Sahabat#SerialAkidahAwam, dalam akidah Islam, pembahasan tentang sifat-sifat Allah ﷻ sangatlah fundamental untuk memahami esensi Dzat-Nya. Salah satu aspek yang sering dibahas dalam ilmu kalam adalah perbedaan antara sifat ma’ani dan sifat ma’nawiyah. Meskipun kedua istilah ini sering digunakan bersamaan, keduanya memiliki perbedaan. Untuk memahami perbedaan ini, kita harus merujuk pada sumber-sumber kitab dalam ilmu akidah serta penjelasan dari para ulama ahli kalam, seperti dalam karya-karya Imam al-Maturidi, Imam al-Asy’ari, serta ulama ahli Tafsir dan ahli Kalam lainnya.
Sifat Ma’ani: Sifat Esensial yang Menetap pada Dzat Allah ﷻ
Sifat ma’ani merujuk pada sifat-sifat yang melekat pada Dzat Allah ﷻ yang tidak dapat terpisahkan dan sudah ada sejak azali, yaitu sebelum adanya alam semesta dan waktu. Sifat-sifat ini adalah sifat dasar yang merupakan bagian dari hakikat Allah ﷻ, yang ada dengan keberadaan-Nya yang kekal dan abadi. Sifat ma’ani ini adalah sifat yang tidak berubah dan selalu ada pada Dzat Allah ﷻ.
Menurut Imam al-Maturidi dalam kitab At-Tauhid, sifat ma’ani ini adalah sifat yang azali dalam eksistensinya, yaitu sifat yang sudah ada sejak Dzat Allah ﷻ ada dan tidak bergantung pada selain-Nya. Dalam pandangan al-Maturidi, sifat ma’ani bukanlah perkara maujud yang terpisah dari Allah ﷻ, melainkan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Dzat-Nya. Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang sifat-sifat ma’ani seperti ilmu atau kuasa, kita sebenarnya berbicara tentang sifat yang sudah ada dan menyatu dengan Dzat Allah ﷻ tanpa ada perubahan[1].
Sifat Ma’nawiyah: Manifestasi dari Sifat Ma’ani dalam Realita
Sifat ma’nawiyah adalah manifestasi dari sifat ma’ani dalam realita yang menunjukkan bagaimana sifat-sifat Allah ﷻ tersebut bekerja atau terwujud. Dengan kata lain, sifat ma’nawiyah menggambarkan keadaan yang selalu terkait dengan sifat ma’ani. Setiap sifat ma’ani pasti diiringi dengan sifat ma’nawiyah sebagai bentuk wujud dari sifat tersebut.
Baca juga: Hari ‘Asyura dalam Tradisi Komunitas Syiah – AnnajahSidogiri.id
Sifat ma’nawiyah adalah Qadiran, Muridan, Aliman, Hayyan, Sami’an, Bashiran, Mutakalliman
Dalam pandangan Imam al-Asy’ari, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Ibanah dan beberapa karya lainnya, sifat ma’ani dan ma’nawiyah tidak dapat dipisahkan. Sifat ma’ani merupakan sifat hakiki yang menyatu dengan Dzat Allah ﷻ, sedangkan sifat ma’nawiyah adalah penjelasan atau penerapan dari sifat-sifat tersebut dalam realitas yang lebih terperinci[2].
Mengapa Allah ﷻ Harus Memiliki Sifat Ma’nawiyah?
Keberadaan sifat ma’nawiyah dalam pemahaman sifat Allah ﷻ adalah hal yang sangat penting, karena sifat ma’ani yang tidak berbentuk dan mendasar (seperti ilmu dan kuasa) memerlukan pernyataan yang jelas dalam sifat ma’nawiyah. Sebagai contoh, sifat ilmu Allah ﷻ harus terwujud dalam bentuk ‘Aliman (yang mengetahui), yang menggambarkan bahwa Allah ﷻ tidak hanya memiliki pengetahuan secara tidak wujud, tetapi juga benar-benar mengetahui segala sesuatu dengan sempurna.
Menurut Imam al-Baidawi dalam kitab At-Tafsir al-Baidawi menegaskan bahwa sifat ma’nawiyah adalah konsekuensi yang benar dari sifat ma’ani. Misalnya, jika Allah ﷻ memiliki sifat kuasa (qudrat), maka itu akan terwujud dalam sifat Qadiran (yang berkuasa), yang berarti Allah ﷻ memiliki kekuasaan atas segala sesuatu. Dalam konteks ini, sifat ma’nawiyah berfungsi sebagai penyempurna bagi pemahaman tentang sifat-sifat ma’ani, yang lebih bersifat umum dan mendasar[3].
Baca juga: Tiga Sifat Mustahil Allah – AnnajahSidogiri.id
Perbedaan dan Keterkaitan antara Sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah
Secara ringkas, perbedaan antara sifat ma’ani dan ma’nawiyah dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Sifat Ma’ani adalah sifat hakiki yang melekat pada Dzat Allah ﷻ, seperti Ilmu, Iradat, Qudrat, Hayat yang tidak terpisahkan kapanpun.
- Sifat Ma’nawiyah adalah perwujudan bentuk dari sifat ma’ani yang berkaitan dengannya, seperti ‘Aliman (yang mengetahui), Qadiran (yang berkuasa), Hayyan (yang hidup).
Kedua sifat ini saling melengkapi. Tanpa adanya sifat ma’nawiyah, sifat-sifat ma’ani akan tetap berada pada tingkat tidak wujud dan tidak dapat dipahami sepenuhnya dalam kaitannya dengan alam semesta. Sebaliknya, sifat ma’nawiyah hanya dapat ada jika ada sifat ma’ani sebagai sumbernya.
Kesimpulan
Pemahaman tentang sifat ma’ani dan ma’nawiyah merupakan bagian integral dari akidah Islam yang menjelaskan bagaimana sifat-sifat Allah ﷻ terwujud dalam eksistensi-Nya yang sempurna dan tanpa ada kekurangan dari segi manapun. Sifat ma’ani menunjukkan esensi sifat-sifat Allah ﷻ yang kekal dan tidak berubah, sementara sifat ma’nawiyah menggambarkan bagaimana sifat-sifat tersebut diaktualisasikan dalam realitas. Keduanya tidak dapat dipisahkan, dan saling melengkapi dalam membentuk pemahaman yang utuh tentang Dzat Allah ﷻ yang Maha Sempurna.
Dimas Aji Negara | Annajahsidogiri.id
[1] Syekh Abu Mansur Al-Maturidi, Kitab al-Tauhid[1] hlm. 103-112
[2] Syekh Abu al-Hasan Al-Asy’ari, Al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah[2] hlm. 134-145.
[3] Syekh Nasir al-Din Al-Baidawi, Tafsir al-Baidawi[3] hlm. 210-221.