Tentu Allah memberikan kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda pada tiap makhluknya. Misalnya, Allah memberi si ‘A’ ketampanan yang lebih dari si ‘B’. Maka bisa jadi Allah memberi kecerdasan pada si ‘B’ yang jauh melebihi dari si ‘A’. Demikian itu sudah biasa. Tiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Maka alangkah baiknya, jika kelebihan yang dimiliki oleh seseorang, dipakai dengan benar sehingga dapat menutupi kekurangannya. Misalanya, Zaid berkulit gelap, namun memiliki suara yang indah. Nah, suara indah itu, jika ia manfaatkan dengan sebaik mungkin-untuk belajar membaca al-Qur’an secara tartil, misalnya-, maka akan menutupi kekurangannya.
Salah satu shahabat yang patut kita buat panutan, adalah Bilal bin Rabah. Meskipun ia berkulit hitam, namun kelebihannya dalam bersungguh-sungguh menaati perintah Allah, mengangkatnya pada derajat yang mulia. Maka tak heran jika Nabi pun sampai takjub pada Bilal sebab mendengar suara terompahnya di surga ketika peristiwa Isra Mikraj.
Baca Juga: ‘Dosa’ Sama dengan ‘Kufur’?
Hanya saja, kelebihan yang seseorang miliki itu harusnya disyukuri, bukan malah dikufuri. Dalam artian, jangan sampai kita malah sombong dengan kelebihan yang ada.
Syekhuna Nawawi bin Abdul jalil, dalam kitab al-Ma’man minadh-Dhalalah (hal. 15), bertutur:
وَبِمَا ذَكَرْنَا مِنْ أَنَّ كُلَّ مَا سِوَى اللهِ جَلَّ وَعَزَّ مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ تَعَالَى عَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَلِيْقُ عَلَى الْعَبْدِ أَنْ يَفْتَخِرَ أَوْ يَتَكَبَّرَ أَوْ يَتَعَجَّبَ بِأَعْمَالِهِ الصَالِحَةِ وَبِعُلُوْمِهِ الكَثِيْرَةِ وَبِعَقْلِهِ الكَامِلِ وَإِنْ كَانَ كُلُّ ذَلِكَ بِاخْتِيَارِهِ وَإِرَادَتِهِ فِيْمَا يَظْهَرُ عِنْدَهُ لِأَنَّ كُلَّ عَمَلٍ الذِيْ قَدْ عَمِلَهُ العَبْدُ مِنْ خَلْقِ اللهِ جَلَّ وَعَزَّ وَمَشِئَيْتِهِ كَمَا قَالَهُ تَعَالَى (وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ) (وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ)
“Dengan apa yang telah kami jelaskan barusan; semua sesuatu butuh pada Allah, maka jelaslah bahwa tak pantas bagi seorang hamba bersombong atas pekerjaan-pekerjaan baik, ilmu yang banyak, dan pemikirannya yang sempurna. Sebab, meski secara zahir semua itu bermuara dari usahanya sendiri, namun sejatinya tak lepas dari kehendak Allah. Sebagaimana firman Allah, ‘Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.’ (As-Saffat: 96) dan ‘Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila Allah kehendaki.’ (Al-Insan: 30).”
Walhasil, kelebihan yang kita miliki, baik itu kuat dalam beribadah, memiliki IQ tinggi, ataupun hafalan yang kuat, harusnya lebih menjadikan kita semangat beribadah pada Allah, bukan malah disalah gunakan. Syukuri, jangan kufuri!
Ghazali | Annajahsidogiri.id