Seorang wartawan Timur Tengah bernama Muhammad Asad bin Ali Syihab menulis biografi Founding Father Nahdlotul Ulama, ‘Hadrotusy-Syeikh’ KH. Muhammad Hasyim Asy’ari.
Buku karya Muhammad Asad itu kemudian diberi judul Muhammad Hasyim Asy’ari Peletak Batu Kemerdekaan Indonesia. Konon, buku itu pertama kali diterbitkan di Libanon dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat di sana.
Ada pemikiran menarik KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yang didokumentasikan oleh Muhammad Asad dalam karyanya. Muhammad Asad memberikan tulisan ini dengan judul ‘Ukhuwah Islamiah’. Persaudaraan Umat Islam.
Baca Juga: KH. M. Hasyim Asy’ari; Rihlah Sang Pendiri NU
Berikut kami kutip tulisan Muhammad Asad:
“KH. Hasyim Asy’ari membenci fanatisme tercela yang memecah belah umat Islam. Beliau selalu mengampanyekan ‘ukhuwah Islamiyah’; kolaborasi menyeluruh; serta menjauhi fanatisme.
Beliau memiliki kesamaan pemikiran dengan Syekh Muhammad Husein Ali Kasyif al-Ghito -ulama Syiah- untuk menyatukan kembali umat Islam serta ‘membuang’ kefanatikan dan perbedaan antar umat Islam.
‘Hadrotusy-Syeikh’ seringkali berkata, ‘Bagaimana bisa terjadi perpecahan umat Islam selama kitab mereka sama, Al-Qur’an. Nabi mereka sama, Nabi Muhammad. Qiblat mereka sama, Ka’bah. Tidak ada faktor untuk berpecah belah. Apalagi saling mengafirkan. Perpecahan umat Islam ini hanya akan menguntungkan musuh Islam’.
‘Hadrotusy-Syeikh’ sejak dulu selalu berpikir untuk menyatukan organisasi dan masyarakat di bawah satu frame agar menjadi satu front. Oleh karena itu ‘Hadrotusy-Syeikh’ pada 21 September 1937 membentuk Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI). Organisasi ini mengumpulkan banyak golongan dan ormas, dengan beragam mazhab dan akidahnya. Ini adalah organisasi pertama yang menyatukan umat Islam dalam satu wadah.”
Kemudian, Muhammad Asad menutup tulisannya di bab ini dengan komentar yang selalu disampaikan oleh ‘Hadrotusy-Syeikh’: “Selama umat Islam itu Islam, maka perbedaan-perbedaan mazhab dan masalah-masalah yang tidak prinsip (furuiyah) jangan sampai memecah persatuan umat Islam, apapun keadaannya.”
Baca Juga: Maulid Nabi Perspektif KH Hasyim Asy’ari
Nah. Ide mempersatukan umat Islam ini perlu kita teruskan sebagai generasi penerus’Hadrotusy-Syeikh’. Kita perlu kembali mempersatukan umat Islam yang sudah terpecah belah gara-gara perbedaan organisasi dan perbedaan pilihan saat pilpres kemarin.
Ini tantangan yang sangat sulit. Kita tidak perlu terpancing untuk memperkeruh perpecahan ini gara-gara terprovokasi statement sebagian manusia yang terlanjur membenci organisasi yang kita anut.
Kita tak perlu membalasnya. Sebab dengan membalas maka perpecahan ini tidak akan usai. Akan ada saling balas membalas yang akibatnya akan memperpanjang ketegangan antar umat Islam.
Namun begitu. Jika ada pemikiran yang dapat merusak publik kita perlu menampilkan pemikiran tandingan. Bukan berarti kita mesti diam dengan alasan mempersatukan atau hanya gara-gara berada dalan satu atap organisasi. Kita perlu men-counter segala pemikiran ‘sesat’ yang datang dari manapun. Baik dari dalam organisasi kita ataupun dari luar. Tentu dengan diksi mapan yang terasa menasehati. Bukan dengan narasi arogan yang terasa menendang. Wallahu alam.
Lutfi Abdoellah Tsani | Annajahsidogiri.id
Comments 0