Akal merupakan organ tubuh yang memiliki peran penting dalam kehidupan. Imam as-Syafii berkata, “Barang siapa yang menghendaki dunia, maka hendaknya dengan ilmu, barang siapa yang bermaksud akhirat hendaknya dengan ilmu pula.” Lantas, apa korelasi akal dan perkataan Imam Syafii tadi? Mari kita sigi; Ilmu tidak bisa tercapai kecuali melalui observasi, sedangkan observasi adalah tugas akal. Oleh karena itu, ilmu hanya bisa diraih dengan akal.
Adapun Orang barat, dalam hal ini adalah umat Kristiani, menjadikan akal sebagai pondasi utama dalam agama mereka, bahkan agama harus tunduk pada akal. Ajaran agama yang tidak sesuai dengan akal maka bagaimanapun caranya, harus sesuai dengan akal.
Untuk meluruskan pemahaman kurang tepat ini, mari kita tilik firman Allah dalam al–Isra’ ayat 85;
وَيَسْـَئَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا
Artinya, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”
Dalam ayat ini, secara jelas Allah menyatakan bahwa roh adalah perkara ilahi, sedangkan akal, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfah al-Murid, sama seperti roh alias sama-sama perkara ilahi. Oleh sebab itu, selayaknya akal diposisikan sebagai pendukung agama dan bukan sebagai barometer agama.
Yuval Noah Harari dalam bukunya, Homodeus, menggambarkan ketika mata melihat harimau seakan-akan harimau memancarkan sinyal pada mata, lalu mata mengirimnya pada otak hingga muncul pikiran untuk lari dari hadapan harimau. Lantas darimana rasa takut itu muncul?
Seandainya rasa takut tumbuh dari hati secara fisik dan pengetahuan dari otak secara fisik, pastinya akan menghasilkan sesuatu yang bersifat fisik, hanya sebatas sesuatu yang tampak oleh fisik. Namun fakta yang ada bahwa pengetahuan yang muncul itu metafisika, berarti adanya pengetahuan itu bukan dari otak melainkan kiriman sinyal dari roh, dari metafisika ini yang nantinya akan membuahkan suatu fisika. {Mauqiful-Aqli: 1/191}.
Baca Juga: Penyembahan Akal Ala Ateis
Begitu juga Allah berfirman pada Nabi Zakaria AS dalam surat Maryam ayat 9;
قَالَ كَذٰلِكَۗ قَالَ رَبُّكَ هُوَعَلَيَّ هَيِّنٌ وَّقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْـًٔا
(Allah) berfirman, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”
Khitab dalam ayat ini adalah roh bukan badan, karena badan tidak bisa memberikan pemahaman, memahamkan dan menyampaikan, melainkan yang memahamkan dan memberi pemahaman adalah sinyal yang dikirim oleh roh pada otak.
انما الذي يفهم ويعقل ويخاطب هو الروح
“Bahwa yang memahami, memahamkan dan menyampaikan yaitu roh semata.”
Maka akal dalam pandangan Islam merupakan organ tubuh yang memiliki sinyal kuat dengan roh, yang nantinya akan menghasilkan suatu fenomena baik itu fisika atau biologi, beda bagi orang-orang yang menganggap akal merupakan suatu perkara fisik, yang nantinya akan menimbulkan wawasan yang sempit hanya terbatas apa yang tampak oleh fisik. Sebenarnya apa yang terjangkau oleh hemat yang sangat luas tidak sesempit seperti yang mereka pikirkan. Wassalam.
Fadil | Annajahsidogiri.id