Rabu Pungkasan atau Rebo Wekasan adalah hari Rabu terakhir dalam bulan Safar. Sedangkan bulan Safar sendiri adalah urutan kedua dari dua belas bulan hijriah. Orang-orang terdahulu meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan yang sial. Bahkan sampai saat ini masih ada yang memiliki keyakinan bahwa bulan Safar adalah bulan yang sial.
Namun keyakinan itu tidak mengarah pada kebenaran secuilpun. Sebab, sehat atau sakit; musibah atau selamat; miskin atau kaya, semuanya dikembalikan pada kehendak Allah ﷻ. Begitu juga waktu, baik atau buruknya kembali kepada kehendak Allah ﷻ, bukan dengan ramalan atau perhitungan.
Di dalam hadis qudsî Allah ﷻ berfirman:
يُؤْذِنِيْ اِبْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَهْرَ وَأَنَا الدَهْرُ, بِيَدِيْ الأَمْرُ أُقَلّبُ اللَيْلَ وَالنَّهَارَ (رواه البخاري ومسلم)
“Anak Adam menyakiti-Ku karena mencela waktu atau masa. Padahal Aku-lah yang mengatur dan metetapkan waktu. Di tangan-Ku–lah segala urusan waktu. Aku yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, sandaran tawakal manusia hanyalah kepada Allah ﷻ. Akan tetapi, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah ﷻ, tidak semata-mata bagi setiap orang boleh bermaksiat seenaknya saja. Sebab, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya:
“Janganlah unta yang sakit didatangkan pada unta yang sehat.”
Hadis ini secara tidak langsung memerintahkan kita agar senantiasa berikhtiar untuk terhindar dari segala musibah.
Hukum Shalat Rebo Wekasan
Adapun amalan-amalan yang kerap kali dilaksanakan oleh penduduk negeri ini, yaitu shalat Rebo Wekasan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Letak perbedaan pendapat shalat Rebo Wekasan terletak pada titik niat. Jika niat shalat Rebo Wekasanitu murni berniat shalat Rebo Wekasan maka hukumnya haram. Sebagaimana yang disampaikan oleh :
وَلاَ يَحِلُّ اْلإِفْتَاءُ مِنَ الْكُتُبِ الْغَرِيْبَةِ. وَقَدْ عَرَفْتَ اَنَّ نَقْلَ الْمُجَرَّبَاتِ الدَّيْرَبِيَّةِ وَحَاشِيَةِ السِّتِّيْنَ لاِسْتِحْبَابِ هَذِهِ الصَّلاَةِ الْمَذْكُوْرَةِ يُخَالِفُ كُتُبَ الْفُرُوْعِ اْلفِقْهِيَّةِ فَلاَ يَصِحُّ وَلاَ يَجُوْزُ اْلإِفْتَاءُ بِهَا
“Tidak boleh berfatwa dari kitab-kitab yang aneh. Anda telah mengetahui bahwa kutipan dari kitab Mujarrabât ad-Dairabiyyah dan Masâil Sittin yang menganjurkan shalat tersebut (Rebo Wekasan) bertentangan dengan kitab-kitab fikih, maka shalatnya tidak sah, dan tidak boleh berfatwa dengannya.”
Jika niat shalatnya adalah niat shalat sunah Mutlak atau shalat hajat, maka pelaksanaan shalat tersebut boleh-boleh saja.
Adapun amalan-amalan yang lain, al-Imam Muhammad Abdur-Rauf al-Munawi, salah satu ulama ahli hadis berkata:
وَيَجُوْزُ كَوْنُ ذِكْرِ الْأَرْبِعَاءِ نَحْسٌ عَلَى طَرِيْقِ التَّخْوِيْفِ وَالتَّحْذِيْرِ أَيِ احْذَرُوْا ذَلِكَ الْيَوْمَ لِمَا نَزَلَ فِيْهِ مِنَ الْعَذَابِ وَكَانَ فِيْهِ مِنَ الْهَلَاكِ وَجَدِّدُوْا للهِ تَوْبَةً خَوْفًا أَنْ يَلْحَقَكُمْ فِيْهِ بُؤْسٌ كَمَا وَقَعَ لِمَنْ قَبْلَكُمْ.
“Boleh menyebut Rabu sebagai ‘sial’ dengan cara untuk memberi peringatan. Yakni, hindarilah hari itu, karena pada itu turun azab yang menyebabkan kebinasaan. Perbaharuilah taubat kepada Allah ﷻ, agar kamu tidak mengalami petaka seperti yang dialami kaum terdahulu.”[1]
Boleh mengamalkan amalan-amalan di hari Rebo Wekasan, seperti doa dan lain sebagainya dengan tanpa meyakini hari itu sebagai hari yang pasti sial. Pastinya, hal itu diperbolehkan apabila tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariat. Jika amalan-amalan itu bertentangan dengan hukum-hukum syariat, maka hukumnya jelas tidak diperbolehkan. Wallâhu a‘lamu bish-shawâb.
Muhammad Ro’fatillah| Annajahsidogiri.id
[1] Al-Imam Muhammad Abdur-Rauf al-Munawi, Faidhul-Qadîr Syarhul-Jâmi‘ ash-Shaghîr, juz1 hlm. 62.