kemustahilan dzatnya Allah ﷻ dalam melaksanakan apapun yang telah dia kehendaki atas segala kebesaran ciptaan-Nya. Apapun kehendak Allah ﷻ pasti terjadi dan tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah ﷻ. Semua hal yang wujud bila tanpa iradatnya Allah ﷻ serta tabiatnya itu merupakan hal yang mustahil bagi Allah ﷻ dalam menciptakan makhluk-Nya, padahal hakikat iradat itu bertujuan mengkhususkan perkara jaiz dengan sebagian perkara yang diperbolehkan.
Allah ﷻ berfirman:
خٰلِدِيْنَ فِيْهَا مَا دَامَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ اِلَّا مَا شَاۤءَ رَبُّكَۗ اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ
“Mereka kekal di dalamnya selama masih ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki.” (QS. al- Hūd [11]:107)
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
“Sesungguhnya ketetapan-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka, jadilah (sesuatu) itu.” (QS. al-Yāsīn [36]:82)
Kedua ayat di atas menjelaskan tentang suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ tidak akan pernah berubah selagi Allah ﷻ tidak berkehendak untuk merubah takdir tersebut.
Sekian dari penjelasan yang bisa kami paparkan dengan kesimpulan, Allah ﷻ memiliki sifat mustahil guna untuk mentiadakan sesuatu yang dapat mengurangi kebesaran dan keagungan Allah ﷻ, seperti sifat di atas.
Dimas Aji Negara | Annajahsidogiri.id
[1] Ibrahim bin Amir Ar-Rahiliy, kitab Al-mu`tabar Fi Aqidah Ahlusunnah Wa Mukholifihim, hlm. 13
[2] Syekh Muhammad Ad-dasuqi, Kitab Hasyiatul Ad-dasuqi, hlm. 135
[3] Syekh Muhammad Ad-dasuqi, Kitab Hasyiatul Ad-dasuqi, hlm. 137