Perihal Syiah mensakralkan dan menjunjung tinggi tahta kepemimpinan adalah fakta usang yang semua teolog sepanjang zaman sepakat tentang itu. Apalagi, orang-orang internal Syiah sendiri mengakui urgensitas imamah dalam ajaran mereka, sampai-sampai sebagian mendaku pangkat imamah lebih bergengsi dari pada nubuwah. Menurut keyakinan Syiah, Imamah adalah SK langit yang dipilih langsung oleh Allah SWT dan diwariskan turun-temurun oleh imam berkuasa kepada pemimpin berikutnya. Akan tetapi anehnya, jika betul ada penunjukan dari imam sebelumnya, mengapa Syiah sering beda pendapat dalam menentukan imam berikutnya.
Baca Juga: Meluruskan Paradigma Wasiat Nabi
Pasca wafatnya Sayidina Hasan, Syiah berbeda pandangan tentang pengganti beliau, apakah putra beliau, al-Hasan al-Mutsanna, atau saudara beliau, Sayidina Husain. Begitu pula sepeninggal Sayidina Husain, Syiah kembali terlibat perbedaan pandangan tentang imam berikutnya; antara Muhammad bin al-Hanafiyah (Syiah al-Kisaniyah), dan Ali Zainal Abidin (Syiah Itsna ‘Asyariyah). Lalu setelah kepergian Ali Zainal Abidin, Syiah kembali berbeda pendapat soal pemangku imamah berikutnya; sebagian menyatakan Zaid bin Ali Zainal Abidin (Syiah Zaidiyah), dan yang lain menyatakan Muhammad al-Baqir yang kemudian diwariskan kepada Jakfar ash-Shadiq.
Baca Juga: Syiah, Kelompok yang Sudah Disabdakan Rasulullah
Ketika Jakfar ash-Shadiq mangkat, perpecahan kembali menimpa Syiah. Sebagian meyakini putra beliau, Ismail, sebagai penerusnya, dan melahirkan Syiah Ismailiyah, dan yang lain meyakini Abdullah al-Afthah, Muhammad bin Jakfar ad-Dibaj, dan Musa al-Kadhim. Musa al-Kadhim inilah yang dipilih oleh mayoritas Syiah Itsna ‘Asyariyah. Namun, pasca wafatnya Musa al-Kadhim, Syiah Itsna ‘Asyariyah sendiri terlibat konflik internal; mayoritas meyakini Ali Ridha, dan sebagian kecil meyakini Ahmad bin Musa bin Jakfar.
Baru setelah Ali Ridha, Syiah Itsna ‘Asyariyah agak kompak dalam menentukan imam berikutnya, yaitu Muhammad al-Jawwad, lalu Ali bin Muhammad al-Jawwad, kemudian al-Hasan al-‘Askari, dan terakhir Muhammad al-Muntadhar yang diklaim sebagai Imam Mahdi.
Perbedaan-perbedaan di atas adalah bukti nyata igauan Syiah tentang konsep imamah, dan kebingungan mereka dalam mengaplikasikan ajaran mereka sendiri.