Akhir-akhir ini tak jarang kita temukan pemikiran-pemikiran yang menyimpang di masyarakat, lebih-lebih, jika kita mengunjungi sebuah universitas. Tak bisa dipungkiri bahwa pemikiran kita yang masih jernih akan tercemari oleh suntikan-suntikan relatifisme, sekularisme, feminisme dan pemikiran-pemikiran yang tak sesuai dengan Ahlusunah walJamaah. Berbagai macam argumentasi yang akan disuapkan kepada pemikiran kita.
Maka dari itu, kita sebagai generasi Ahlusunah, harus mempunyai bekal yang kuat untuk menghadapi perang pemikiran (al-ghazwu al-fikrî) sebagai benteng akidah kita. Jika kita teliti lebih lanjut, penyimpangan oleh pengajar ataupun pelajar di berbagai universitas merupakan bibit awal pertumbuhan ideologi Liberalisme. Mereka mendahulukan akal daripada teks-teks agama (nash–nash Agama seperti al-Qur‘an dan hadis). Hal ini sangat bertentangan sekali dengan prinsip Ahlusunah, bahwa teks-teks agama harus didahulukan daripada akal. Prinsip ini sebagaimana yang disampaikan oleh K.H. Muhibbun Aman Aly dalam kitab Khashâisu Ahlissunnah wal-Jamâ‘ah:
وَمِنْ خَصَائِصِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ التَّسْلِيمُ لِنُصُوصِ الشَّرْعِ ، وَفَهْمُهَا عَلَى مُقْتَضَى مَنْهَجِ السَّلَفِ الصَّالِحِ فَهُمْ يُسَلِّمُونَ لِنُصُوصِ الشَّرْعِ ، وَلَا يَعْرِضُونَ النُّصُوصَ عَلَى عُقُولِهِمْ ، بَلْ يَعْرِضُونَ عُقُولَهُمْ عَلَى النُّصُوصِ .
“Di antara ciri-ciri Ahlusunah walJamaah adalah tunduk pada teks-teks syariat, dan memahaminya menurut metologi para pendahulu yang saleh. Mereka tidak mendahulukan akal daripada teks-teks Agama. Akan tetapi, mereka lebih mendahulukan teks-teks Agama daripada akal mereka.”
Karena prinsip tersebut, ulama Ahlusunah sangat mendahulukan teks-teks agama daripada akal dalam pemikiran mereka, apalagi jika berhubungan dengan akidah. Mereka menjadikan teks-teks Agama sebagai petunjuk kebenaran dan akal berada di bawahnya. Hal ini dikarenakan ilmu Allah itu tidak ada batasnya. Sedangkan ilmu makhluk sangatlah terbatas. Buktinya, masih banyak di dunia ini suatu hal yang tidak bisa diraih oleh akal akan keberadaannya. Contoh kecilnya adalah hal yang bersifat metafisika (ghaibiat) seperti keberadaan surga, neraka, dan lain-lain. Yang pasti, Allah mengetahui semua ciptaan-Nya. Cukup dengan argumen ini kita dapat membuktikan bahwa akal manusia jauh berada di bawah ilmu Allah.
Tutorial Menyikapi Pertentangan Akal dan Agama
Untuk hal ini, kita harus memercayai teks-teks Agama meskipun hal tersebut tidak bisa dinalar oleh akal, karena Ahlusunah menjadikan teks-teks Agama sebagai petunjuk kebenaran. Ketika teks-teks agama bertentangan dengan akal manusia maka Ahlusunah meletakkan teks-teks Agama berada di atas akal mereka. Jika al-Qur‘an telah menjelaskan suatu hal yang tak bisa dicerna oleh akal, maka al-Qur‘an itu telah menunjukan jalan kebenaran untuk meluruskan akal tersebut.
Dalam surah an-Nahl Allah berfirman:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (النحل [١٦]: ٤٤)
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur‘an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl [16]: 44)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan al-Qur‘an kepada Nabi Muhammad agar beliau menyampaikan pada umat manusia tentang kebenaran yang nyata: kebenaran tentang makna yang terkandung di dalamnya.
Walhasil, setiap akal yang kita miliki itu berada di bawah teks-teks Agama. Akal kita itu hanya sebagai pendukung pada teks-teks agama. Jika terdapat teks-teks Agama yang tidak bisa dinalar oleh akal, bukan berarti teks-teks Agama yang salah. Akan tetapi, akal kita tidak bisa menjangkaunya.
Deni Arisandi | Annajahsidogiri.id