Di tulisan awal sudah jelas mengenai perbandingan karakter paralogis yang mengakar di tubuh Salafi-Wahabi. Nah, sekarang kami membuat perbandingan yang kedua. Salafi-Wahabi memandang ulama Imam Mazhab Empat sebagai musuh. Tidak hanya sesimpel itu, bahkan mereka mensyirikkan Imam Mazhab Empat yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam as-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Diantara buktinya adalah , ulama mereka al-Qanuji dalam ad-Dinul- Khalis hlm. 140, begitu juga Abdurrahman bin Hasan Alu Syaik dalam kitan fathul- majid syarhut-Tauhid, mereka menyatakan;
تَقْلِيْدُ المَذَاهِبِ مِنَ الشِّرْكِ
“Mengikuti mazhab-mazhab adalah syirik”
Dan juga al-Bani dalam Silsilah al-Haditsus Shahih 6/676;
أَعْدَاءُ السُّنَّةِ مِنَ الْمُتَمَذْ هَبَةِ وَالأَشَاعِرَةِ وَالمُتَصَوَّفِ وَغَيْرِهِمْ
“Musuh as-Sunah adalah orang-orang yang bermazhab, berakidah Asy’ariyah, para sufi dan yang lainnya.”
Dari pemaparan di atas, memunculkan banyak sekali argumentasi Salafi-Wahabi terutama dari tokoh terkemuka mereka yang mensyirikkan Imam Mazhab Empat. Jika pendapat yang lain tidak sama dengan mereka (Salafi-Wahabi) maka mereka sesatkan. Coba kita lihat dan bandingkan dengan pernyataan Para Imam Mazhab Empat sebagai as-Salafus-Shalih yang sedemikian bersahaja dan menghormati pendapat pihak lain yang sangat jauh berbeda dengan karakter Salafi-Wahabi yang paralogis, fanatik sehingga konsep takfiri menjadi hal yang biasa bagi kaum mereka. Berikut pernyataan Imam Mazhab empat dalam berargumentasi;
1-Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit berkata;
فاننا بشرٌ تقولُ القولَ اليومَ ونَرْجِعُ عنه غَدا. إذا قلتُ قولا يُخالِفُ كتابَ الله تعالى وخبرَ الرسول صلى الله عليه وسلم فاتْرُكِوْا قَوْلِيْ
“Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi mungkin besok kami mencabutnya. Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan denagn al-Quran dan hadis Rasulullah Saw, tinggalkan pendapatku ini.” (Abu al-Hasanat, an-Nafi’ al-Khair hlm.135)
2- Imam Malik bin Anas berkata;
إنما انا بشٌر أَخْطِئُ وأَصِيْبُ فانظروا في رأيي فكل ما واقفَ الكتابَ والسنةَ فخذوْه و كل مالم يواقفْ الكتابَ والسنةَ فاتْرُكُوْهُ
“Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendaptkau. Bila sesuai dengan al-Quran dan sunah, ambillah. Dan bila tidak sesuai dengan al-Quran dan sunah, tinggalkanlah” (Ibnu Abdil Bar al-Jami’ 2/32)
3- Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i berkata;
إذَا وَجَدِتُمْ فِي كِتابِي خلافُ سنة رسول الله ف صلى الله عليه وسلم قولوا بسنة رسول الله وَدَعَوْا ما قُلْتُ
“Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadis Rasulullah Saw, peganglah hadis Rasulullah Saw itu, tinggalkan pendapatku.” (Imam an-Nawawi, al-Majmu 1/63)
4-Imam Ahmad Bin Hanbal berkata;
اَلْإِتِّبَاعُ أَنْ يَتَّبِعَ الرّجُلُ مَا جَاءَ عن النبي صلى الله عليه وسلم وعن اصحابه ثم من بعد التابعين مخَيَّرٌ
“Yang dinamakan ittiba’ adalah mengikuti apa yang datang dari Nabi Muhammad Saw dan Para Shahabatnya. Sedangkan yang datang dari tabiin dan orang setelahnya boleh diambil dan boleh ditingglakan.” (Abu Dawud; Masail Imam Ahmad hlm. 276)
Demikianlah pernyataan lugas Para Imam Mazhab Empat begitu membuka diri terhadap kebenaran, tidak pernah mengklaim mazhab dan pendapat mereka sebagai yang paling benar. Tidak pula gampang menodong kelompok lain sesat. Lalu bagaimana dengan ‘mazhab’ Salafi-Wahabi yang baru lahir 200 tahun yang lalu (yang jauh dari masa Rasululllah Saw dan Para Shabatnya), namun mereka selalu memaksakan pendapatnya dan merasa paling benar sendiri, sedang yang lainnya selalu salah dan salah? Bukankah sikap demikian itu jelas-jelas menyimpang? Ya, berkarakter fanatik, berjiwa paralogis, sebelas dua belas dengan khawarij dalam strategi dakwah dan sebelas dua belas dengan liberalis dalam segi cara berpikir. Wallâhu a’lam.
Muhlasin Sofiyulloh | Annajahsidogiri.id