Sebuah realitas yang harus diakui oleh semua orang bahwa di dunia ini kita tidak hanya hidup dengan orang yang sama dengan kita. Kita juga hidup dengan orang yang tidak sama dengan kita, baik ras, suku, warna kulit, bahkan agama sekalipun. Terutama di Indonesia, penduduk di negara kita ini tidak hanya Muslim, tetapi ada yang Kristen, Budha, Hindu, dan lain sebagainya. Sebagai umat Islam kita harus hidup bersosial dengan pemeluk agama lain, yang tentunya harus sesuai dengan ajaran Islam. Mengenai hal ini, simak wawancara Aris Daniyal dengan Ust. Dairobi Naji selaku Dewan Pakar Annajah Center Sidogiri (ACS) beberapa waktu lalu.
Perlukah kita hidup bersosial dengan pemeluk agama lain?
Keberadaan non-Muslim itu adalah realitas kehidupan yang tidak bisa kita hindari. Maka, umat Islam harus bisa membangun relasi sosialnya dengan non-Muslim, Sebab, itu ada dalam ajaran kita, sejarahnya juga ada, pedomannya, ajarannya ada; ada batasannya, ya sudah lengkaplah. Setidaknya secara fikih, non-Muslim itu ada yang dzimmi, ada yang musta’min, ada yang mu’âhad, yang harbi, dan ada yang murtad. Itu kalau segi bagaimana Islam itu membangun relasi sosial dengan mereka. Itu setidaknya sudah ada pembagian, bagaimana kita bersikap kepada kafir zimmi; kafir yang berada di negeri kita dan dilindungi oleh negara kita, itu kan aturannya jelas bahwa kita tidak boleh mengganggu kafir zimmi. Kafir zimmi sebagai tetangga memiliki hak sebagai tetangga untuk kita perlakukan dengan cara yang baik.
Adakah dalil al-Quran yang menjelaskan tema yang sedang kita bahas?
Saya kira yang paling pas adalah ayat yang ada di surah al-Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ (الممتحنة ]٦٠[ : ٨)
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahanah [60] : 8).
Walaupun ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini; ada yang mengatakan bahwa ayat ini dinusakh. Tapi ada juga yang berpendapat tidak dinusakh, bahwa kita harus tetap berbuat baik dan berlaku adil, { اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْ }
Bagaimana batasan dalam hidup bersosial dengan pemeluk agama lain?
Pertama: dalam urusan ajaran, uruan teologi kita berhadapan dengan mereka “لكم دينكم ولي دين”, tidak ada istilah berbaik-baik dengan mereka. Dalam urusan ajaran kita harus tegas mengatakan non-Muslim itu sesat, non-Muslim itu ya kafir ya sesat. Cuma dalam urusan sosial kita diperintahkan untuk berbuat baik dengan mereka.
Kedua: Dalam hal-hal yang bersifat ciri khas keagamaan kita tidak boleh menyerupai mereka, Tasyabbuh, untuk hal-hal yang merupakan ciri khas dari komunitas keagamaan mereka kita tidak boleh Tasyabbuh karena itu sudah masuk pada urusan teologis dan ajaran. Jadi batasnya adalah jangan sampai terjadi Tasyabbuh dalam hal yang menjadi ciri khas komunitas mereka apalagi terjadi pencampuran ajaran.