Di dalam kitab-kitab akidah Ahlusunah wal Jamaah, mengimani adanya makhluk bernama jin merupakan sebuah keharusan. Kendati pun tidak terdapat di dalam rukun iman yang sudah lumrah kita hapal bersama, ulama tetap mewajibkan kita untuk mengimani bangsa jin ini. Dalam konsep yang ada, ulama al-mutakallimin memasukkan pembahasan jin ini dalam klasifikasi perkara gaib, atau yang lebih dikenal dengan term al-ghaibiyat. Di dalam pembahasan ini, seluruh perkara gaib yang memiliki dalil qat’i harus diimani. Di antara perkara gaib tersebut adalah, para malaikat dan bangsa jin.
Baca Juga: Menyingkap Misteri Kematian Jin
“Bangsa jin” melirik pendapat Abu Hudzaifah sebagaimana yang disitir oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar asy-Syuyuti, “adalah makhluk yang Allah Swt ciptakan dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam Alaihissalam”. Dengan keterangan inilah, selanjutnya, ulama yang merampungkan karya Tafsîr al-Jalâlain ini mengutip pendapat shahabat Abdullah bin Abbas yang mengatakan bahwa pada saat itu, petala langit dihuni oleh para Malaikat, sedang bumi adalah domisili bagi para jin. (Laqtul-Marjân fî Ahkâmi al-Jân I/16)
Terkait dengan pembahasan seputar jin, ada begitu banyak dalil-dalil qat’i baik dalam al-Quran maupun hadis yang menyatakan bahwa Allah Swt telah menciptakan segolongan makhluk yang tak kasat mata ini. Salah satunya, melalui surat adz-Dzariyat ayat ke 56, Allah Swt berfirman;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (menyembah) kepada diri-Ku.
“Ayat ini,” ungkap Imam Fakhruddin ar-Razi, “sekaligus menjadi dalil bahwa Nabi Muhammad Saw juga diutus kepada bangsa jin”. Sehingga, dengan ayat ini pula, umat Islam Ahlusunah wal Jamaah bisa menolak kelompok lain yang beranggapan bahwa bangsa jin tidak mendapat taklif dari Allah Swt. Sebab, dengan tegas dan gamblang, melalui ayat tersebut, Allah Swt mengatakan, para jin diciptakan semata-mata untuk beribadah kepada Allah Swt. (Tafsîr ar-Râzî 14/327).
Baca Juga: Hidangan Penangkal Keburukan Jin
Ketika al-Quran berbicara demikian, maka para ulama, sebagaimana yang ditulis oleh Syeikh Sa’id Ramadhan al-Bhuti, bersepakat bahwa mengimani adanya bangsa jin merupakan manifestasi paling fundamental di dalam mengimani keberadaan Al-Karîm Swt. Sehingga, seseorang yang mengingkari dan meragukan entitasnya sefrekuensi dengan mengingkari satu ayat dari al-Quran, karena keterangan mengenai adanya jin tersebut sudah termaktub di dalam mushaf al-Quran. Maka konsepnya adalah, mengingkari wujudnya bangsa jin sama dengan mengingkari keorsinilan al-Quran. Oleh sebabnya, si pengingkar tersebut seketika itu berstatus murtad alias keluar dari agama Islam. (Kubrâ al-Yaqîniyât al-Kauniyât Wujudul-Khâlik wa Wadzifatuhul-Makhluk I/280).
“Sejatinya, untuk mengimani makhluk yang tak bisa dijangkau oleh panca indra ini” tutur al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad bin Abdul Jabbar al-Hamdani “seorang Muslim baru bisa sempurna mengimaninya apabila berlandaskan pada dalil naqli (berdasakan al-Quran dan hadis) bukan berlandaskan akal”
“Alasannya adalah” lanjut sang al-Hamdani ini “karena sesungguhnya akal tidak akan pernah sanggup mengimani perkara gaib yang tak bisa diindra oleh nalar dan logika” (Ȃkâmul-Marjân fî Ahkâmil-Jân I/07).
Khoiron Abdullah | Annajahsidogiri.id